Satu sampai dengan tujuh agustus dicetuskan sebagai pekan pemberian air susu ibu (ASI) ekslusif baik secara nasional maupun internasional. Pekan ASI Sedunia, disebut sebagai gerakan menyusui secara global dan dukungan untuk para ibu agar bisa menyusui secara ekslusif. Agenda ini dimulai secara aktif sejak tahun 1992 dengan tema yang berbeda-beda setiap tahunnya. Walaupun pandemi COVID-19 di Indonesia memberikan dampak terhadap berbagai sektor baik perekonomian, pendidikan, dan kehidupan sosial masyarakat lainnya termasuk kepada permasalahan kesehatan, upaya pemerintah yang cukup berat dalam mengantisipasi dampak pandemi COVID-19, khususnya pada kelompok rentan seperti ibu hamil maupun balita ternyata memberikan hasil yang cukup menggembirakan karena selama 2 tahun terakhir permasalahan stunting di Indonesia menunjukkan terjadinya penurunan. Pemberian ASI ekslusif adalah salah satu faktor yang erat kaitannya dengan upaya penurunan angka stunting nasional. Pemberian ASI Ekslusif adalah salah satu cara paling efektif untuk memastikan kesehatan dan kelangsungan hidup anak. ASI menyediakan semua energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk bulan-bulan pertama kehidupannya, dan ASI terus menyediakan hingga setengah atau lebih dari kebutuhan nutrisi anak hingga seribu hari kehidupannya. Namun, hampir 2 dari 3 bayi tidak disusui secara eksklusif selama 6 bulan padahal ASI mengandung nutrisi yang sangat lengkap, seimbang dan komposisinya sesuai dengan kemampuan tubuh bayi, mengandung banyak zat untuk kekebalan tubuh, yang dapat melindungi bayi dari infeksi virus/bakteri.
Berdasarkan data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik tahun 2021, persentase pemberian ASI eksklusif bayi berusia 0-5 bulan sebesar 71,58% pada 2021. Angka ini menunjukkan perbaikan dari tahun sebelumnya yang sebesar 69,62%. Namun, dari seluruh provinsi di Indonesia cakupan pemberian ASI Ekslusif pada 20 provinsi di Indonesia masih berada di bawah rata-rata angka nasional. Provinsi Sulawesi Tenggara menduduki peringkat 9 sebagai provinsi yang memiliki cakupan pemberian ASI Ekslusif dibawah rata-rata nasional yaitu baru sebesar 62,54 persen. Hal ini sejalan dengan angka prevalensi stunting yang terjadi di provinsi Sulawesi Tenggara, dimana besarnya angka prevalensi stunting di Sultra berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 30,02 persen. Walaupun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang sebesar 30,82 persen, angka ini masih lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata nasional yang hanya mencapai 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Berdasarkan SSGI 2021 Sultra masih masuk kedalam peringkat 5 besar provinsi dengan angka prevalensi stunting tertinggi. Balita stunting mengalami tingkat kecerdasan yang tidak maksimal, lebih rentan terhadap penyakit dan berisiko terjadinya penurunan tingkat produktivitas. Berdasarkan penelitian, balita yang tidak diberikan ASI eksklusif berpeluang 61 kali lipat mengalami stunting dibandingkan balita yang diberi ASI eksklusif. Kemudian, balita yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki peluang 98% untuk mengalami stunting. Secara luas stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan di suatu negara. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai target untuk menurunkan prevalensi angka balita stunting hingga 14% pada tahun 2024. Itu artinya, kita harus menurunkan prevalensi sebesar 10,4% dalam 2,5 tahun ke depan dan tentu saja ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk mewujudkannya.
Cairan emas untuk generasi emas
Cita-cita membentuk generasi emas pada tahun 2045 bukanlah perkara yang mudah semudah membalikkan telapak tangan, banyak faktor yang perlu mendapat perhatian. Pemberian ASI yang tepat memiliki korelasi yang sangat kuat dengan upaya pencegahan stunting, bayi yang mendapat ASI secara benar memiliki potensi 4,8 kali tidak akan mengalami stunting dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI secara baik. Pemberian ASI yang tepat dapat mencegah stunting pada Anak Usia Dini (AUD), biarpun begitu kesuksesan dalam pemberian ASI eksklusif tidak hanya ditentukan oleh ibu sendiri namun juga lingkungan sekitarnya, dukungan dari suami, keluarga, dan lingkungan kerja menjadi mutlak diperlukan agar Ibu tetap bisa menyusui dengan nyaman dan bayinya mendapatkan haknya secara penuh untuk memperoleh ASI karena keberhasilan pemberian ASI eksklusif akan mempengaruhi kualitas hidup anak serta mendukung tercapainya tujuan SDM unggul yang berdaya saing tinggi sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan cita-cita terbentuknya generasi emas.
Berdasarkan data Human Capital Index (HCI) dan Index yang dirilis oleh World Bank pada tahun 2020, untuk mengukur kualitas produktivitas optimum penduduk di masa depan ditentukan dari waktu anak hingga usia sampai 5 Tahun, Nilai HCI Indonesia Tahun 2020 adalah 0,54. Angka ini menggambarkan bahwa bayi usia lima tahun (balita) di Indonesia saat ini hanya akan mencapai 54 persen dari potensi maksimalnya di masa dewasa. Jika permasalahan ini dapat diatasi maka generasi ke depan akan lebih menjadi produktif, berdaya saing, dan cita-cita untuk meraih bonus demografi dapat tercapai.
Penyebab rendahnya cakupan bayi mendapat ASI eksklusif bersifat multifaktorial. Pemberian ASI eksklusif diindikasikan sebagai pendorong kuat penurunan prevalensi stunting di antara faktor pendorong lainnya. Berdasarkan data dari World Bank Tahun 2020, permasalahan stunting di Indonesia berada di urutan ke 115 dari 151 negara di dunia. Penyebab tingginya angka stunting diantaranya kurangnya asupan gizi kronis, rendahnya cakupan akses air, sinitasi penduduk yang memiliki akses air minum berkualitas, rendahnya pendidikan orang tua, pola asuh yang salah, keberadaan ART merokok, fasilitas cuci tangan dengan air dan sabun, status sakit serta kurangnya tenaga kesehatan terutama ahli gizi dalam pemantauan perkembangan balita. Ketimpangan cakupan ASI eksklusif yang cukup tinggi pada beberapa wilayah di Indonesia menunjukkan bahwa pelaksanaan strategi dalam peningkatan cakupan ASI eksklusif masih kurang memperhatikan faktor yang berhubungan dalam peningkatan cakupan pemberian ASI eksklusif.
Upaya pemberian ASI eklusif bukan hanya menjadi tanggung jawab dari ibu, pengetahuan mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif pada ibu sangat diperlukan agar tidak mudah dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak mendukung pemberian ASI eksklusif. Selain itu dukungan dari orang terdekat juga sangat penting agar menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Konseling atau penyuluhan/edukasi tentang pemberian ASI eksklusif menjadi upaya yang paling banyak dilakukan. Upaya ini akan lebih efektif dilakukan sejak pre-natal hingga ibu menyusui. Konseling pada masa prenatal memiliki dampak terhadap pemberian ASI sampai 4-6 minggu, sedangkan konseling yang diberikan pada saat prenatal dan postnatal berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan dilakukan penyuluhan pada ibu meningkatkan persentase pemberian ASI dari 16,6 persen menjadi 83,3 persen. Pemberian konseling yang bertujuan untuk meningkatkan pemberian ASI dapat harus terus dilakukan baik secara individu ataupun kelompok ibu hamil.
Terkait kebijakan pemberian ASI, pemerintah sudah banyak memberikan dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI melalui peraturan, namun pelaksanaannya masih belum berjalan dengan optimal karena peraturan yang dikeluarkan oleh pusat implementasinya di lapangan diserahkan kepada masing-masing daerah, sedangkan tidak semua daerah menjalankan peraturan tersebut. Pemerintah pusat sebaiknya membuat sanksi yang tegas kepada pemerintah daerah dan penyedia fasilitas umum yang tidak menjalankan peraturan tentang ASI agar hak anak untuk mendapatkan ASI eksklusif dapat terpenuhi.
Oleh : Nurul Puspita Sari, SST.
Penulis adalah Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Buton