ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Material proyek nasional pembangunan jembatan Rahabangga, di Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) disebut tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal itu berdasarkan hasil uji labolatorium material yang diambil dari blok Lasada, Kecamatan Unaaha ini disebut tidak masuk dalam spesifikasi pembangunan jembatan kelas I.
Jembatan Rahabangga sendiri merupakan jembatan kelas I karena menghubungkan beberapa daerah dari dan ke Ibu Kota Kabupaten Konawe. Selain itu, jembatan ini juga merupakan jalur ekonomi masyarakat Sultra.
Akibat penggunaan material yang tidak sesuai ini, kualitas Abutment (pangkal jembatan) dan juga Pier (Pilar) menujukkan adanya pori yang terbuka yang disebut dapat berimbas pada umur dan ketahanan jembatan yang dikerjakan oleh PT Brantas Abipraya (persero) ini.
Dekan Fakultas Teknik Sipil Universitas Lakidende (Unilaki), Asrul menyebutkan, jika dilihat dari posisi dan peruntukkan jembatan Rahabangga diperkirakan masuk sfesifikasi kelas I dengan mutu beton 500 poin. Sebab jembatan ini akan dilalui oleh kendaraan besar dengan volume muatan hingga puluhan ton.
Sehingga kualitas beton pada abutment dan pier jembatan harus benar-benar sesuai dengan (SNI), di mana setiap bahan atau material yang digunakan harus berdasarkan rekomendasi pengawas yang dibuktikan denggan dokumen hasil uji labolatorium. Penggunaan material kata Asrul, harus melihat juknis desain dari proyek yang akan dikerjakan.
“Kita lihat dulu desainnyya, apakah rujukannya menggunakan material Lasada atau tida. Itu pun harus dibuktikan dengan dokumen hasil uji labolatorium appakah sfesipikasinya masuk atau tidak, biasanya ada rekomendasi dari labolatorium,” kata Asrul kepada awak zonasultra.id, Senin (24/8/2020)
Menurutnya, masing-masing material memiliki spesifikasi dan peruntukkan yang berbeda, seperti material Lasada yang masuk dalam sfesipikasi material untuk proyek jalan, dan beberapa jenis lainnya. Namun untuk penggunaan material ini pada proyek jembatan ia belum bisa memastikan apakah masuk atau tidak, sebab hasil uji lab yang belum ada.
Ia menyebut, di dalam dokumen hasil uji labolatorium terdapat rekomendasi sumber material yang akan digunakan dan yang sesuai dengan sfesipikasi proyek yang akan dikerjakan, dalam dokumen itu juga terdapat jenis dan lokasi pengambilan formula serta campuran yang pas uuntuk mendapatkan kualitas yang sesuai.
Asrul menyebut, jika dalam dokumen hasil uji labolatorium tidak merekomendasikan untuk pengambilan material di wilayah Lasada, maka hal itu merupakan kesalahan fatal dan harus segerah dilakukan evaluasi ke pihak kontraktor proyek.
“Kalaupun sudah masuk sfesipikasi, maka pihak-pihak terkait harusnya sudah mengeluarkan naskah akademis yang mengatakan bahwa material dalam wilayah tersebut sudah sesuai dengan metode pencampuran bahan yang benar,” ujarnya.
Kata dia, hingga saat ini naskah akademis yang mengatakan bahwa material Lasada sudah masuk sfesipikasi untuk proyek pembangunan jembatan belum ia dapatkan. Yang ada, hanyalah hasil penelitian mahasiswa Fakultas Teknik pada saat membuat skripsi atau tugas akhir. Sejauh ini, satu-satunya material yang bisa digunakan untuk pembangunan jembatas kelas I hanya ada di Kecamatan Sampara.
Terkait dengan adanya dugaan cacat beton yang terdapat pada abutmen dan pier jembatan Rahabangga, Ia menduga jika hal ini disebabkan adanya beberapa faktor, seperti material yang tidak sesuai, proses mix (pencampuran) yang tidak sesuai, hingga media cetak yang pemerataannya tidak bagus.
Dari sisi akademis, Asrul menyebut untuk proyek jembatan kelas I, dokumen job desain sangat penting untuk menentukan kualitas konstruksi, sebab dalam dokumen itu telah dijelaskan diameter material sebab hal ini tidak boleh lebih atau kebesaran, tidak juga kurang atau kekecilan. Selain itu komposisi material juga harus pas, apabila ada yang tidak sesuai maka akan berpengaruh pada beton bangunan yang dikenal dengan istilah cacat beton.
Dari hasil observasi lapangan yang dilakukan awak zonasultra.id, saat ini proyek pembangunan jembatan Rahabangga masih dalam proses konstruksi, dari dua abutmen dan dua pier yang akan dibangun, baru masing-masing satu yang telah dikerjakan.
Berdasarkan papan informasi proyek yang ada di kawasan itu menyebutkan, lama pengerjaan proyek tersebut 235 hari kalender yang dimulai sejak 30 Desember 2019 lalu, jika dihitung maka proyek tersebut akan selesai pada pertengahan bulan November 2020. Proyek yang menelan anggaran sebesar Rp 95.528.756.000 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2020.
Berdasarkan informasi, proyek ini sudah pernah dilakukan adendum (perpanjangan masa kerja) antara pihak PT Brantas Abipraya dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XXI Kendari.
Saat dikonfirmasi terkait dengan penggunaan material yang diduga tidak sesuai sfesipikasi ini, Health Safety Environment (HSE) PT Brantas Abipraya Ilham enggan memberikian komentar dengan dalil harus ada izin dari PPK Balai Pelaksana Jalan Nasional untuk bisa wawancara.
“Harus ada izin dari PPK, kami tidak bisa memberikan keterangan terkait proyek ini kalau tidak ada izin, PPKnya itu Pak Sandi,” kata Ilham dilokasi proyek.
Di lain pihak, Kepala BPJN XXI Kendari Yohanis Tulak Todingrara saat dihubunggi awak media via selulernyya belum memberikan jawaban, upaya konfirmasi juga dilakukan via SMS, namun hingga berita ini diterbitkan ia belum merespon SMS awak zonasultra.id