Ia bukan ahli hukum. Kepakarannya di ilmu lingkungan. Keilmuannya strategis untuk mencerahkan petani dalam memberikan pemahaman tentang fenomena perubahan iklim.
Ada diskursus penting di dunia pertanian yang perlu tersampaikan ke para petani kita. Pengetahuan merespon anomali iklim. Para ahli mengistilahkannya Sistem Pertanian Cerdas Iklim. Atau Climate Smart Agriculture.
Topik inilah yang menyambungkan silaturrahmi saya dengan Profesor Aminuddin Mane Kandari. Gurubesar sekaligus Dekan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan (FHIL) Universitas Halu Oleo, Kendari. Awal tahun 2020 silam. Beberapa pekan sebelum Covid-19 melanda.
Kala itu, saya menjadi ketua panitia penyelenggaraan pelatihan Climate Smart Agriculture bagi penyuluh pertanian. Saya “masuk” kampus. Mengidentifikasi pakar-pakar lingkungan yang khatam pada topik tadi.
Begitulah. Singkat cerita, peraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin ini menjadi salah seorang narasumber kami. Mengajar enam puluh orang penyuluh pertanian dari tiga kabupaten di Sultra.
Waktu berlalu. Kendati tidak rutin, silaturrahmi kami berdua tidak putus setelah kegiatan pelatihan. Lebaran tahun itu dan tahun ini, kami saling berkirim ucapan selamat hari raya.
Namun, ucapan Lebaran kali ini sedikit berbeda. Saya mengikutsertakan rasa bangga saya pada civitas akademika Universitas Halu Oleo, atas partisipasi Profesor Aminuddin Mane Kandari dalam gerakan kultural, merespon dinamika di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas pemberhentian 74 pegawainya karena tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
Saya bangga pada UHO. Saya bangga pada Prof. Aminuddin karena masih ada suara-suara moral yang didengungkan dari kejauhan. Di tengah semakin keringnya semangat kecendekiaan yang menghinggapi bangsa kita. Di tengah semakin pragmatisnya dunia pendidikan tinggi kita.
Ada 74 gurubesar yang bersuara atas 75 pegawai KPK yang diberhentikan itu. Nama Prof Aminuddin tertera di urutan ke-41 dalam daftar yang dirilis media online nasional, Minggu (16 Mei 2021).
Menjadi satu-satunya akademisi dari Sulawesi Tenggara yang menggabungkan diri dalam apa yang mereka sebut dengan “Guru Besar Antikorupsi”. Yang mendesak Presiden Joko Widodo bertindak atas polemik yang melanda KPK, dan meminta Pimpinan KPK membatalkan pemberhentian 75 pegawai KPK tersebut.
Suara mereka didengar Presiden. Paling tidak suara mereka satu dari sekian diaspora yang didengarkan Presiden. Hari pertama kerja setelah libur Lebaran, Presiden langsung memberikan pernyataan.
“Hasil TWK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik pada individu atau institusi KPK dan tidak serta merta jadi dasar memberhentikan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes,” kata Presiden, Senin (17 Mei 2021).
Ini kabar baik bagi demokratisasi kita. Kabar baik di tengah ngos-ngosannya semangat antikorupsi di negeri ini. Kita butuh ksatria-ksatria seperti 74 guru besar itu. Butuh Aminuddin Mane Kandari lain di Sulawesi Tenggara untuk turut serta dan tetap bersuara nyaring melawan pelemahan KPK.
“Semoga yang diperjuangkan bersama teman-teman dapat terwujud. Kalaupun belum terwujud paling tidak kita sudah menindaklanjuti suara dan harapan mayoritas anak bangsa. Semoga Allah meridhai dan merahmati upaya dan niat baik kita semua. Insyaallah bersama kita bisa, dari kita untuk semua,” demikian kutipan pesan Prof Aminuddin menjawab pesan whatsapp saya.
Kita tidak perlu menjadi ahli hukum untuk melihat ketidakadilan. Kita hanya perlu mengasah sensitifitas nurani kita untuk berpartisipasi melawan ketidakadilan. Trims Prof. Aminuddin Mane Kandari. Ksatria Kendari. Ksatria Sultra.***
Penulis: Andi Syahrir