Menelisik Hasil Uji Usap di Sultra Keluar Usai Berakhir Masa Karantina

Menelisik Hasil Uji Usap di Sultra Keluar Usai Berakhir Masa Karantina
Data sebaran Swab (PCR dan TCM) Jumat, 30 oktober 2020

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Tujuh bulan sudah pandemi Covid-19 melanda Sulawesi Tenggara (Sultra) atau sejak 19 Maret 2020. Untuk mengetahui masyarakat yang terjangkit virus mematikan itu, pemerintah provinsi Sultra membeli dua alat polimerase chain reaction (PCR) untuk menguji sampel tenggorok warga.

Dua alat PCR telah menguji sekitar 10 ribu sampel uji usap di hampir 17 kabupaten/kota di Sultra sejak Mei 2020. Namun 30 September 2020 PCR itu tidak beroperasi, karena micro centrifuge atau alat pemutar untuk melakukan ekstraksi rusak. Sehingga PCR tidak beroperasi sampai 30 Oktober 2020.

Pengujian sampel ini pun dialihkan ke Laboratorium Kesehatan Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kapasitas pengujian setiap hari per satu PCR bisa melakukan pemeriksaan 70 sampai 100 spesimen usapan tenggorok. Satgas Covid-19 Sultra mengakui terjadinya penumpukan ratusan sampel akibat kerusakan alat pengujian.

Hasil Uji Swab Keluar 14 sampai 20 hari

Hasil uji usap melalui PCR di Rumah Sakit Bahteramas, Kota Kendari, Sultra telat keluar. Hal itu diprotes sejumlah kalangan pekerja medis, pimpinan instansi dan ahli kesehatan masyarakat. Mereka memprotes karena hasil uji dianggap sangat lamban hingga berpuluh hari bahkan masa karantina 14 hari telah berakhir. Akibatnya, mereka kebingungan melakukan pengaturan isolasi terhadap warga yang sudah dilakukan pengambilan sampel.

Di samping itu, hasil yang tidak cepat keluar dinilai membahayakan. Imbasnya, di Kabupaten Bombana, 152 petugas medis baik dokter dan perawat menjalani tes swab. Akibatnya dilakukan penutupan pelayanan selama dua pekan sejak 3 Oktober 2020.

Ketua DPW PPNI Sultra Heryanto

Salah satu organisasi yang memprotes adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Sultra. Ketua DPW PPNI Sultra Heriyanto memandang hasil swab yang terlambat keluar mengorbankan para perawat.

Pengambilan cairan tenggorokan dilakukan 3 Oktober 2020. Namun, hasilnya baru keluar 20 hari berikutnya. Heriyanto menilai hal itu percuma, karena berdasarkan revisi ke-5 masa karantina hanya 14 hari untuk pasien tanpa gejala.

“Realitanya baru kemarin (20/10/2020) keluar hasilnya, sudah 20 hari ngapain. Kita tidak menunggu itu, kelamaan, untung kita pakai revisi 5, jadi kita tidak pakai itu (hasil swab),” ujar Juru Bicara Satgas Covid-19 Bombana ini melalui telepon.

Selama isolasi, para perawat kebingungan menunggu hasil. Selain harus membatasi diri bertemu dengan orang lain, mereka juga tidak bisa melayani pasien di rumah sakit. Untung saja, dari hasil itu hanya dua orang yang dinyatakan positif Covid-19. Total, PPNI mencatat sebanyak 156 perawat terinfeksi virus corona.

“Kalau 14 hari saja baru keluar hasilnya ngapain, karena masa karantina cuma 14 hari. Bagaimana kita mau melakukan penanganan Covid-19 yang optimal kalau menejemennya seperti ini,” katanya.

Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Kendari Iwan Mutmain mengaku telah melakukan rapid tes secara massal kepada 649 awal Oktober 2020 lalu. Hasil, 117 narapidana dinyatakan reaktif. Di hari itu juga, pihaknya langsung memisahkan dengan warga binaan yang non-reaktif.

Selanjutnya, narapidana yang reaktif langsung dilakukan pengambilan sampel tenggorok. 21 orang diantaranya dinyatakan positif Covid-19. Tak hanya itu, 10 orang pegawai juga dinyatakan reaktif dan dilakukan pengambilan sampel.

“Karena sudah dua minggu belum keluar, Anak buah saya itu swab mandiri di tempat lain (salah satu rumah sakit), hasilnya negatif, beberapa hari keluar hasilnya positif. Kenapa Dinkes Provinsi hasilnya lama, sementara di tempat lain cepat,” tutur Iwan melalui telepon, Kamis (29/10/2020).

Menelisik Hasil Uji Usap di Sultra Keluar Usai Berakhir Masa KarantinaIwan mengaku masih menunggu hasil pemeriksaan swab Satgas Covid-19. Pasalnya, Rutan Kendari harus segara memisahkan penghuni yang sudah memiliki hasil swab dan belum.

Tetapi, melalui perawat di Rutan, 2 November 2020 merupakan hari isolasi yang ke 24 dan narapidana boleh dikeluarkan dari tempat karantina tanpa menunggu hasil uji usap keluar. “Satgas Covid-19 melalui perawat saya, 2 Oktober sudah selesai masa karantina, sehingga mereka yang reaktif boleh dikeluarkan, karena katanya virus sudah melemah walaupun belum ada hasil swab,” jelas Iwan.

Juru Bicara Satgas Covid-19 Kota Baubau, dr. Lukman mengungkapkan waktu menunggu hasil uji PCR sampel swab test dari Makassar memakan waktu 7 hingga 14 hari. Bahkan ketika hasilnya keluar, pasien positif sudah memenuhi syarat kesembuhan karena telah menjalani karantina mandiri selama 14 hari, sehingga tidak sempat mendapat perawatan medis.

“Jadi sampel-sampel yang begitu banyak di Sultra ini dikirim ke Makassar sehingga time delay (waktu tunggu) akan bertambah panjang, bisa sampai di atas 10 hari. Ini kan akhirnya beresiko pada transmisi yang bisa terjadi terus menerus di Masyarakat,” tutur Lukman saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (27/10/2020).

Menurut Lukman, akibat waktu tunggu sangat lama membuat calon pasien Covid-19 menjadi bosan menunggu. Dampaknya, mereka akan mengabaikan protokol kesehatan dan bahkan melakukan interaksi dengan banyak orang saat seharusnya menjalani karantina.

Dia menegaskan, gambaran peta penyebaran Covid-19 di Kota Baubau yang grafiknya menurun tidak dapat dijadikan jaminan bahwa tren telah menurun. Kata dia, bukannya tidak ditemukan lagi orang yang tertular, namun hasil laboratorium banyak yang belum dikeluarkan.

“Jadi, menyikapi kondisi seperti ini kita selalu anjurkan kepada masyarakat untuk selalu melaksanakan protokol kesehatan secara ketat. Karena hasil-hasil yang ada ini tentu tidak memberikan real kondisi di daerah kita,” jelas Lukman.

Ada Penumpukan Sampel

Juru Bicara Satgas Covid-19 Sultra dr La Ode Rabiul Awal mengakui terjadi penumpukan sampel di dua pekan awal sejak alat PCR tidak berfungsi. Namun, ia tak tahu pasti berapa jumlah sampel yang mengantri untuk diperiksa di Makassar.

“Tapi secara umum 1 sampai 2 minggu pertama yang spesimen bermasalah, banyak antri sehingga beberapa kabupaten/kota hasilnya sampai 2 minggu baru datang,” kata Rabiul Awal saat dihubungi melalui WhatsApp, Jumat (30/10/2020).

Rabiul Awal mengklaim setelah 2 minggu tumpukan spesimen tidak terjadi lagi. Tetapi, Satgas Covid-19 tetap mengirim ke Makassar sampai hari ini. Ia mengatakan, alat segera dilakukan pergantian dan akan tiba di Sultra dalam beberapa hari kedepan.

“Alat micro centrifuge nya yang rusak belum tiba di Kendari, katanya dalam 1 sampai 2 hari ini (akan sampai). Jadi PCR tidak bisa running sebelum dilakukan ekstraksi menggunakan micro centrifuge itu,” sebut Rabiul Awal.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Sultra Usnia membenarkan pergantian micro centrifuge sudah dilakukan. Hanya saja, alat tersebut dipesan dari luar negeri dan akan tiba dalam pekan ini.

“Mengganti yang baru. Itu kan dipesan dari luar negeri. Dipesan sama Bahteramas (rumah sakit provinsi) dua alatnya. Minggu lalu katanya alatnya sudah mau datang,” kata Usnia saat dihubungi melalui telepon.

Tambah Kapasitas Pemeriksaan Laboratorium

Ahli Kesehatan Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo (UHO) Ramadhan Tosephu mengatakan, tidak berfungsinya alat pengujian sampel seharusnya bukan menjadi alasan di tengah pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama 7 bulan ini.

Ahli Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo (UHO) Ramadhan Tosephu
Ramadhan Tosephu

Sebab, menurut dia, pemerintah sudah memiliki anggaran yang memprioritaskan kesehatan sebagai pembiayaan utama mengatasi pandemi. Sehingga dalam menuntaskan masalah operasional laboratorium tersebut lebih cepat. Ramadan menilai alasan pemerintah tidak bisa dibenarkan.

Dia menawarkan solusi, untuk membangun laboratorium pemeriksaan sampel pasien, pemerintah perlu memberlakukan sistem zonasi wilayah pulau dan daratan di Sultra. Sehingga tes PCR tidak bergantung pada Provinsi Sultra di Rumah Sakit Bahteramas.

Di Sultra sendiri, alat PCR yang beroperasi selama pandemi yakni di Kota Kendari 2 alat, Konawe 1 mobile PCR, Kolaka 2, Kolaka Utara 1. Sementara kabupaten/kota yang lain belum melakukan pengadaan alat pemeriksaan.

“Misalnya zona pulau di Baubau, satu alat PCR di sana, lalu di Kendari juga ada. Kalau berjalan semua, tidak akan menumpuk di provinsi ini, yang jadi soal ini pengetesan menumpuk, mengantri, di-swab hari ini hasilnya belum tentu keluar hari ini juga, hasilnya akan didapat satu minggu kemudian,” terang Ramadhan Tosephu melalui telepon, Jumat (30/10/2020).

Resiko Besar Mengintai

Lambatnya hasil uji usap keluar dinilai berbahaya dan banyak resiko besar yang mengintai masyarakat. Pasalnya, tidak ada jaminan kepada warga yang telah diambil cairan dari tenggoroknya akan disiplin melakukan karantina mandiri tanpa status yang jelas.

Menurut Ramadhan, jika warga tanpa status kesehatan tersebut sudah keluar rumah dan berinteraksi dengan banyak orang, maka transmisi penularan virus jenis SarsCoV-2 ini akan cepat dan akibatnya pelacakan kontak erat makin sulit dilakukan.

“Penemuan kasus pertama, setelah itu dalam satu hari orang itu bisa kemana-mana. Sementara kasus yang diumumkan hari ini bukan real time, kasus yang ditemukan hari ini adalah kasus yang ditemukan beberapa hari yang lalu,” tegas dia.

Ramadhan menambahkan, banyak dampak lain yang ditimbulkan akibat hasil pemeriksaan telat. Bagi yang warga yang memiliki hasil swab namun telat diumumkan, maka itu, kata Ramadhan seperti penyiksaan dan dirugikan secara ekonomi. Sebab, waktu tunggu 14 hari tanpa melakukan aktivitas sama sekali.

Ia meminta masyarakat agar sadar dengan penerapan protokol kesehatan. Karena, untuk menekan kasus Covid-19 hanya itu yang bisa dilakukan. Seperti mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Selian itu, Ramadhan menyarankan kepada pemerintah konsisten menegakan disipilin protokol kesehatan.

Antara lain menurut dia, pemerintah mengurangi bahkan sebisa mungkin menggunakan teknologi dalam jaringan secara virtual melalui berbagai aplikasi yang telah tersedia untuk menggelar rapat dan pertemuan penting yang lain.

“Sekarang ini di akhir tahun banyak pelatihan, memang menerapkan protokol kesehatan, tapi kalau di meja makan apa tidak terjadi kontak. Pilihannya harus melalui sistem online sekarang,” tukas dia.

Data Satgas Covid-19 Sultra, pengetesan yang dilakukan selama pandemi per Jumat (30/10/2020) menggunakan PCR dan TCM sebanyak 20.180 sampel dengan hasil sebanyak 4.926 di antaranya terkonfirmasi positif Covid-19.

Secara kumulatif dari 4.926 orang yang dinyatakan terinfeksi, 3.763 telah selesai menjalani isolasi, 81 orang meninggal dunia, dan sisanya sebanyak 1.082 pasien masih menjalani isolasi. (a)

 


Reporter: Fadli Aksar
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini