Api ditunggku masih mengepul, bau asap masih menjadi aroma dapur, kabut asap masih menemani aktivitas memasak namun hal ini masih mudah dikendalikan. Bagaimana dengan kabut asap hasil pembakaran hutan? Kabut asap kembali terjadi, hutan bagai bahan bakar yang siap membagi aromnya kepada pemilik lahan dan para masyarakat lainnya. Luasnya kebakaran tahun 2015 kemarin cukup menjadi pengingat kita bahwa berapa banyak penerbangan yang dibatalkan, berapa manusia yang meninggal akibat paru-paru terganggu, berapa banyak hutan yang gundul, tempat penyerapan air hujan yang tidak lagi mampu menampung, negara tetangga terganggu dan beberapa kerugian yang didapatkan oleh masyarakat secara luas. Pencemaran udara yang timbul oleh kabut asap, dampak ekologis, ekonomi, kerusakan tidak ternilai dan biaya pemulihan lingkungan. Keuntungan didapatkan oleh para kapitalis yang mengejar keuntungan dengan korban manusia yang merangkak naik.
“Darurat” Kebakaran Hutan
Pada tahun 2015 Hutan Pulau Kalimantan menjadi tranding topik pembicaraan, bagaimana tidak? Kabut asap mengepul sampai pada taraf yang tidak baik bagi kesehatan, sehingga korban berjatuhan. Hutan bagai bahan bakar yang siap menyala kapan saja jika di percikkan api. Hal itu merupakan salah satu kejadian terparah yang terjadi di Indonesia. Beberapa bulan sudah terlewati dari kejadian di Kalimantan, namun Pulau Sumatera siap menjadi arah perbincangan karena masalah yang sama, yaitu Kabut asap akbiat kebakaran hutan. Data satelit badan kelautan dan atmosfer Amerika Serikat (NOAA) menunjukkan terdapat dua titik panas di Sumatera pada Rabu (29/07). Hari berikutnya meningkat menjadi 17 titik. Kemudian, pada Jumat (01/07), titik panas telah mencapai 27 buah, 15 di antaranya berada di Riau. status darurat diberlakukan lantaran kebakaran terjadi di sejumlah kabupaten dan status ini Status diperkirakan hingga September 2016.
Harian Riau Online, 28 September 2015 menginformasikan masyarakat yang terpapar asap sebanyak 25,6 juta jiwa, yaitu 22,6 juta jiwa di Pulau Sumatera dan 3 juta jiwa di Pulau Kalimantan. Puluhan ribu orang menderita sakit. Tercatat 44.871 jiwa terjangkit Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ISPA.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki hutan terluas. Dalam situs greenpeace.org pada tahun 2014 dinyatakan bahwa Indonesia memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati pada urutan kedua setelah Brazil. Indonesiapun dikenal dengan negara megabiodiversitas dan mega center keanekaragaman hayati dunia. Hutan hujan dunia terletak di wilayah Indonesia sebanyak 10%, bahkan 50 tahun lalu 82% wilayah Indonesia tertutup oleh hutan. Hutan tropis di Indonesia adalah yang terbesar di dunia.
Kekayaan hutan tidak kalah dengan emas yang berlimpah. Udara yang tidak terlihat namun memiliki pengaruh terhadap hidup dan matinya manusia. Harta memang sesuatu yang menggiurkan, lahan yang luas, dengan tanah yang subur dan menghijau lahan, mata mana yang tidak senang melihatnya. Namun itu menjadi hal yang berkurang di tanah Indonesia. Hutan yang menjadi produksi oksigen namun dalam keadaan sekarang ini beberapa hutan menjadi lahan produksi asap yang tidak baik untuk kesehatan.
Bencana ada karena ada yang menyebabkannya. Musibah yang terjadi menjadi pengingat kita bahwa sebagian musibah yang ditimpakan oleh Allah terhadap manusia merupakan akibat perbuatannya sendiri (Q.S Ar Rum : 41), termaksud kabut asap yang kembali terulang. Pengelolaan lahan yang masih menjadikan api sebagai alat yang mudah, cepat dan murah sehingga hal ini menjadi penyebab kebakaran hutan di Indonesia. Sepanjang 2016, Polda Riau telah menangkap puluhan orang dan menempatkan para individu tersebut sebagai tersangka pembakar hutan dan lahan (BBCIndonesia.com, 2 Juli 2016). Kebakaran Hutan di Indonesia sudah pernah terjadi, setidaknya sejak tahun 1967 dan selalu berulang tiap tahunnya.
Menimbang Masalah Dengan Islam
Islam bukan hanya sekedar mengurusi ibadah ritual semata, namun untuk memperlancar dan membuat ibadah aman dan nyaman juga diperhatikan, termaksud bencana kebakaran hutan yang membuat aktivitas manusia terganggu termaksud ibadah. Dalam sistem Islam hutan termaksud dalam kepemilikan umum, milik seluruh rakyat. Sehingga hutan diharamkan untuk dimiliki oleh swasta baik secara individu maupun perusahaan. Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad). Sehingga pengelolaan hutan yang dilakukan oleh negara dengan tujuan untuk kemaslahatan umat. Dengan pengelolaan yang baik, memperhatikan lingkungan, vegetasi, tempat hidup makhluk hidup yang lain. Hal ini akan menjadi mudah untuk menyeimbangkan keperntingan rakyat, ekonomi dan tidak luput kelestarian hutan tetap terjaga. Masyarakatpun harus bekerja sama dengan pemerintah dalam penjagaan hutan dan kelestariannya. Melindungi hutan berarti telah menyelamatkan generasi untuk mendapatkan hak hidup sehat. Jika kita menghancurkan hutan, maka kita telah kalah dalam pertarungan menyediakan udara segar untuk dimanfaatkan generasi demi generasi.
Pemerintahpun harus melakukan langkah-langkah dalam manajemen dan mengeluarkan kebijakan yang tegas dan tidak kompromi terhadap individu, masyarakat yang dengan sengaja membakar hutan. Iptek dan teknologi mutakhir menjadi penting yang didukung dengan para tenaga ahli dalam pengelolan hutan. Pelibatan masyarakat secara aktif dalam pencegahan kebarakan hutan dan memberikan alternative pembukaan lahan untuk keperluan masyarakat dalam mencari nafkah. Hal ini menjadi penting jika antara konsep dan teknis bisa berjalan seiring sejalan yang didukung dengan aturan yang tegas, sesuai dengan syari’at. Wallahu A’lam
Oleh : Fitriani, ST., M.Si
Penulis Merupakan Dosen UHO