ZONASULTRA.COM, KOLAKA – Pengelolaan dana Community Social Responsibility (CSR) PT Vale Indonesia di kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai tidak tepat sasaran dan terkesan hanya mengutamakan kepentingan kelompok tertentu.
Hal itu dikemukakan Ketua Forum Swadaya Masyarakat (ForsDa) Sultra Djabir Teto Lahukuwi saat memimpin demonstrasi di depan kantor PT Vale Indonesia di desa Huko-huko, kecamatan Pomalaa, kabupaten Kolaka, Rabu (7/4/2021).
ForsDa yang menggelar unjuk rasa bersama Himpunan Pengusaha dan Pekerja Pribumi Mekongga (HP3M) juga menuding bahwa PT Vale Indonesia mengabaikan keberadaan tenaga kerja lokal asal kabupaten Kolaka.
Kata dia, saat ini PT Vale rupanya diam-diam sudah mulai merekrut tenaga kerja dan mendatangkan kontraktor ataupun subkontraktor dari luar daerah bumi Mekongga. Menurutnya, pola manajemen seperti ini harus dihapus dari bumi Mekongga.
“Yang menjadi pertanyaan kami yang tergabung dalam komunitas masyarakat pribumi Mekongga adalah apakah komunitas kami bisa diperdayakan jika perusahaan ini beroperasi. Apalagi tidak adanya transparansi pengelolaan CSR karena hanya kelompok tertentu yang diperhatikan,” beber Djabir dalam orasinya.
Atas alasan itulah, lanjut dia, forum swadaya masyarakat daerah bersama himpunan pengusaha kerja pribumi mekongga mendesak PT Vale Indonesia
agar menolak sistem perekrutan dengan penjaringan tenaga kerja serta kontraktor dan subkontraktor yang dilakukan oleh PT Vale Indonesia. Apalagi selama ini proses penjaringan tersebut tidak transparan dan tidak berpihak kepada masyarakat lokal.
Selain itu, masa juga menolak penerapan pengelolaan CSR PT Vale Indonesia yang selalu mengatasnamakan masyarakat Kolaka, namun dalam praktiknya, anggaran CSR tersebut hanya mementingkan diri dan kelompoknya.
“Kami juga menolak adanya komite CSR PT Vale yang dibentuk secara sepihak tanpa adanya aturan yang jelas,” bebernya.
Usai menggelar unjuk rasa di depan kantor PT Vale Indonesia di desa Huko-huko, ratusan masa ini melanjutkan aksinya di kantor DPRD kabupaten Kolaka.
Di sini, masa kembali menuntut janji perusahaan tambang nikel itu untuk segera membangun smelter di Kolaka. Menurut Djabir, keberadaan PT Vale di Bumi Mekongga sudah puluhan tahun lamanya. Namun sampai saat ini belum ada kejelasannya terkait pembangunan pabriknya. Padahal, luas wilayah kontrak karya milik perusahaan tersebut mencapai 20.286 hektar. Sayangnya, potensi tersebut dibiarkan terbengkalai dan tidak dimanfaatkan.
“Padahal, PT Vale sudah dua kali melakukan penyusunan Dokumen Amdal yaitu pada tahun 2004 dan tahun 2018 dan sudah dua kali berjanji untuk mendirikan pabrik pengolahan bijih nikel namun Faktanya sampai saat ini belum juga direalisasikan,” tukas Djabir.
Pihaknya juga menyerukan agar Bupati Kolaka dan ketua DPRD Kolaka serta masyarakat Kabupaten Kolaka yang berada di bumi Mekongga agar segera mendesak PT Vale mendirikan pabrik pengolahan bijih nikel sesuai janjinya yang tertera pada Dokumen Amdal yang telah dua kali perubahan serta dua kali perpanjangan IPPKH.
Dia mengungkapkan, janji PT Vale ini juga tercatat dalam dokumen Amdal. Untuk itu, perusahaan tersebut wajib melaksanakan dan mengutamakan rekruitmen tenaga kerja lokal, termasuk juga mengkoordinasikan kontraktor atau subkontraktor lokal serta melaksanakan pengelolaan lingkungan yang baik dalam suatu kegiatan pada tahap pra konstruksi, konstruksi dan operasi.
“Sekiranya tuntutan kami tidak diperhatikan maka kami berkesimpulan bahwa PT Vale Indonesia yang berada di blok Pomalaa tidak peduli suara pribumi atau anak wonua, maka kami siap mengusir PT Vale Indonesia untuk menduduki lahan yang masuk dalam wilayah kontrak karya dan kami akan ususlkan agar menjadi hutan adat atau tanah garapan petani dengan secara reklaiming atau pendudukan lahan oleh komunitas pribumi mekongga secara besar-besaran,” tegas Djabir.
Sementara itu, ketua DPRD Kolaka Syaifulah Khalik yang menemui para pengunjukrasa mengapresiasi aksi yang dilakukan ForsDa tersebut. Pasalnya, pihak DPRD sendiri juga sudah bosan dengan janji PT Vale yang akan membangun pabrik. Namun faktanya, sampai hari ini belum ada kejelasan terkait pemenuhan janji tersebut. Menurutnya, tuntutan para pengunjukrasa itu juga menjadi tuntutan DPRD Kolaka kepada PT Vale.
“Insya Allah setelah kami berdiskusi dengan teman-teman anggota DPR tadi maka secepatnya kami akan mengagendakan pertemuan dengan PT Vale dengan semua libatkan stakeholder terkait sehingga apa tuntutan hari ini bisa ada jawaban pasti dari pihak PT Vale,” katanya. (*)