ZONASULTRA.ID, KENDARI– Dewan Pemabina Lembaga Aliansi Pemuda dan Pelajar (AP2) Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Hasanuddin Kansi, menuding adanya rekayasa dalam kasus pelecahan yang menimpa seorang guru sekolah dasar (SD) di Kendari berinisial SI (54).
Dewan Pembina AP2 Sultra, La Ode Hasanuddin Kansi, mengatakan bahwa kepala sekolah di tempat guru tersebut diduga menjadi dalang di balik kriminalisasi ini.
“Kami menduga kasus pelecahan ini direkayasa dan diprovokasi oleh oknum kepala sekolah di Kendari yang dimana tempat guru ini mengajar. Diduga juga menjadi dalang di balik kriminalisasi ini,” katanya kepada awak media, Minggu (17/11/2024).
Hasanuddin Kansi menjelaskan bahwa guru yang dituding melakukan pengungkapan terhadap muridnya ini sebelumnya telah beberapa kali disampaikan oleh kepala sekolah tersebut, termasuk tuduhan mencuri besi, namun tidak terbukti.
“Jadi sebelum kasus ini terjadi, sudah terjadi selisih paham antara kepala sekolah dengan gurunya sendiri, karena diduga kepala sekolah ini arogan dan tidak transparan dalam mengelola dana BOS,” jelasnya.
Menuturkan bahwa peristiwa yang diduga mengingatkan terjadi pada Senin, 26 Agustus 2024, saat guru tersebut menggantikan rekannya untuk mengajar matematika di kelas 5.
Menurut Hasanuddin, guru tersebut dikenal dekat dengan murid-muridnya dan sering berinteraksi secara hangat. Pada hari itu, guru tersebut memberikan tugas dan berinteraksi seperti biasa, termasuk menampar bahu dan mencubit pipi murid sebagai bentuk keakraban.
“Saat itu guru ini menggantikan temannya mengajar matematika, di ruang kelas 5 sekolah tersebut, saat itu guru dan murid berinteraksi seperti biasanya, dan memang guru ini terkenal sangat dekat dengan murid-muridnya baik laki-laki maupun perempuan,” ungkapnya.
Namun, setelah pelajaran usai, seorang murid melaporkan kepada guru Bahasa Inggris yang mengajar pada Kamis, 29 Agustus, bahwa ada interaksi fisik yang tidak pantas.
Laporan tersebut disampaikan kepada kepala sekolah yang kemudian memanggil murid-murid lain untuk menggali informasi lebih lanjut.
“Lalu kepala sekolah memanggil semua murid-muridnya yang diduga menjadi korban mengungkapkan ini, dan di antaranya kami menduga kepala sekolah mendesign dan memprovokatori kasus ini. Seharusnya kepala sekolah yang mencari jalan tengah bukan malah menambah memperkeruh suasana,” tambahnya.
Kemudian pada hari Jumat 30 Agustus 2024 kasus ini dilaporkan oleh orang tua siswa yang tak terima anaknya yang diduga menjadi korban berterima kasih.
“Tidak lama setelah pelaporan oleh beberapa orang tua murid, pada hari itu juga guru ini langsung dijemput dan dilakukan terpencil, diantara orang tua murid ini ada oknum polisi yang bertugas di Polresta Kendari juga yang ikut melapor,” jelasnya.
Pihaknya mengungkapkan ada dugaan kejanggalan dalam guru terpencil ini.
“Jadi pas hari Jumat ini guru ini langsung dijemput dirumahnya oleh beberapa oknum polisi, tapi anehnya saat mau dijemput itu tidak diperlihatkan surat tersingkir dan hanya disampaikan dijemput ke Polresta Kendari untuk dimintai keterangan saja tapi yang terjadi malah tidak kembali dan langsung dilakukan terpilih,” katanya .
“Nanti besoknya Sabtu 31 Agustus 2024 baru dikasihkan surat terpencil,” tambahnya.
Lebih lanjut, Hasanuddin mengatakan kasus tersebut sempat dimediasi oleh PGRI Kendari dan Dikbud Kendari namun tidak ada titik terang.
“Ada upaya mediasi tapi pada saat guru ini sudah ditahan, namun tidak ada kesepakatan damai karena salah satu orang tua murid dari 5 (lima) orang tua murid yang masih berkeras tidak mau berdamai, yang satunya ini yang oknum polisi ini,” bebernya.
Hasanuddin menegaskan bahwa penghentian akan mengawali kasus tersebut karena diindikasikan adanya indikasi kesalahan prosedur penangkapan.
“Pertama kami akan melaporkan hal ini ke Propam Polda Sultra, karena diduga dalam proses penangkapan dan tersingkirnya ada yang tidak sesuai prosedur. Kemudian kita juga akan melakukan aksi pemadatan hingga kasus ini membahas titik terang,” simpulnya.
Sebelumnya pernah diberitakan, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Kendari membeberkan kronologi hingga modus guru seni mencabuli belasan siswi sekolah dasar (SD) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kasat Reskrim Polresta Kendari, AKP Nirwan Fakaubun, mengatakan pencabulan yang dilakukan guru seni berinisial S (55) itu terjadi saat proses belajar mengajar berlangsung dalam ruang kelas, Senin (26/8/2024) lalu.
“Pelaku lebih dulu mengarahkan siswa-siswinya untuk mengerjakan tugas dalam kelas. Ia selanjutnya berpura-pura memberikan arahan sembari menepuk belakang para siswi,” katanya, Selasa (3/9/2024).
Guru tersebut kemudian melakukan aksi tak terpuji. Di mana, pelaku meraba dan memegang bagian sensitif salah satu korban. Sepulang sekolah, korban langsung menceritakan kasus yang dialami kepada keluarganya.
Tidak terima dengan perlakuan tak senonoh yang dilakukan guru tersebut, keluarga korban melaporkan kasus itu ke Polresta Kendari, Jumat (30/8).
Setelah serangkaian penyelidikan dan alat bukti yang lengkap, polisi akhirnya melakukan penetapan tersangka dan meringkus pelaku tanpa perlawanan di Kota Kendari.
Reporter: Sutarman