Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, meminta masyarakat lebih mawas diri dengan obat-obat yang berada di pasaran. Puan juga minta agar Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan surat edaran kepada kepala daerah, baik tingkat provinsi kabupaten kota, untuk mengawasi dan menindak peredaran obat illegal.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan satu orang tersangka berinisial R, terkait kasus produksi obat illegal di daerah Balajara, Tangerang Banten. Dari lima gudang itu, ditemukan 42.480.000 butir obat dan berbagai merk, dan peralatan yang digunakan untuk memproduksi, seperti mixer, mesin pencetak tablet, mesin penyalut atau coating, mesin stripping dan mesin filling. Serta ditemukan bahan baku obat, bahan kemasan, maupun jenis obat tradisional. (Viva.co.id, 19/9/2016).
Banyaknya obat-obatan yang beredar dipasaran tanpa melalui uji laboratorium dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap permasalahan awal yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Harusnya dari awal sudah dilakukan peninjauan secara terus menerus, sebelum kasus beredarnya obat palsu ini terjadi.
Tertangkapnya tersangka berinisial R dari Tangerang Banten ini beserta bukti-bukti yang ada termasuk alat-alat yang mereka pakai. Bisa di buktikan kalau para pelaku pengedar obat palsu ini adalah pelaku bisnis yang sudah handal di pasaran. Dan bisa dipastikan beredarnya sudah cukup lama, tetapi baru sekarang terungkap.
Inilah yang menjadi bahan renungan kita bersama, bagaimana mungkin lima gudang yang didalamnya memproduksi obat-obat palsu tidak diketahui oleh pemerintah, padahal untuk mendirikan sebuah usaha harus ada izin dari pemerintah sebelumnya. Ditambah lagi hukuman yang diberikan tidak sepadan dengan perbuatan kriminal yang dilakukannya. Padahal bisa saja obat palsu yang beredar itu menyebabkan kematian sementara pelakunya hanya dihukum penjara beberapa tahun lamanya.
Permasalahan baru yang ditimbulkan dari obat palsu ini adalah bagaimana bisa membedakan obat palsu dan asli dengan keterbatasan pengetahuan masyarakat, ini adalah masalah besar ditambah proses penarikan produk yang sangat lama. Proses edukasi dan penarikan obat ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Lalu kemana pemerintah kita saat ini ? Rasanya pemerintah kita saat ini tengah disibukkan dengan pencitraan pemilu dan sianida
Beredarnya obat palsu ini jelas sangat merugikan bagi masyarakat yang tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh pemerintah kita yang selalu memihak kepada pelaku bisnis daripada rakyatnya. Padahal kita sebagai masyarakat telah memilih pemimpin untuk membela dan melindungi masyarakat dari segala hal yang akan merugikan dan mengancam jiwa. Faktanya dibuktikan dengan pemalsuan obat banyak dilakukan. Sebab, 96 persen bahan bakunya masih impor karena tidak ada industry bahan kimia dasar yang memadai di Tanah Air. Bahan obat itu selama ini dipasok dai India dan Cina. Impor obat dari dua Negara tersebut berpotensi disalahgunakan menjadi obat-obatan berbahaya. Pencampuran bahan baku oat dengan bahan kimia lainnya bisa pula menghasilkan narkoba. Diolah jadi amfetamin dan lain-lain.
Dalam kasus seperti ini, Islam memandangnya sebagai salah satu bentuk kedzholiman, dimana dalam Islam Negara harus melindungi masyarakat dengan segala peraturannya yang lengkap yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rosul. Pemerintah juga dalam hal ini Kholifah, para Wali dan Qadli harus terikat dengan hukum syara, mereka benar-benar takut kepada Allah atas segala bentuk kemunkaran yang terjadi. Dan masyarakat pun juga baik itu para pengusaha ataupun warga sipil, bersama-sama menaati Allah beserta hukum-hukum-Nya.
Seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khoththob RA, tidak hanya mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya, bahkan ia tidak malu-malu dan segan-segan menjadi pelayan bagi masyarakat dan rakyatnya. Ia terjun langsung melayani rakyat karena menyadari bahwa itu merupakan tanggung jawab yang ia akan ditanyai nanti di akhirat kelak.
Rasul SAW bersabda, “Pemimpin yang mengurusi urusan masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Dari hadits tersebut dapat kita katakan bahwa Islam menuntut pemerintah untuk memelihara dan mengurusi urusan rakyatnya dengan baik. Jika pemerintah adalah sosok orang bertakwa, tentu mereka akan segera sadar dan sungguh-sungguh dalam mengurusi urusan rakyatnya, tidak lalai apalagi dzalim. Karena di hari kiamat, pemerintah akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. (Wallahu a’lam bi shawab)
Karena pangkal dari semua ini adalah adanya system yang salah yang diterapkan oleh pemerintah kita, yang selalu memihak kepada pemilik modal (kapitalisme) dengan mengambil manfaat didalamnya untuk menguntungkan sebagian individu saja. Akibatnya masyarakat kecillah yang harus terkena dampaknya dan Negara harus menanggung kerugian besar akibat ulah sebagian individu.
Dan pada akhirnya karena kecintaan kita pada negeri kita inilah, yang bukan hanya sekedar kita lahir, tumbuh dan besar di negeri ini, namun dorongan keimananlah yang menjadi pendorong kita untuk berjuang mengembalikan negeri ini sesuai fitrah-Nya yaitu menerapkan hukum-hukum Allah. Seperti Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan : “sesungguhnya Imam (khalifah) itu laksana perisai (junnah); orang-orang berperang mengikutinya dan berlindung dengannya (HR al Bukhari dan Muslim)”.
Dalam penjelasannya Imam as Suyuthi menyebutkan. Imam (khalifah) adalah sebagai perisai berarti sebagai pelindung sehingga dapat mencegah musuh menyakiti kaum muslim, mencegah masyarakat menyakiti satu sama lain. Juga memelihara kekayaan Islam.
Penulis: Nur Ningsi, SE
Alamat: Jl. Waode Wao no 51, Baubau