OPINI – Tanah air kita beberapa kali dilanda duka dan sedih, akibat maraknya aparat penyelenggara negara yang harus berhadapan dengan hukum, salah satu yang sering bermunculan dimuka publik ialah tindak pidana korupsi (tipikor) yang disebabkan penyalahgunaan wewenang jabatan. Betapa tidak, menurut rekapitulasi penindakan pidana korupsi yang dilansir oleh (website http://acch.kpk.go.id/statistik) salah satu media online, tentang penindakan terkait kasus korupsi oleh kpk.
Muh.Ilham Akbar ParaseBahwasannya Per 30 April 2016, di tahun 2016 KPK melakukan penyelidikan 28 perkara, penyidikan 32 perkara, penuntutan 19 perkara, inkracht 17 perkara, dan eksekusi 24 perkara. Dan total penanganan perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2004-2016 adalah penyelidikan 780 perkara, penyidikan 500 perkara, penuntutan 408 perkara, inkracht 337 perkara, dan eksekusi 357 perkara.
Diantara para pelaku tindak pidana korupsi ini sebagian berasal dari eksekutif atau pemerintahan daerah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, selama 11 tahun terakhir, sudah ada 64 kasus korupsi yang menyangkut para kepala daerah di negeri ini. Dari 64 kasus tadi, sebanyak 51 kasus sudah diputuskan pengadilan.
Hipotesis yang saat ini bisa kita jadikan landasan dalam berwacana, adalah mahalnya biaya untuk mengikuti pemilihan kepala daerah. Pada tahap pencalonan saja, para calon harus mencari pintu partai politik bahkan dukungan dari partai politik untuk mengusung dirinya maju pada pemilihan kepala daerah. Wacana yang kemudian berkembang, agar bisa mendapatkan dukungan penuh atau mendapatkan pintu partai politik, yang besar seperti skala calon kepala daerah ditingkat kabupaten saja, harus memakan dana sampai 1 miliar rupiah.
Belum pembiayan yang lain, seperti; pembiayaan team sukses, money politic ditambah lagi munculnya istilah serangan fajar. Dimana dimalam hari atau menjelang pagi pemilihan, team pemenangan salah satu calon akan membawakan amplop berisikan uang, selanjutnya dana kampanye & persiapan apabila ada calon yang merasa hak konstitusionalnya dikhianati, untuk menggugat di mahkamah konstitusi (MK).
Menimbulkan sebuah pertanyaan yang baru?, apakah yang dikejar para elite politik dinegara atau didaerah kita ini. Mengapa untuk memperebutkan kursi kepala daerah saja, harus menghambur-hamburkan dana yang begitu besar. Kembali kita mengembangkan hipotesis baru, di dalam praktik berdagang seorang penjual, yang ia akan fikirkan adalah “untung & rugi”.
Kita qiyaskan atau samakan dengan mahalnya biaya pemilihan kepala daerah, tentunya apabila kita merujuk pada teori praktik berdagang tadi tentang “ untung & rugi”. Maka kita dapat mengibaratkan calon kepala daerah ini sedang menanamkan investasi dagangannya, tentunya dengan harapan untung yang besar.
Apabila calon kepala daerah tersebut terpilih, perlu kita yakini bersama. saat ini bila melihat dari data-data kasus korupsi pada penjelasan diatas. Pola fikir yang muncul adalah, “bagaimana mengembalikan dana (uang) yang telah digunakan pada saat hendak mencalonkan sebagai kepala daerah”.
Sehingga masyarakat tidak perlu merasa risih, aneh dan jijik melihat perilaku-perilaku koruptif seperti ini, Sekali lagi “tidak perlu”. Mengapa demikian? Beberapa alasan akan kita kemukakan diantaranya; mahalnya, mendapatkan partai politik yang akan mencalonkan atau mengusung calon kepala daerah.
Kehidupan partai poltik sejauh ini dalam hal pembiayaan pengembangan partai politik didominasi oleh pemilik modal seperti pengusaha misalnya. Sehingga apabila calon kepala daerah tersebut yang berasal dari partai politik terpilih, tentunya kepentingan-kepentingan pemilik modal juga akan dikabulkan. Skalipun kepentingan-kepentingan tersebut dalam hal eksploitasi alam secara besar-besaran.
Alasan terakhir, masyarakat juga menghendaki terjadinya money politik. Masyarakat dapat kita ibaratkan pula, seperti sebuah pabrik, pabrik yang pekerjanya berkualitas & berkompetensi dalam menghasilkan suatu produk, akan menghasilkan produk yang berkualitas pula.
Namun pabrik yang tidak memiliki kualitas pekerja bahkan, dalam hal mengolah barang rendah, tidak memiliki kompetensi, tentunya tidak akan menghasilkan produk yang berkualitas. Maka didalam masyarakat bila ingin melahirkan suatu produk top leadership atau pemimpin yang berkualitas (jujur, amanah & merakyat), harus menciptakan suatu tatanan rezim pemilihan dalam hal ini pemilihan kepala daerah, yang tidak mengdepankan kepentingan semata. Menolak terjadinya money politik, mengdepankan azas jujur & adil.
Sulawesi tenggara menuju pilkada serentak 2017
Tujuh daerah di Sulawesi Tenggara (Sultra) akan melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2017 mendatang. Ke tujuh daerah itu masing-masing Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Buton Tengah, Kota Kendari, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Bombana, dan Kabupaten Muna Barat.
Kita akan kembali, memilih calon kepala daerah, pemimpin tumpuan harapan rakyat provinsi sulawesi tenggara terkhusus pada kabupaten masing-masing yang akan melaksanakan perhelatan pesta demokrasi lima tahunan sekali ini. Nantinya para calon akan berlomba-lomba mencari simpati rakyat.
Dari yang tadinya tidak pernah ke masjid akan sering berkunjung ke masjid apa lagi momen ramdhan saat ini. Yang awalnya jauh dari rakyat, tentunya akan menunjukan kedekatannya dengan rakyat. inilah pesta demokrasi kita, karena sejatinya menurut abraham lincoln mantan presiden amerika serikat ke-16.
Demokrasi ialah “from the people by the people and for the people”, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Mungkin para calon, mencoba mengamalkan istilah mantan presiden amerika serikat ke-16 ini. Tapi pertanyaannya, apakah setelah menjadi kepala daerah prinsip ini masih digunakan.
Itulah yang menjadi tugas kita bersama, sebagai masyarakat sulawesi tenggara yang cinta akan daerahnya. Untuk menolak segala bentuk money politik. Membangun suatu budaya politik yang baru, merubah pandangan “untung & rugi”, semata-mata hanya untuk pengabdian.
Apabila ini berhasil kita wujudkan, maka kensicayaan bagi seluruh masyarakat sulawesi tenggara. Sebuah revolusi perubahan yang baru, meluruskan kembali system yang keliru. Pemilihan kepala daerah yang murah, yang menguntungkan seluruh komponen masyarakat.
Solusi
- Dalam mensosialisasikan atau sarana kampanye para calon kepala daerah, sebagai sarana pengenalan dapat digunakan seperti stasiun televisi milik pemerintah (TVRI) secara Cuma-Cuma bagi para calon
- Membuat regulasi baru, terkait pengusungan calon dari partai politik. Bahwa harus melalui tes kemampuan (berkompeten) dan penelusuran rekam jejak (berkredibilitas & integritas) .
- Pembiayaan partai politik sepenuhnya dari APBN, dengan pengawasan keuangan yang ketat. Monitoring dari KPK atau BPK secara langsung.
Tujuannya ialah, agar menciptakan kampanye yang murah, calon yang berkompeten dan memiliki integritas serta punya kredibilitas dan partai politik tidak tergantung pada pemilik modal sehingga tidak menjadikan partai politik sebagi mesin pencari uang pula.
Oleh: Muh. Ilham akbar parase
Penulis Merupakan Aktivis Pegiat Anti Korupsi dan Ham