Di sebuah Kompleks penginapan Jembatan Gantung Kanakea, Kota Baubau. Saya dinasehati oleh Guru Spiritualku. Beliau mengatakan, nak kalau suatu saat nanti takdir berpihak kepadamu untuk menjadi seorang pemimpin di daerah ini. Jangan pernah mengatakan dirimu seorang pemimpin yang beradab. Kalau dirimu tidak beretika. Apalagi membohongi dan mengkhianati rakyatmu. Jangan pula mengatakan dirimu seorang pemimpin yang berbudaya. Kalau hanya ucapanmu yang berbudaya. Tapi seluruh tingkah lakumu menginjak injak harkat martabat dan keluhuran budaya.
Nasehat ini sengaja saya sampaikan biar engkau tahu. Jangan sampai engkau melakukan hal itu. Kamu tidak akan pernah selamat. Kamu akan menuai badai. Hidup ini merupakan rangkaian sebab akibat. Jika engkau menanam kebohongan maka suatu saat nanti engkau akan menuai kebohongan pula. Perlu kamu tahu nak, dulu ada sebuah kejadian yang pernah mengejutkan dan melukai hati saya. Waktu itu, saya sempat diundang oleh seorang pemimpin di sebuah rumah adat karena suatu tujuan penting.
Membicarakan suatu hal penting. Di Rumah adat itu, seorang pemimpin di daerah ini mengatakan sesuatu kepada saya. Rumah ini adalah rumah adat. Rumah yang dibangun oleh bhisa patamiana dan dilindungi empat barata. Pembicaraan kita di rumah ini tidak boleh dilanggar. Apabila ada sesuatu yang akan terjadi perubahan dari pembicaraan ini, maka akan didudukkan kembali. Sehingga tidak akan ada sesuatu yang dilanggar dari pokok pembicaraan yang lahir dari Rumah Adat ini.
Mendengar pernyataan ini tergetar hatiku menyambar seluruh tubuhku. Saya seperti gemetaran mendengar pernyataan seorang pemimpin yang begitu memukau. Saya hanya termenung sejenak dan mendoakannya. Semoga statement ini benar-benar menyatu dengan akhlak dan keluhuran budayanya.
Namun, apa yang terjadi kemudian. Pernyataannya justru diabaikan dan dilupakan begitu saja. Kebohongan telah menghiasi dirinya. Inilah salah satu contoh kilasan seorang pemimpin yang tidak beretika dan tidak menghargai budaya. Budaya hanya dijadikan tameng untuk menyembunyikan dirinya yang sesungguhnya. Itulah yang patut kau renungkan nak, jika engkau berniat untuk menjadi seorang pemimpin di negeri ini.
Mendengar nasehat ini, saya mulai merenung dan terus berdoa. Semoga hal itu tidak menimpa diri saya ke depannya nanti. Sesaat kemudian saya mulai bertanya kepada Guru Saya. Gimana caranya supaya kita benar-benar menjadi seorang pemimpin yang beradab dan berbudaya?
Dengar baik-baik nak, ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui syarat menjadi seorang pemimpin yang beradab dan berbudaya.
Pertama, seorang pemimpin harus dimulai dengan menjaga dan menghargai adat istiadat dalam rumah tangga yang dipimpinnya. Jika sukses menjaga etika dalam rumah tangganya, maka dia telah meletakkan pondasi bangunan pemimpin yang beradab.
Kedua, seorang pemimpin harus menghargai dirinya dan orang lain. Jika seorang pemimpin telah menjaga dirinya. Maka dia telah membangun kekuatan dalam dirinya untuk tidak membohongi, melukai dan menghianati orang lain ataupun rakyatnya.
Ketiga, seorang pemimpin harus mampu memahami ajaran falsafah budaya. Artinya jika seorang pemimpin telah mampu mengamalkan nilai-nilai budaya. Maka keluhuran budaya yang melekat di daerah tersebut akan terjaga tatanannya. Budaya akan menjadi perisai bagi kekuatan daerah. Tatanan nilai yang melekat didaerah tersebut akan terlindungi.
Semoga kelak, daerah kita benar-benar dipimpin oleh generasi yang beretika dan berbudaya. Insya Allah.
Oleh La Asri Buton
Penulis adalah Aktivis Pemerhati Budaya