Sara Kadie Mandati Gagalkan Pengangkatan Meantu’u Mandati

Sara Kadie Mandati Gagalkan Pengangkatan Meantu'u Mandati
PENGHENTIAN- Konta Bitara bersama Meantu'u Mandati dan Meantu'u Agama beserta jajaran Sara Kadie Mandati saat menghentikan upaya pelantikan Meantu'u Mandati di Masjid Syuhada. (Istimewa)

ZONASULTRA.ID, WANGI-WANGI – Sara Kadie Mandati, Kecamatan Wangiwangi Selatan (Wangsel), Kabupaten Wakatobi, menghentikan/menggagalkan dan membubarkan proses pengukuhan Meantu’u Mandati di Masjid Syuhada, Kelurahan Mandati I, Minggu (14/5/2023).

Bukan tanpa alasan mereka menghentikan proses tersebut, pasalnya di wilayah Sara Kadie itu masih ada Meantu’u Mandati yakni Hasan Ode. Sehingga lahir kesepakatan bahwa hanya akan dilaksanakan pembacaan doa tolak bala dan doa selamat yang dikawal oleh pihak keamanan.

Konta Bitara Sara Kadie Mandati Nuru Dego mengungkapkan, mereka nyaris terperdaya usai pembacaan doa tolak bala dan doa selamat. Hampir dilakukan pengangkatan Meantu’u Mandati, sehingga dengan cepat mereka langsung menghentikan acara tersebut dan langsung bubar.

Nuru Dego menerangkan, upaya pengukuhan yang dipaksakan itu dinilai adalah bentuk siasat untuk memporak-porandakan rumpun keluarga besar di wilayah Mandati, oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

“Nanti ada oknum yang berinisial UB barulah muncul versi-versi yang memecah belah masyarakat. Pencegahan yang kita lakukan itu semata-mata karena yang mereka lakukan tidak sesuai tatanan adat yang terpelihara, dihargai, dan dihormati selama ini oleh leluhur/orang tua terdahulu. Masuknya oknum UB yang mengatasnamakan Sara Kadie terdapat upaya memecah belah keluarga besar di Mandati,” ungkapnya.

Menurutnya, mereka-mereka yang diajak untuk menjadi bagian dari Sara yang tidak jelas kedudukannya itu harusnya bisa lebih jeli melihat kondisi itu.

Sara Kadie Mandati Gagalkan Pengangkatan Meantu'u Mandati
Sultan Buton versi La Ode Izat Manarfa beserta jajarannya berdiskusi di luar masjid saat Sara Kadie Mandati menghentikan upaya pengukuhan Meantu’u Mandati yang baru.

“Yang disampaikan untuk menjadi bagian dari Sara itu harus merasa diri bahwa mereka dipanggil dengan maksud untuk merusak hubungan keluarga, pasti mereka tidak mau diperdaya seandainya mereka menyadari. Sayangnya mereka tidak mengkaji dan menganalisa itu karena mereka mengambil orang-orang dari lingkaran keluarga besar kita,” jelasnya.

Dia menjelaskan, La MDP misalnya yang akan diangkat harusnya juga tahu diri bahwa jabatan yang akan dipikulnya itu adalah jabatan La Toode (Meantu’u) Agama, harusnya berpikir seribu kali, karena Meantu’u Agama juga itu masih ada dan juga keluarganya.

“Kita berani ke sana agar masyarakat umum khususnya di wilayah Mandati mengerti tentang tatanan adat yang ada di wilayah kita karena selama ini saya tidak pernah mendengar maupun melihat ada dua Meantu’u Mandati dan Meantu’u Agama di satu Kadie,” terangnya.

Konta Bitara Sara Kadie Mandati juga berujar, sangat wajar kalau masyarakat itu resah dengan keberadaan orang-orang tertentu yang memang menganggap dirinya sebagai tokoh, lalu tokoh tersebut hanya mengeruhkan/memperuncing situasi.

“Padahal dia (UB) yang menganggap dirinya sebagai tokoh ternyata hanya mengadu domba masyarakat di wilayah Mandati. Nanti baru ada UB ini baru situasi terjadi seperti ini. Masyarakat dikorbankan, sehingga masyarakat kadang tidak tahu mau mengeluh kemana, mau ke kiri atau ke kanan yang pada akhirnya serba salah,” ujarnya.

Meantu’u Agama Sara Kadie Mandati La Toode menyampaikan, bahwa di wilayah Mandati tersebut merupakan satu rumpun keluarga. Di kondisi dan keadaan itu harusnya ada ketegasan dari Pemerintah daerah (Pemda) supaya kegiatan-kegiatan yang sifatnya merusak tatanan adat agar dihentikan.

“Dimana-mana imbas mempertahankan adat itu hidup dan mati, kok ada yang bisa masuk memecah belah keluarga. Sepanjang masyarakat itu tahu bahwa tatanan itu seperti yang terpelihara selama ini, maka itu harus dipertahankan,” tuturnya.

Meantu’u Agama juga mengatakan, seluruh masyarakat yang ada di wilayah Mandati itu namanya masyarakat adat. Masyarakat adat Mandati tersebut hidup dengan adatnya, meninggal dengan adatnya, namun harus dengan adat yang benar, bukan yang menambahkan apalagi mengurangi nilai adat yang sesungguhnya.

“Kita ini masyarakat bodoh (lurus/polos), disitulah orang-orang pintar yang mempunyai ilmu politik memanfaatkan kita, imbasnya mengorbankan masyarakat sehingga terjadi begini. Masa sudah ada Meantu’u yang sudah ditetapkan tapi masih mau lagi mengangkat Meantu’u baru,” paparnya.

Amatan media ini, Sultan Buton versi La Ode Izat Manarfa yang tadinya akan mengukuhkan, hanya sampai di luar masjid. Dia tidak sempat melakukan pengambilan sumpah, akibat dihentikan oleh Sara Kadie Mandati.

Sebagai informasi, Meantu’u Mandati adalah putra terbaik Sara Kadie Mandati yang tugasnya mempertanggungjawabkan kebiasaan adat di kampung. Bilamana ada kebutuhan pemerintah, masyarakat dan golongan manapun maka dia cukup mendengar dulu dan tidak bisa langsung mengambil kesimpulan tanpa melalui Potapaki (musyawarah) dengan Sara di Kadie, kecuali berkaitan dengan pribadinya dan terpaksa untuk keselamatan Sara secara keseluruhan.

Ketika Meantu’u Mandati mengikuti rapat atau acara apapun bentuknya maka dia harus melaporkan ke majelis Sara Kadie. Setelah ada kesimpulan/keputusan maka itulah yang dipertanggungjawabkan oleh Meantu’u, itu juga salah satu perbedaannya dengan beberapa Kadie.

Di zaman dulu kesultanan adalah pusat pemerintahan, turun ke bawah ada yang namanya Barata yang setara Provinsi, dan di tingkat daerah/wilayah maka di situlah keberadaan Sara Kadie Mandati.

Kadie Mandati punya keistimewaan tersendiri yang beda dengan Kadie lain. Karena Kadie Mandati memiliki kedudukan khusus di Kesultanan Buton, salah satunya adalah bilamana ada peristiwa penting di Kesultanan maka Mandati harus hadir di gugus depan. (B)


Kontributor : Nova Ely Surya
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini