ZONASULTRA.COM, KENDARI – Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi mengakui bahwa telah terjadi penambangan nikel ilegal secara berulang kali di salah satu kawasan hutan Konawe Utara (Konut). Meski sudah ada penindakan, pelaku penambangan ilegal ini tetap berani masuk merusak lingkungan hutan.
Hal itu tampak pada kasus tambang ilegal yang melibatkan PT Bahari Mineral Nusantara (BMN). Perusahaan ini mengerjakan, menggunaan kawasan hutan secara tidak sah untuk kegiatan pertambangan nikel illegal yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di Kawasan Hutan Produksi Komplek Hutan Lasolo, di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sultra.
Dalam kasus ini, FKR (35) selaku direktur PT BMN ditetapkan menjadi tersangka. Barang bukti yang diamankan berupa 1 unit ekskavator Hitachi, 1 unit mobil Hilux, dan barang bukti lainnya telah dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari.
“Dari hasil penyelidikan kami sudah proses di sana 2021 dan dan 2022 awal. Nah ini (PT BMN) tidak jauh dengan lokasi yang kita proses sebelumnya. Setelah melihat proses kita selesai tidak ada aktivitas, nah mungkin dia mencoba melakukan kembali,” ujar Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Dodi Kurniawan ketika acara penyerahan barang bukti tambang ilegal di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari, Rabu (16/11/2022).
Kendati demikian, Dodi enggan menyebut oknum-oknum yang membekingi para pelaku ini sehingga berani secara berulang kali masuk melakukan penambangan ilegal. Dia beralasan itu bagian dari penyidikan yang tidak semestinya diungkap saat ini.
Dalam pengungkapan kasus, Gakkum KLHK melakukan operasi gabungan pengamanan hutan bersama dengan pihak kepolisian. Saat ini pelaku-pelaku maupun oknum yang terlibat tambang ilegal di Konut sedang ditelusuri.
Dodi menyatakan dalam penegakkan hukum maka Gakkum KLHK tidak bisa bekerja sendiri tapi perlu bekerja sama dengan semua pihak mulai dari kalangan pemerintah daerah, masyarakat, termasuk pihak PT Antam Tbk selaku pemilik Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimasuki penambang ilegal tersebut.
“Masyarakat juga lebih penting. Kalau masyarakat mencegahnya lebih cepat, itu lebih baik. Kalau masyarakat membiarkan, nah ini menjadi masalah. Karena ini sudah berlarut-larut, makanya penegakan hukumnya ini upaya terakhir dalam penyelesaian masalah,” ujar Dodi. (*)
Reporter: Muhamad Taslim Dalma