ZONASULTRA.COM,KENDARI– Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Cissy Rachiana Sudjana Prawira Kartasasmita, menjelaskan bahwa semenjak pemerintah mengumumkan kasus positif Covid-19 pertama Indonesia awal Maret lalu, jumlah kasus terus meningkat sampai saat ini. Usaha untuk menurunkan atau memutus rantai penularan telah dilaksanakan.
Namun masyarakat masih banyak yang tidak patuh melaksanakan protokol kesehatan dan masih senang berkumpul dan tidak menghindari kerumunan. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha lain untuk mengurangi transmisi virus yaitu dengan vaksin.
“Secara normal pengembangan suatu vaksin baru memerlukan waktu lama, namun WHO memperbolehkan adanya percepatan pengembangan vaksin Covid-19 karena kebutuhan yang mendesak saat pandemi,“ ujar Prof Cissy melalui siaran persnya, Sabtu (7/11/2020).
Salah satu cara percepatan yang diperbolehkan adalah dengan adanya Izin Penggunaan Darurat atau Emergency use authorization (EUA).
Pemerintah meyakini bahwa Indonesia membutuhkan segera kehadiran vaksin itu guna mengatasi pandemi yang berdampak pada kehidupan rakyat Indonesia.
Meskipun Rencana pemerintah dalam menghadirkan vaksin tersebut terus menjadi sorotan masyarakat terutama di sisi keamanannya. Menurut WHO diizinkan badan regulator setempat untuk mengeluarkan izin penggunaan darurat baik untuk obat, alat kesehatan maupun vaksin atau EUA untuk mempercepat penanganan Covid-19.
Terdapat beberapa alasan mendasar bagi pemerintah untuk mengeluarkan izin penggunaan darurat, antara lain karena kondisi pandemi yang membutuhkan ketersediaan vaksin dengan cepat atau terbatasnya pilihan vaksin untuk pencegahan penyakit yang menjadi pandemi.
“Izin itu diberikan oleh badan regulator di negara masing-masing, untuk Indonesia itu berarti Badan POM. Penting diketahui juga persetujuan darurat itu hanya untuk pemakaian terbatas di saat pandemi dan EUA bukanlah izin edar. Tentunya EUA harus perhatikan aspek keamanan, khasiat dan mutu,“ ujarnya.
Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini menambahkan bahwa Izin Penggunaan Darurat yang diberikan oleh badan regulator mempertimbangkan rasio kemanfaatan dan risiko, berdasarkan seluruh data mutu, non klinik dan klinik serta risiko kondisi kesehatan masyarakat yang ditimbulkan penyakit. Selain itu juga data uji klinik untuk memastikan keamanan dan khasiat serta mutu vaksin untuk digunakan masyarakat.
Menurut WHO syarat sebuah vaksin dapat diberikan EUA adalah minimal 50 persen relawan sudah divaksinasi secara penuh dan terus dipantau selama 3 bulan setelah suntikan terakhir. Hal tersebut juga berlaku untuk vaksin jadi yang diimpor.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi I Badan POM RI Togi Hutadjulu menjelaskan bahwa pengambilan keputusan pemberian izin penggunaan darurat harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi dari risikonya. Hal itu diambil berdasarkan hasil evaluasi data keamanan dan khasiat vaksin.
Proses evaluasi keamanan dan khasiat kandidat vaksin melibatkan Tim Komite Nasional Penilai Obat yang terdiri atas para ahli farmakologi, klinis, dan pakar bidang terkait lain. Jika berdasarkan hasil evaluasi vaksin dinyatakan telah memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu, maka BPOM dapat memberikan persetujuan penggunaan kategori EUA.
Untuk diketahui, pemerintah pusat melalui Komite Penangangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus menggalakkan kesehatan pulih ekonomi bangkit dengan mengajak masyarakat untuk tetap semangat dan produktif berkarya dan bekerja selama pandemi.
Kemudian meminta masyarakat siap divaksin ketika vaksin sudah ada karena dengan vaksin dapat melindungi diri dan negara.
Editor: Ilham Surahmin