ZONASULTRA.COM, RAHA – Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam ternyata pernah mangkir dari panggilan KPK. Nur Alam tidak hadir untuk memberikan keterangan di Kantor KPK, Jakarta.
Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif, mengatakan, Nur Alam dipanggil KPK beberapa waktu lalu hanya detail waktunya tak diketahuinya. Hal itu setelah sejumlah pejabat di lingkup provinsi Sultra diperiksa langsung oleh penyidik KPK terkait masalah perusahaan tambang, salah satunya PT. Anugrah Harisma Barakah (AHB).
“Yah itu bagian dari semua yang sedang diperiksa,” kata Syarif di Tongkuno, Muna (Sabtu, 9/7/2016) ketika ditanya apakah panggilan terhadap Nur Alam tersebut juga ada sangkutannya dengan rekening gendut atau dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Panggilan terhadap Nur Alam, sifatnya bukan paksaan karena KPK hanya ingin mengkonfirmasi soal kasus yang sedang diselidiki. Namun demikian, kata Syarif, jika sudah ada perkembangan kasus maka Nur Alam tetap akan dipanggil lagi.
Lanjut Syarif, seseorang dipanggil KPK, kelak statusnya bisa saja jadi tersangka dan bisa juga tidak, tergantung hasil pemeriksaan. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan dan belum sampai penyidikan, sehingga belum ada tersangka.
Pemeriksaan kasus dugaan korupsi di sektor pertambanag di Sultra terus berlanjut, menandakan KPK sedang membutuhkan informasi tambahan. Meskipun sudah cukup bukti, biasanya penyelidikan terus berlanjut sebagai bagian dari strategi untuk membongkar lingkaran kasus.
“Kita nda ada target ketika masuk di suatu daerah. Kalau ada indikasi korupsi kita periksa. Kalau sudah terpenuhi kita tingkatkan. Lama penyelidikan tergantung kompleksitas kasusnya,” ujar Syarif.
Sebelumnya, pada November 2015 lalu, KPK memeriksa 29 pejabat di Sultra yakni, sekretaris daerah Lukman Abunawas, Kepala Dinas (Kadis) Pertambangan Sultra, Burhanuddin, mantan kadis Pertambangan Hakku Wahab, mantan kadis kehutanan Amal Jaya, mantan kepala biro hukum Kahar Haris, Sekretatis Daerah (Sekda) Bombana Burhanuddin S Noy, Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Bombana, Kepala Bagian Hukum Kabupaten Bombana, satu orang pejabat pemerintah daerah (Pemda) Buton dari instansi dinas pertambangan, mantan kepala biro (Kabiro) Hukum yang kini menjabat sekretaris dewan (Sekwan) DPRD Provinsi Sultra Nasruan.
Selanjutnya, mantan bupati Buton Syafei Kahar, mantan Bupati Bombana Atikurahman, mantan Kepala Dinas Pertambangan Bombana yang kini menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Konkep Cecep Trisnajayadi, Kepala Bidang (Kabid) Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Sultra, Aminoto, Kepala Biro Hukum Dinas Pertambangan Buton, Radjilun.
Sementara itu, dari pihak swasta yakni bendahara DPW PAN Sultra sekaligus pemilik PT Sultra Timbel Mas Robby Ardian Pondiu, Direktur UD Maju Kendari, Jeri Cindarma, Direktur Untung Anaugi, Abraham Untung beserta sang anak, Direktur PT Sultra Timbel Emas Maulana Tomas Mosori serta Sutomo dan Risma dari Bank Mandiri Kendari.
Berdasarkan pengakuan Atiqurrahman pemeriksaan KPK tersebut terkait dengan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.
“Ada sekitar sepuluh lebih pertanyaan yang diberikan oleh penyidik. Diantaranya izin yang dikeluarkan Gubernur Sultra Nur Alam kepada PT AHB,” ungkap Atikurahman usai diperiksa KPK di Bau-Bau, November 2015 lalu.
Keterkaitan antara kasus tambang PT. AHB tersebut dan rekening gendut Nur Alam saat ini masih terus diselidiki KPK. Bahkan dalam beberapa bulan terkahir pertengahan 2016 ini KPK secara intens datang ke Kendari dan Bombana.
Tahun 2015 lalu publik dihebohkan dengan penyelidikan dugaan TPPU Nur Alam berdasarkan hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang menemukan adanya transaksi keuangan melalui rekening mencurigakan. Kasus rekening gendut Gubernur Nur Alam merupakan satu dari 10 rekening gendut kepala daerah yang didalami berdasarkan temuan PPATK.
Berdasarkan hasil temuan mencurigakan itulah, PPATK langsung melaporkannya ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk ditindaklanjuti. Sejurus kemudian, Kejagung saat itu langsung mengambil langkah dengan membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terkait aliran dana tersebut. Alhasil, Kejagung menemukan fakta bahwa memang benar Nur Alam menerima sejumlah uang dalam jumlah cukup besar di rekeningnya.
Usut punya usut, jumlah uang yang masuk direkening Nur Alam sebesar 4,5 juta dolar Amerika Serikat (USD). Uang tersebut diduga ditransfer oleh pengusaha tambang asal Taiwan bernama Mr Chen kepada Gubernur Sultra untuk mengamankan wilayah konsesi tambangnya di Sultra. Uang sebesar itu ditransfer sebanyak empat kali dalam bentuk polis asuransi melalui bank di Hong Kong.
Kemudian, dalam sebuah wawancara di salah satu TV nasional beberapa waktu lalu, Gubernur Sultra Nur Alam membenarkan menerima dana transfer tersebut. Namun menurut gubernur dua periode itu, dana tersebut berasal dari seseorang yang dititipkan ke rekeningnya karena dianggap dipercaya. Namun ia mengaku telah mengembalikan dana tersebut ke pemiliknya.
Namun pada akhirnya Kejagung RI kemudian menghentikan penyelidikan kasus dugaan TPPU Gubernur Sultra Nur Alam tersebut pada 2015 lalu. Kini babak baru kasus tersebut ada di KPK, tentunya dengan lingkaran kasus lain yang lebih besar. (B)
Reporter : Muhammad Taslim
Editor : Kiki
Di tunggu episode dlm babak baru