ZONASULTRA.ID, KENDARI– Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo menerima gelar La Ode Muhammad Joko Widodo Lakina Bhawaangi Yi Nusantara saat melakukan Kunjungan kerja (Kunker) di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Senin lalu.
Gelar La Ode ataupun Wa Ode pada kerajaan Buton dan Muna sejatinya diberikan atau yang berhak menyandangnya adalah kaum “kaomu” atau bangsawan.
Kendati demikian, Budayawan Sultra La Niampe mengatakan bahwa pemberian gelar kepada orang nomor satu di Indonesia tersebut sah-sah saja.
Kata dia, dalam pemberian gelar adat, ada dua hal yang menjadi pertimbangan yaitu pemberian gelar diberikan berdasarkan hubungan kekeluargaan atau turunan raja-raja terdahulu sampai saat ini serta kontribusinya terhadap pembangunan daerah setempat atau Sultra secara umum.
“Seorang Presiden Jokowi, diberi gelar La Ode Muhammad Joko Widodo misalnya, itu memenuhi syarat dua-duanya,” ucap La Niampe melalui komunikasi telepon Whatsapp pada Selasa malam (27/9/2022).
Salah satu profesor di Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari tersebut menjelaskan, alasannya bahwa kerajaan Buton dipimpin oleh raja/ratu pertama bernama Wa Kaa Kaa yang seyogianya adalah orang Jawa yang juga memiliki suami bernama Sibatara yang berasal dari Jawa.
Hal tersebut menjadi dasar pangkal keturunan bangsawan Buton berasal dari Wa Kaa Kaa atau dari Jawa. Sehingga ia menilai bahwa Jokowi sebagai orang Jawa sangat pantas menerima gelar tersebut karena berdasarkan naskah kuno, hubungan antara Buton dan Jawa kuno pada masa lampau tidak bisa dipisahkan melalui Wa Kaa Kaa dan Sibatara.
La Niampe sebagai ahli naskah kuno menyampaikan bahwa asal usul La Ode di Buton memang berasal dari Jawa jika melihat dari raja pertamanya dan naskah kuno antara kerajaan Buton dan Jawa kuno.
Pemberian gelar adat kepada Jokowi oleh pemerintah Kota Baubau dan lembaga adat menurutnya pantas karena kedatangannya di Baubau bukanlah untuk menerima gelar, tetapi melakukan kunjungan dan tinjauan pada pemerintah Kota Baubau yang sebelum itu juga memberi bantuan kepada pemerintah Kota Baubau.
Menurut La Niampe, seluruh suku bangsa yang ada di Sultra patut mengapresiasi pemerintahan Joko Widodo khususnya pribadinya yang diberi gelar adat La Ode.
Pasalnya, selama 2 periode kepemimpinannya sudah 7 kali melakukan kunjungan ke Sultra serta bantuan-bantuan lain yang telah diberikan.
Senada dengan itu, Budayawan Sultra lainnya Syahrun menyampaikan, bahwa pemberian gelar adat di Sultra khususnya Buton terhadap orang-orang yang dianggap penting dan memiliki garis keturunan diluar bangsawan bukan kali pertamanya di lakukan.
Dan menurutnya pemberian gelar untuk Presiden maupun para menteri sebelumnya adalah sah jika yang memberi gelar tersebut berasal dari perangkat adat kesultanan Buton.
” Tapi kalau dari segi siapa sebenarnya yang berhak menyandang La Ode atau Wa Ode jika menilik dari sejarah masa lalu tentu mereka ialah golongan kaomu. Kalau Muna dan Buton dulu itu nama La Ode dan Wa Ode hanya diperuntukkan bagi mereka dari golongan kaomu, tidak sembarangan,” jelas Syahrun.
Akademisi UHO tersebut juga menyampaikan bahwa sahnya gelar La Ode Joko Widodo menurutnya karena diberikan langsung oleh Sultan Buton ke-40 La Ode Izat Manaarfa serta perannya sebagai Presiden RI dalam hal pembangunan untuk Indonesia tak terkecuali Sultra dan Buton secara khusus.
Selain itu, Presiden juga telah turut andil dalam memperkenalkan Buton di kancah nasional dengan mengenakan pakaian adat Buton saat pelaksanaan upacara peringatan HUT RI lalu.
“Sudah banyak menteri-menteri juga diberikan gelar adat karena peran mereka dalam memimpin negeri ini, sehingga perangkat adat itu memberikan gelar kebangsawanan La Ode dengan embel-embel dibelakang seperti Lakina Bhawaangi Yi Nusantara untuk Presiden,” tambahnya.
Kedua Budayawan Sultra tersebut sependapat bahwa tidak ada persoalan terkait pemberian gelar adat kepada siapapun yang memiliki kontribusi terhadap daerah bukan hanya sekedar isapan jempol belaka.
Pasalnya telah banyak pemberian gelar adat sebelumnya kepada beberapa tokoh sebagai bentuk penghormatan, misalnya Presiden SBY yang diberi gelar di beberapa daerah di Nusantara.
Dengan penyematan gelar La Ode Muhammad Joko Widodo Lakina Bhawaangi Yi Nusantara tersebut menjadikan beban moral untuk memberikan tanggung jawabnya kepada daerah yang memberikan gelar tersebut. Dalam pemberian gelar adat ada komitmen-komitmen yang telah dibangun meskipun tidak selalu terbuka.
Sehingga diharapkan pemerintah Indonesia bisa memberi perhatian khusus serta memberikan efek pembangunan baik Sumber Daya Manusia (SDM) maupun pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang jika dikelola dengan baik dan tepat bisa lebih mensejahterakan masyarakat Sultra. (A)
Kontributor: Ismu Samadhani
Editor: Ilham Surahmin
La Ode artinya Malam dan Wa Ode artinya Siang
Keduanya saling Melengkapi