ZONASULTRA.ID, KENDARI – Belum lama ini warganet dihebohkan dengan video Tiktok dari seorang karyawati bank milik pemerintah daerah di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dalam video berdurasi 19 detik itu memperlihatkan seorang wanita tampak berjoget dengan mengenakan pakaian minim sehingga bagian dadanya terlihat. Tidak sedikit netizen yang menganggap video tersebut mengandung aksi pornografi.
Menurut ahli hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, La Ode Muhammad Sulihin, untuk menilai video Tiktok itu memenuhi unsur pornografi atau tidak, harus dilihat menggunakan kacamata tiga peraturan yang berlaku.
Ketiga peraturan tersebut, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU Pornografi. Melalui tiga UU inilah, kata dia, bisa disimpulkan video viral karyawati bank itu masuk atau tidak dalam kategori pornografi.
Ketua Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum UHO ini mengatakan, aksi pornografi dalam KUHP lebih dikenal dengan sebutan tindak pidana yang merusak kesusilaan di depan umum. Perbuatan tersebut berkaitan dengan alat kelamin pria ataupun wanita yang dapat menimbulkan hawa nafsu.
“Jadi berhubungan dengan hawa nafsu, gairah dan dilakukan di depan umum. Itu penjelasan di KUHP. Tetapi pada intinya perbuatan melanggar kesusilaan bisa termasuk di antaranya melakukan pencabulan atau persetubuhan di muka umum. Atau misalnya perbuatan yang memamerkan alat kelaminnya atau bagian tubuh lain. Kalau perempuan misalnya buah dadanya dan itu dapat menggairahkan nafsu,” terang Muhammad Sulihin ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
Dalam KUHP, tindakan pelanggaran kesusilaan di depan umum selalu disesuaikan dengan budaya atau adat istiadat yang berlaku di suatu daerah untuk menyimpulkan bahwa suatu perbuatan itu melanggar hukum. Kehidupan masyarakat Indonesia sendiri sangat majemuk. Kebiasaan hidup masyarakatnya berbeda-beda.
“Misalnya di Papua, perempuan yang menggunakan pakaian adat tapi kelihatan buah dadanya. Itu untuk ukuran daerah sana menjadi biasa. Berbeda jika hal itu ditemukan di Sultra. Seseorang pergi ke mal tanpa busana, pasti dianggap tercela. Kenapa? Karena kebiasaan hidup masyarakat Papua dan Sultra berbeda,” ungkapnya.
Sedangkan dalam UU Pornografi melarang untuk membuat, memperbanyak, memproduksi, mengekspor, menawarkan hal-hal yang berkaitan dengan pornografi seperti memuat ketelanjangan, bersenggama, masturbasi, onani, dan memperlihatkan alat kelamin.
Perbuatan lain yang dilarang dalam UU Pornografi sama dengan apa yang dijelaskan di KUHP sebagai induk dari dua peraturan yang menjadi acuan untuk menilai video Tiktok itu memenuhi atau tidak unsur pelanggaran kesusilaan di depan umum.
“Apabila wanita dalam video itu menampakan dengan jelas seluruh buah dadanya maka bisa dianggap melanggar kesusilaan dan bertentangan dengan UU Pornografi. Tetapi kalau hanya berjoget terus memakai baju yang seksi atau minim, menurut saya berat untuk dianggap melanggar kesusilaan,” jelasnya.
Kata dia, jika si karyawati bank itu dalam membuat video memakai pakaian seksi, masih bisa diperdebatkan mengenai keterpenuhan unsur pornografinya. Sebab, bahasa hukum dalam KUHP atau UU Pornografi mengatakan, perbuatan bisa dikatakan melanggar kesusilaan apabila yang bersangkutan telanjang atau tidak berbusana.
Berbeda halnya jika video Tiktok itu dipandang berdasarkan perspektif kriminologi. Perbuatan jahat sekalipun tidak tertulis dalam UU, namun menurut nilai-nilai masyarakat dianggap tercela maka bisa tergolong perbuatan jahat.
“Budaya masyarakat Sultra di perkampungan misalnya, apabila ada yang memakai pakaian seksi atau memperlihatkan setengah buah dadanya, itu perbuatan tercela kalau dalam kriminologi,” terangnya.
Berbeda dengan penjelasan dalam hukum pidana yang menyebut bahwa perbuatan bisa dianggap melanggar kalau UU mengaturnya. Di dalamnya mengandung asas legalitas yang muatannya ketat, jelas dan pasti. Seperti kasus video Tiktok, bila tidak memamerkan alat kelamin atau hanya memakai pakaian seksi maka belum memenuhi unsur pornografi.
Sebelumnya Kapolres Baubau AKBP Erwin Pratomo juta mengatakan, video Tiktok yang viral tersebut belum memenuhi unsur yang termuat dalam UU pornografi atau pornoaksi. (A)
Kontributor: Yudin
Editor: Jumriati