ZONASULTRA.ID, KENDARI – Arbeiter-Samariter-Bund (ASB) Indonesia and the Philippines ikut berpartisipasi dalam peringatan bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2023 di Sulawesi Tenggara (Sultra). Lembaga tersebut akan memberikan pelatihan pelatihan dasar bagi fasilitator penanggulangan bencana (PB) inklusif penyandang disabilitas disalahkan satu hotel di Kendari pada 4 hingga 8 Oktober 2023.
Kegiatan tersebut melibatkan 20 peserta yang terdiri dari BPBD Sultra 5 orang, OPDIS Sultra 2 orang, OPDIS Sulawesi Utara (Sulut) 1 orang, OPDIS Sulawesi Barat (Sulbar) 1 orang, OPDIS Sulawesi Selatan (Sulsel) 1 orang, OPDIS Gunung Kidul 1 orang, dan peserta terbuka 9 orang. Penyelenggara yang hadir terdiri dari 8 orang yaitu ASB 3 orang, fasilitator 3 orang, dan SLI 2 orang.
ASB Indonesia and the Philippines merupakan lembaga non-pemerintah internasional yang berkantor pusat di Jerman. ASB bekerja di Indonesia sejak 2006 berdasarkan Memorandum Saling Pengertian (MSP) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Indonesia yang bekerja untuk mendukung pembangunan ketangguhan masyarakat yang inklusif.
Kepala BPBD Sultra Muhammad Yusup mengatakan, pendaftaran pelatihan tersebut dibuka untuk 198 orang, namun yang diterima hanya 20 orang untuk menjadi tenaga sukarela masalah kebencanaan, khususnya disabilitas.
“Jadi mereka nanti sebagai tenaga pengajar. Di gaji dari luar negeri. Mereka nantinya akan mengajarkan praktik penanggulangan bencana pada masyarakat,” ungkap Yusup saat ditemui di kantornya pada Rabu (4/10/2023).
Ia mengatakan bahwa fasilitator PB inklusif penyandang disabilitas tersebut baru terbentuk di Sultra dan akan bekerja khusus untuk wilayah Sultra.
Yusup menjelaskan persoalan bencana yang terjadi di wilayah Sultra utamanya daratan dan kepulauan berbeda-beda. Misalnya daerah kepulauan, potensi bencana yang besar adalah banjir rob, angin puting beliung, dan kekeringan seperti yang dialami saat ini.
Sementara daerah daratan, potensi besar bencana yaitu banjir, gempa, puting beliung, banjir rob di sebagian daratan, konflik sosial, serta kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
“Tentu kita memberikan pembelajaran kepada masyarakat sesuai dengan potensi dan risiko bencana yang ada di daerah masing-masing,” tuturnya.
Ia harap, fasilitator yang dilatih tersebut menjadi kekuatan tambahan yang akan berkolaborasi dengan pemerintah provinsi (Pemprov) maupun pemda serta stakeholder terkait untuk meminimalisir bencana ataupun dampak bencana yang mungkin saja bisa terjadi. (B)
Kontributor: Ismu Samadhani
Editor: Jumriati