ZONASULTRA.ID, KENDARI – Berkas perkara terkait tambang ilegal di Konawe Utara (Konut) dari Penyidik Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi telah dinyatakan lengkap (P.21) oleh Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 9 November 2022. Kemudian Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi telah menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksanaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Tersangka tersebut yaitu FKR (35) selaku direktur PT BMN yang beralamat di Kelurahan Punggaloba Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari beserta barang bukti berupa 1 unit ekskavator Hitachi, 1 unit mobil Hilux, 3 karung/kantong sampel ore nikel, 3 buah jeriken BBM, dan surat-surat.
Perkara yang melibatkan tersangka FKR (35) selaku direktur PT BMN adalah kasus mengerjakan, menggunaan kawasan hutan secara tidak sah untuk kegiatan pertambangan nikel illegal yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di Kawasan Hutan Produksi Komplek Hutan Lasolo, di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sultra.
Penindakan terhadap pengunaan kawasan hutan secara tidak sah untuk kegiatan tambang ore nikel ilegal ini berawal dari operasi gabungan pengamanan hutan pada tanggal 11 Agustus 2022 oleh Gakkum KLHK wilayah Sulawesi bersama dengan Polda Sultra dan Brimob Polda Sultra. Mereka berhasil mengamankan 1 karung sampel ore nikel hasil penambangan ilegal, 1 unit ekskavator dan 1 unit mobil Hilux dobel cabin yang saat ini dititipkan di kantor Rupbasan Kota Kendari.
FKR dijerat pidana pasal 78 ayat (2) Jo pasal 50 ayat (3) huruf “a” Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana telah diubah dalam pasal 36 angka 19 pasal 78 ayat (2) Jo pasal 36 Angka 17 pasal 50 ayat (2) huruf “a” UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja dan/atau pasal 89 ayat (1) huruf b dan/ atau pasal 91 ayat (1) huruf a Jo pasal 17 ayat (1) huruf a dan d Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dalam pasal 37 angka 5 pasal 17 ayat (1) huruf d Undang- Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atas kejahatan ini tersangka FKR diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Kami kembali berhasil mengungkap kasus mengerjakan, menggunaan kawasan hutan secara tidak sah untuk kegiatan pertambangan ilegal. Terima kasih untuk semua pihak yang telah bersinergi untuk mengungkap dan menyelesaikan kasus ini, terutama semua tim yang teribat terutama Tim Operasi Penyidik PPNS, Kepolisian Daerah Sultra, BPKH Kendari, Dishut Provinsi Sultra. Untuk selanjutnya kami akan segera laksanakan Tahap II ke Kejaksaan,” ungkap Dodi Kurniawan, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi melalui siaran pers.
Sementara itu, Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK mengatakan bahwa penindakan terhadap tersangka ini bentuk keseriusan dan komitmen Gakkum KLHK untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup dan kehutanan.
“Kerusakan lingkungan hidup dan kehutanan merupakan kejahatan serius dan luar biasa karena merusak ekosistem, mengganggu kesehatan masyarakat dan merampas hak-hak warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta menimbulkan kerugian negara” tegas Rasio Ridho Sani.
Dia melanjutkan, komitmen KLHK dalam melakukan penegakan hukum guna mewujudkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sangat konsisten. Dalam beberapa tahun ini, Gakkum KLHK telah membawa 1.308 perkara pidana dan perdata ke pengadilan baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan. KLHK juga telah menerbitkan 2.446 sanksi administratif dan melakukan 1.854 operasi pencegahan dan pengamanan hutan, 706 diantaranya operasi pemulihan keamanan kawasan hutan.
“Sekali lagi kami harapkan penangan kasus ini akan menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lainnya. Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang sudah merusak lingkungan, menyengsarakan masyarakat dan merugikan negara,” pungkas Rasio Sani. (*)
Editor: Muhamad Taslim Dalma