Stop Politik Dinasti!

Rekha Adji Pratama
Rekha Adji Pratama, MA, PhD

OPINI – Apa itu politik dinasti? Politik dinasti atau bisa juga dikatakan dinasti politik adalah sebuah serangkaian strategi manusia yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya.

Rekha Adji Pratama
Rekha Adji Pratama

Sungguh disayangkan adanya politik dinasti, di tengah Indonesia yang sedang berjuang dalam demokrasi. Karena politik dinasti sangatlah rawan dengan adanya praktik korupsi, dengan kekuasaan yang terus menerus, banyak kepentingan di dalamnya yang akhirnya disalahgunakan. Nah inilah yang marak terjadi di Indonesia, seperti yang paling terkenal adalah Dinasti Politik Banten Kerajaan Atut yang akan di bahas selanjutnya.

Keputusan Mahkamah Konstitusi atas perkara nomor 33/PUU-XIII/2015, yang menyatakan Pasal 7 Huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bertentangan dengan Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945, mencemaskan banyak kalangan karena dianggap semakin menyuburkan politik dinasti. Dalam perspektif universal, keputusan Mahkamah Konstitusi menjadi salah satu fundamen mengukuhkan sendi-sendi demokrasi. Namun, sekaligus juga memberikan isyarat bahwa para pembuat peraturan perundangan harus mempunyai politik perundang-undangan yang jelas. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) harus mempunyai kebijakan hukum perundang-undangan untuk mewujudkan tujuan tertentu. Oleh karena itu, satu undang-undang dengan undang-undang yang lain harus terintegrasi dalam suatu sistem yang komprehensif.

Dari sudut pandang ini, politik dinasti adalah akibat dari proses politik perundang-undangan yang dangkal serta tidak mempunyai paradigma yang jelas. Absennya niat baik para penyusun undang-undang menjadi kausa suburnya politik dinasti dewasa ini. Keputusan Mahkamah Konstitusi menemukan validitasnya karena daya pukul Pasal 7 Huruf r ternyata sangat mudah dilumpuhkan oleh para petahana dengan mengundurkan diri agar sanak saudaranya atau kroninya dapat menjadi kandidat kepala/wakil kepala daerah. Perspektif tersebut sejalan dengan berbagai kajian politik dinasti antara lain di negara yang dianggap kampiun demokrasi, Amerika Serikat. Politik dinasti bukan sebab, melainkan akibat melekat dari hakikat kekuasaan itu sendiri.

Sedikit melirik kisah mengenai airin

Perempuan yang kembali maju sebagai calon wali kota Tangerang Selatan itu mengisahkan bagaimana dirinya menjadi bahan olok-olok lima tahun lalu ketika pertama kali tampil sebagai kandidat wali kota Tangsel. “Saya ingat banyak yang mencibir, menyatakan siapa Airin, bagaimana Airin, dan mau ke mana Airin? Tapi alhamdulillah, terlepas dari omongan orang, masyarakat Tangsel sudah cerdas. Sudah mengetahui apa yang dirasakan selama ini. Pendidikan gratis, rumah sakit gratis, jalan-jalan sudah mulai baik,” ujarnya, diikuti sorak sorai hadirin. Cibiran yang dimaksud Airin ialah kenyataan bahwa dirinya adalah istri Tubagus Chaeri Wardana yang tak lain adalah adik Ratu Atut Chosiyah gubernur Provinsi Banten selama dua periode sebelum dinonaktifkan pada Mei 2014 akibat kasus suap. Hal tersebut membuat nama Airin selalu lekat dengan politik kekerabatan atau politik dinasti. Pasalnya, sejumlah anggota keluarga Ratu Atut menempati berbagai posisi strategis.

Menguasai provinsi banten

Selain Ratu Atut yang menjadi gubernur Banten pada 2007, adik Atut, Haerul Zaman, menjabat wali kota Serang pada 2011. Pada 2010, adik Atut yang lain, Ratu Tatu Chasanah, terpilih menjadi wakil bupati Serang. Adapun ibu tiri Atut, Heryani, menjadi wakil bupati Pandeglang pada 2011. Pada tahun yang sama, Airin menjadi wali kota Tangerang Selatan. Di luar Provinsi Banten, almarhum suami Ratu Atut, Hikmat Tomet, sempat menjadi anggota Komisi V DPR periode 2009-2014. Putra Ratu Atut, Andika Hazrumy, menjadi anggota DPD RI. Sedangkan istri Andika, Ade Rossi Kharunnisa, menempati posisi sebagai wakil ketua DPRD Serang. Pada pilkada tahun ini, masih ada keluarga Ratu Atut yang mencalonkan diri selain Airin. Di Kabupaten Serang, ada Ratu Tatu Chasanah, adik kandung mantan Gubernur Banten Ratu Atut. Sementara itu, calon di Kabupaten Pandeglang yakni menantu Ratu Atut Chosiyah, Tanto Warsono Arban. Ketika ditanyakan mengenai fakta tersebut, Airin mengisyaratkan bahwa dia telah ‘kenyang’ dengan isu politik dinasti. “Isu itu sudah dimulai pada 2006 saat saya masuk peta politik. Tiada undang-undang yang melarang itu. Saya memiliki hak dan kewajiban untuk dipilih dan memilih. Saya yakin masyarakat sudah cerdas,” kata Airin.

‘Dinasti’ di Kabupaten Gowa

Hal senada dilakukan oleh Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, anak Bupati Kabupaten Gowa, Ichsan Yasin Limpo, yang sudah berkuasa selama dua periode. Pria berusia 30 tahun itu bersaing memperebutkan kursi bupati kabupaten Gowa dengan tantenya sendiri, Tenri Olle Yasin Limpo. Tenri -yang mundur dari DRPD Sulsel untuk bertarung sebagai calon Bupati Gowa periode 2016-2021- ialah kakak kandung Ichsan Yasin Limpo dan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo. “Di Sulawesi Selatan, ada lima kabupaten yang anaknya ingin menggantikan orang tua dan yang adiknya ingin menggantikan kakak sebagai kepala daerah. Namun mereka tidak terpilih.

Bagaimana dengan Kendari?

Sebentar lagi Kota kendari akan menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak, dan seluruh partai politik sekarang sedang sibuk menyiapkan calonnya yang akan maju di Pilkada. Bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di tiap daerah di kendari pun sedang bersiap-siap menyambut Pilkada. Pemilihan secara langsung dalam memilih kepala daerah adalah salah satu bentuk Indonesia sudah maju dalam berdemokrasi. Pesta demokrasi ini patut diacungi jempol, karena masyarakat dapat menentukan pilihannya sendiri tanpa tekanan dari pihak lain.

Seperti yang diketahui menjelang hajatan pemilihan walikota kendari periode 2017-2022 muncul sosok yang erat dikaitkan dengan bakal munculnya fenomena politik dinasti di Kota Kendari. Siapa dia? Mungkin para pembaca kebanyakan sudah mengetahuinya. Yakni sosok anak walikota kendari Ir.Asrun yaitu Adriatma dwi putra atau yang akrab di sapa ADP. Seperti yang diketahui anak muda yang sekarang duduk di kursi DPRD provinsi ini secara terang-terangan di dukung oleh Ayahnya untuk maju menggantikan tongkat kekuasaan menjadi walikota kendari selanjutnya. Bahkan belum genap beberapa tahun ia duduk sebagai wakil rakyat dan belum ada hasil yang signifikan yang bisa ditonjolkan sebagai wakil rakyat ataupun sebagai bakal calon walikota kendari.

Menurut pandangan penulis tidak lah salah apabila mencalonkan diri meski siapapun dia anak dari calon petahana atau masih memiliki hubungan keluarga, namun sebaiknya harus memiliki track record yang baik di mata masyarakat, memiliki kapasiatas memipin ataupun memiliki modal sosial yang baik dan tidak lupa kinerjanya harus sudah terbukti di pekerjaan sebelumnya. Politik dinasti pun tidak hanya dirasakan di pusaran bakal calon walikota, di pusaran tongkat kepemimpinan partai amanat nasional (PAN) pun sudah mulai muncul benih-benih politik dinasti, dengan di angkatnya anak walikota kendari sebagai sekertris DPW PAN Sultra baru-baru ini.

Belum lagi permasalahan yang banyak dikeluhkan oleh kader-kader PAN Kota Kendari, yakni seakan-akan di halangi untuk bisa menggunakan PAN sebagai pintu untuk mencalonkan sebagai walikota Kendari dikarenakan Ketua PAN kendari (Ir.Asrun) menghendaki anaknya untuk maju menggunakan PAN sebagai pintu pencalonan walikota. padahal dari aspek elektabilitas ketokohan anak petahan tersebut masih kalah jauh dengan beberapa kader PAN yang dimana kinerja dan kualitasnya sudah terbukti dalam memimpin.

Jadi bagaimana? Apa kita mau diam saja dalam menghadapi ancaman politik dinasti yang melukai demokrasi? Apakah anda mau di Kota Kendari terjadi lagi terbangunnya dinasti-dinasti seperti Dinasti Politik Atut dan di daerah-daerah lain? Rasanya sudah cukup kekayaan bangsa ini yang terkeruk oleh adanya politik dinasti ini. Biarkanlah demokrasi di Indonesia berjalan dengan sehat, dan kita sebagai masyarakat haruslah cerdas dan selektif dalam memilih calon pemimpin. Agar tidak terjadi lagi politik dinasti yang timbul di Indonesia khususnya di daerah terlebih di Kota Kendari yang sama-sama kita cintai ini.
STOP POLITIK DINASTI!

 

Oleh : Rekha Adji Pratama,
Mahasiswa S2 Departemen Politik & Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini