ZONASULTRA.ID, KENDARI – Kelor merupakan jenis tanaman yang sering diolah menjadi makanan sehari-hari. Kelor memiliki banyak khasiat bagi kesehatan, di antaranya dapat merangsang metabolisme tubuh agar optimal dalam membakar kalori.
Tanaman yang memiliki nama ilmiah Moringa oleifera ini tak hanya bisa dimasak untuk dijadikan sayur, melainkan juga dapat diolah menjadi minuman. Contoh olahan minuman yang terbuat dari kelor misalnya teh.
Minuman teh daun kelor dipercaya memiliki manfaat untuk kesehatan bila dikonsumsi secara rutin. Manfaat dari teh kelor di antaranya dapat menurunkan tekanan darah akibat kandungan quercetin yang berfungsi membantu menurunkan tekanan darah.
Beberapa orang pun kini sedang fokus mengembangkan minuman teh berbahan daun kelor. Salah satunya Anshar, yang saat ini mempunyai usaha teh kelor yang diproduksi di rumahnya.
Usaha teh kelor milik Anshar dinamakan “Te Wuna Moringa” yang berpusat di Desa Lupia, Kecamatan Kabangka, Kabupaten Muna. Usaha ini mulai dirintis sejak 2020.
Ide mengelola usaha teh kelor mulanya muncul ketika dia menyelesaikan studi magister di Jurusan Perikanan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari pada 2019.
Awalnya Anshar melakukan penelitian untuk tesisnya mengenai pemanfaatan kelor sebagai pangan ikan. Dalam menyusun tesisnya, ia mencari sejumlah sumber untuk mendukung hasil penelitiannya. Lalu dari berbagai literatur yang dibacanya, ternyata ia menemukan jika kelor juga dapat diolah menjadi minuman.
“Sejak saat itu saya terus melakukan uji coba. Kemudian pada awal 2020 saya memberanikan diri membuat olahan daun kelor menjadi teh celup,” tutur Anshar.
Dalam menjalankan usaha pengolahan daun kelor menjadi teh, Anshar dibantu beberapa anggota keluarga seperti istri, anak, saudara, hingga orang tua. Dia pun sampai saat ini belum menggunakan jasa tenaga karyawan di luar anggota keluarga.
Produk teh kelor yang dipasarkan Anshar dikemas dalam sebuah dus plastik berbahan kertas seberat 50 gram. Satu dus berisi 20 celupan yang dibanderol dengan harga Rp15.000. Dus yang dipakai sendiri dipesan dari percetakan di luar kota.
“Ketika itu saya menghabiskan modal sekitar Rp5 jutaan, di antaranya dipakai untuk membeli dus kemasan dan kantong teh celupnya yang harus dipesan di Jawa,” ungkapnya.
Saat ini area pasar terbesar dari produk teh kelor punya Anshar masih tersebar di beberapa kota di wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra). Di Kota Kendari misalnya, teh kelor “Te Wuna Moringa” dapat ditemui di sejumlah minimarket.
Sementara untuk pemasaran di daerah Kabupaten Muna, Anshar menitipkan produk olahannya di Koperasi Bima Sakti dan rumah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Di luar Sultra juga ada. Di Jakarta dan Bekasi yang sering pesan,” ujarnya.
Anshar memperkirakan omzet yang diraup dari hasil penjualan produk teh kelor miliknya berkisar di angka Rp3 jutaan.
Tahapan Pembuatan Teh Kelor
Pengolahan daun kelor sampai menjadi minuman teh dilakukan melalui beberapa tahapan. Dimulai pengambilan daun kelor yang layak diolah, pemisahan daun kelor dari tangkai, pengeringan, kemudian penggilingan, hingga dibungkus dan disusun rapi dalam kemasan dus.
Jenis daun kelor yang diolah untuk membuat teh biasanya berwarna hijau tua. Daun kelor dengan warna seperti ini dianggap masih segar dan mengandung nutrisi yang sangat tinggi. Berbeda jika warnanya sudah kekuning-kuningan, kandungan nutrisinya semakin berkurang.
Anshar membeli daun kelor dari masyarakat sekitar. Selain itu, Anshar juga menanam sendiri di sekitar pekarangan rumahnya, namun jumlahnya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pengolahan.
Setelah mengumpulkan daun kelor yang siap diolah, selanjutnya pemisahan daun kelor dari tangkainya. Proses pemisahan dilakukan bersama anggota keluarga dengan cara yang masih manual.
Adapun tangkai yang telah dipisahkan dengan daun tidak dibuang begitu saja, melainkan dikumpulkan dalam satu tempat untuk dibuat menjadi pupuk organik cair.
Proses selanjutnya yaitu daun kelor yang dipisahkan dari tangkainya tadi disimpan dalam satu wadah khusus untuk dikeringkan. Proses pengeringan sudah menggunakan mesin modern dengan menghabiskan waktu antara tiga sampai empat jam.
Daun kelor yang benar-benar sudah kering ditandai ketika berbunyi kriuk-kriuk. Setelah dipastikan kering, daun kelor digiling memakai mesin blender. Hasil penggilingan ditampung dalam sebuah tempat yang ukurannya disesuaikan dengan jumlah daun kelor yang digiling.
Tahap terakhir daun kelor yang sudah selesai digiling dikemas seperti tampilan teh saset pada umumnya lalu disusun rapi ke dalam sebuah dus.
Produk teh kelor usaha Anshar sudah mempunyai legalitas setelah mengantongi sertifikat izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dari dinas kesehatan setempat dan sertifikat halal dari Menteri Agama.
Namun saat ini kekurangan bahan daun kelor menjadi masalah yang biasa ditemui Anshar dalam menjalankan usahanya. Daun kelor yang didapatkan belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan produksi. Alhasil, terkadang dia berhenti sementara berproduksi sambil menunggu ketersediaan bahan baku daun kelor.
“Kebutuhan bahan baku per bulan kisaran 300 kilogram,” katanya.
Untuk mengatasi masalah kekurangan bahan baku, Anshar membuka lahan seluas kurang lebih satu hektare untuk ditanami pohon kelor.
Produk teh kelor milik Anshar juga kini telah mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat. Usahanya sekarang menjadi binaan Dinas Tanaman Pangan, Perkebunan dan Holtikultura Kabupaten Muna.
Adapun bantuan hasil pemberian dari dinas terkait berupa mesin pengolahan yang digunakan Anshar untuk memproduksi teh kelor. Selain itu, pemerintah membantu akses pasar dan menyosialisasikan gerakan tanam kelor untuk menjamin ketersediaan bahan baku.
Pemerintah Daerah Kabupaten Muna juga berencana menaikkan kapasitas produksi teh kelor milik Anshar dengan memodernisasi semua peralatan yang digunakan.
Modernisasi peralatan ditujukan selain meningkatkan hasil produksi, juga untuk memaksimalkan pengolahan limbah usaha teh kelor dengan dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organik. (A/SF*)
Kontributor: Yudin
Editor: Jumriati