OPINI – Baru-baru ini masyarakat Sulawesi tenggara digegerkan dengan adanya kasus kematian Abdul. Kasus penyebab kematian Jalil ketika diamankan anggota kepolisian masih menimbulkan pertanyaan. Senin 6 Juni 2016 malam saat Jalil ditangkap oleh segerombolan anggota polisi di rumahnya masih dalam keadaan sehat wal afiat dan Jalil pun tidak melakukan perlawanan sama sekali. Tetapi, ketika keesokan harinya orang tua Jalil ke kepolisian untuk mengecek keberadaan anaknya, ternyata pria ia sudah tak bernyawa. Kuat dugaan hal ini terjadi akibat kekerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian PORESTA kota Kendari.
Laode Munawal AkbarTidak hanya jalil kasus serupa menimpa Suhardin (warga kota kendari) yang masih berumur 16 tahun yang diseret ke POLRES kab. Kolaka pada sabtu 11 Juni 2016 saat masih dirawat disalah satu Rumah Sakit Kolaka. Kondisi kesehatan yang belum pulih akibat kecelakaan yang terjadi polisi menjemput paksa Suhardin untuk dimintai keterangannya sebagai saksi dugaan tindak pidana kriminal setelah adanya laporan dari korban penjambretan.
Ketika pihak keluarga (ibu Suhardin) mendapatkan informasi Bahwa anaknya sedang dirawat di rumah sakit kolaka akibat kecelakaan yang menimpa anaknya tersebut. Seketika keluarga yang berangkat dari kota kendari memastikan kebenaran informasi tersebut. Namun setelah dicek di Rumah sakit, medis menyatakan bahwa Suhardin sudah tidak berada lagi di RS. Kepolisian membawanya ke Polres untuk kebutuhan penyelidikan kasus penjambretan.
Kejanggalan yang terjadi ialah “mengapa pihak kepolisian melakukan penyeidikan kepada Suardin sebagai saksi yang masih dalam proses pemulihan kesehatan. Seharusnya berdasarkan prinsip dan standar Hak asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas kepolisian menjamin perlindungan sepenuhnya terhadap kesehatan orang-orang yang berada dalam penanganan kepolisian.
Ketika pihak keluarga memastikannya di Polres kolaka, ibu Suhardi mendapati anaknya tersungkur dibawah meja aula polres kolaka dalam kondisi tak sadarkan diri sampai terkencing-kencing. Selanjutnya Suhardin dilarikan ke Rumah Sakit Abunawas Kendari oleh keluarganya. Dan selama dalam pemulihan kesehatan di Rumah Sakit Abunawas, Suhardin Meninggal dunia setelah dirawat selama 2 hari Di Rumah Sakit. Tentunya hal ini diduga ada perlakuan penyiksaan fisik yang dilakukan oleh kepolisian selama berada di Polres Kolaka dalam proses penyelidikan. Karena ketika Suhardin Dibawa oleh keluarganya di Salah satu rumah sakit di kota Kendari dari kantor polisi (Polres Kolaka) sedang dalam kondisi tak sadarkan diri.
Mengapa pihak kepolisian membiarkan dan menelantarkan Suhardin selama berada di Polres Kolaka? Apakah dalam proses penyelidikan korban mengalami kekerasan fisik dan intimidasi yang mengakibatkan kematian Korban?. Hal ini tentunya menjadi pertanyaan public ketika mendengar kabar ini.
Polisi sebagai kawan apabila polisi akrab dengan masyarakat, maka masyarakat akan menjadikan polisi sebagai kawan. Keberadaannya mendapat tempat di hati masyarakat dan dijadikan panutan serta merupakan sosok yang diidamkan.
Polisi adalah aparat penegak hukum jalanan yang langsung berhadapan dengan masyarakat dan penjahat. Polisi kadangkala berlepotan dengan darah korban kejahatan, darah penjahat dan bahkan dengan darahnya sendiri. Sudah banyak anggota polri yang gugur di lapangan pada saat menjalankan tugas yang pantas mendapat gelar sebagai pahlawan.
Pernyataan polisi sebagai lawan didasarkan pada adanya beberapa perilaku menyimpang oknum polisi terhadap masyarakat yang tidak menyenangkan. Rentetan masalah kekerasan oleh oknum kepolisian menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Kini Polisi bukan lagi sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat, institusi ini telah menampilkan wajah kejamnya kepada masyarakat. Kekerasan dan intimidasi yang sering dilakukan kepada masyarakat tak ubahnya seperti teroris yang menghantui masyarakat
Beberapa pengamat sering melontarkan penilaian bahwa Polri kerap melakukan pelanggaran HAM. Penilaian tersebut didasarkan pada kenyataan seringnya polisi menggunakan kekerasan dan bahkan ada yang memakan korban tatkala menjalankan tugas.
Namun apapun keadaannya, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 secara tersirat mengamanatkan bahwa Polri sebagai aparat penegak hukum harus melindungi HAM, disamping harus memelihara keamanan dan ketertiban umum. Tugas dan wewenang Polri masih diperluas lagi dengan tugas sebagai pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan masyarakat dan demi tegaknya undang-undang, juga membimbing masyarakat ke arah tercapainya kondisi yang menunjang terselenggaranya keamanan dan ketertiban umum dan melaksanakan tugas-tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
.
Oleh : Laode Munawal Akbar