ZONASULTRA.ID – Pada Masyarakat Muna terdapat kesenian alat musik tradisional yang disebut “rambi wuna”. Kesenian musik khas ini terdiri dari dua suku kata dari bahasa daerah Muna yakni “rambi” dan “Wuna”. Rambi artinya ‘pukul’ atau ‘memukul’ sedangkan ‘Wuna’ adalah nama lain dari Muna yang menunjukkan asal alat musik ini.
Dapat dijelaskan bahwa kesenian alat musik Rambi Wuna merupakan suatu seni pertunjukan dalam memukul alat musik yang terdiri dari dua alat musik yaitu “mbololo” (gong) dan “ganda” (gendang). Dua alat musik inilah yang dimainkan dalam rambi wuna. Pemainnya sendiri ada empat orang yang berperan sebagai pemukul gong, pemukul gendang (metepa), pemukul gong kecil, dan pemukul kulit kayu gendang (mepisi).
Rambi Wuna mempunyai peran di bidang kebudayaan, kesenian dan perkembangan parawisata karena selalu hadir dalam event-event pertunjukan di Muna. Kesenian alat musik ini biasanya terdapat dalam acara karia (tradisi pingitan untuk perempuan), awal musim tanam, atraksi silat ewa wuna dan lain sebagainya.
Musik khas tradisional Kerajaan Muna yang populer sejak abad ke-17 ini pun mendapat perhatian serius dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Terbukti, pada 2021 lalu Rambi Wuna diundang untuk tampil di Gedung Kesenian Jakarta. Tentu itu hal yang sangat membanggakan. Sebab, tak mudah menampilkan musik tradisional di Gedung Kesenian Jakarta.
Tampilnya Rambi Wuna dalam ajang itu sebagai bagian dari promosi musik-musik tradisional Indonesia untuk menarik minat pariwisata dunia datang ke Tanah Air.
Banyak musik tradisional di Sultra, tetapi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif lebih memilih Rambi Wuna untuk tampil di Gedung Kesenian Jakarta karena musik yang disuguhkan masih asli.
Selain itu, pertunjukan rambi wuna ini selalu dapat menarik minat penonton untuk datang menyaksikan dan mendengarnya. Misalnya dalam pertunjukan silat ewa wuna, penampilan rambi wuna jadi bagian penting sehingga penonton menjadi ramai.
Contoh lain pada Hari Pers Nasional (HPN) 7 Februari 2022 lalu di Kendari, stan pameran Pemerintah Kabupaten Muna seketika dipadati pengunjung karena menampilkan musik rambi wuna. Tidak hanya kalangan orang tua, terlihat kaum milenial antusias menyaksikan pertunjukan tersebut.
Eksistensi Rambi Wuna
Sebelum hadirnya alat-alat musik modern saat ini, Rambi Wuna jadi musik yang paling populer di kalangan masyrakat Muna. Gendang dan gong jadi alat musik eksklusif, yang tidak semua kalangan masyarakat mampu memilikinya.
Tokoh masyarakat Kecamatan Tongkuno di Muna, La Dasar bercerita pada zaman dahulu alat musik rambi wuna jadi semacam kewajiban untuk dimiliki kalangan bangsawan atau tetua kampung. Sehingga, apabila mereka membuat acara maka ada pertunjukan rambi wuna.
“Rambi Wuna itu khusus (iramanya) tidak dipukul biasa itu gong dan gendang, sehingga tidak semua orang tahu caranya. Biasanya hanya orang tua yang tahu karena sudah biasa, kalau generasi muda yang sekarang belum tentu tahu,” ujar La Dasar yang sering jadi pemukul gendang dalam rambi wuna.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Lawa di Muna Barat, La Samau menjelaskan Rambi Wuna biasanya dimainkan ketika masyarakat Muna sedang bercocok tanam. Tujuan utama hanya untuk hiburan semata.
Dulu, kata La Samau perlombaan Rambi Wuna ditentukan berdasarkan seberapa lama pemain mampu menabuh gong dan gendang. Mereka yang mampu menabuh lama maka dialah pemenangnya.
“Jadi sekarang perlombaan Rambi Wuna itu kan dinilai, ada juri, dulu siapa yang lama main dialah pemenangnya,” ujarnya.
Rambi Wuna sendiri diyakini sudah ada di kalangan masyarakat Muna sejak pemerintahan Raja Muna La Ode Husaini.
Pemukulan gong pertama kali dikenalkan saat pingitan anak perempuan raja tersebut bernama Wa Ode Mono Kamba. Pingitan tersebut kini dikenal sebagai karia dan Rambi Wuna digunakan untuk mengiringi Tari Linda.
La Samau berharap baik musik Rambi Wuna maupun Ewa Wuna bisa terus dilestarikan, dan kaum milenial masyarakat Muna tertarik mempelajarinya. (*)
Editor: Muhamad Taslim Dalma