ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Setelah penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam, KPK melakukan penyidikan dan pemeriksaan terhadap beberapa pejabat yang diduga memiliki keterkaitan dengan kasus yang melilit Nur Alam itu. Penyidikan juga dilakukan terhadap mantan Bupati Buton Sjafei Kahar dan mantan Bupati Bombana, Atikurrahman.
Terkait hal ini, Campagner Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Komoditi Nikel Sahrul berharap, persoalan pertambangan tidak hanya gubernur sebagaimana yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK. Tetapi juga supaya bisa merunut kebenaran bahwa keterlibatan bupati sampai kepala dusun di lokasi pertambangan itu sangat masif.
“Pengalaman kami bersama warga sejak tahun 2006, sebagai informasi bahwa indikasi PT Billy yang berafiliasi menjadi PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) ini, kepala dusun di Kelurahan Lambara dapat jatah dari PT AHB sebesar Rp 500 ribu per bulan,” ungkap Sahrul dalam sebuah diskusi yang digelar di bilangan Menteng Jakarta Pusat, Senin (29/8/2016).
Jika seorang kepala dusun saja mendapatkan jatah Rp.500 ribu per bulan, lanjut Sahrul, bisa dibayangkan tingkatan pendapatan yang didapatkan oleh mereka yang memiliki jabatan lebih tinggi dari kepala dusun. Menurutnya pelanggaran hukum perusahaan tambang juga tidak lepas dari peran bupati yang mengeluarkan IUP.
(Berita Terkait : JATAM: Kasus Dugaan Korupsi Nur Alam Bagian Rentetan Pelanggaran Hukum Pertambangan yang Terjadi di Sultra)
Sebelumnya Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenang menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan IUP Eksplorasi. Dalam hal ini diduga Gubernur Sultra mendapat imbal balik dari izin yang dikeluarkan hingga Rp 50 miliar. (B)
Reporter : Rizki Arifiani
Editor : Jumriati