Kepemimpinan bagaikan sebuah momentum di dalam permainan. Seorang pemimpin harus bertindak cepat dengan situasi yang tepat ketika terjadi dinamika yang kompleks dalam masa transisi atau menghadapi detik-detik peralihan kekuasaan. Dalam kondisi seperti ini pimpinan di tuntuk agar dapat mengurai setiap kalimat, sikap, dan keputusan yang kredibel. Hal ini penting untuk di lakukan agar dapat menjaga stabilitas, serta menjaga penilaian terhadap pemimpin sehingga dapat di percaya membawa keberhasilan suatu institusi. Kondisi seperti ini memang agak sedikit sulit di atasi oleh seorang pemimpin jika tidak pandai memainkan perannya. Mengambil tindakan pada situasi yang tidak tepat tentu akan berdampak buruk bagi pemimpin itu sendiri, kirisis kepercayaan dari masyarakatpun akan dengan muda datang menghampiri. Michael D.Watkins dalam artikelnya yang berjudul “Obama’s First 90 Days” mengamati kepemimpinan di awal pemerintahan Barack Obama dimasa transisi yang saat itu USA sedang di hadapi berbagai kondisi nasional yang tidak stabil.
Watkins (2009) menjelaskan bahwa sebagai seorang pemimpin, setidaknya ada 3 dimensi penting yang perlu di perhatikan yaitu : pertama Securing early wins (mengamankan kemenangan awal); Kedua Laying a foundation (melatakan suatu landasan); dan Ketiga Articulation a vision (mengartikulasikan visi). Keberhasilan Obama meraih simpati masyarakat karena di dukung dari ketiga dimensi di atas. Penelitian ini agak relevan dengan tantangan yang akan di hadapi oleh bapak AS Tamrin menjelang akhir periode pemerintahannya. Apakah AS Tamrin memiliki banyak peluang untuk menginspirasi dan menarik kepercayaan kembali masyarakatnya sebagaimana keberhasilan yang dilakukan Obama? Berikut penjabaran dengan menggunakan penejelasan dimensi tersebut dalam menganalisis masalah ini. Oleh karena itu, penulis fokus menggunakan 3 dimensi yang krusial (critical dimension) sebagai alat bantu untuk memudahkan mengevaluasi dan menyelami tantangan terberat yang akan di hadapi kedepannya oleh kepemimpinan Walikota Baubau saat ini.
Fase pertama yaitu mengamankan kemenangan awal (securing early wins). Tujuan pertama untuk seorang pemimpin di masa transisi adalah membangun kredibelitas serta kesadaran kepada masyarakat dengan melakukan perubahan positif. Dalam konteks ini AS Tamrin tidak dapat mempertahanakan kredibelitasnya pada awal masa pemerintahannnya. Berdasarkan hasil evaluasi Kementrian Dalam Negeri yang di rilis pada 24 April 2014 yang lalu mendapatkan predikat yang tidak memuaskan. Dari 91 Kota Indonesia, Kota Baubau berada pada posisi yang paling terendah. Selain itu, kinerja pemerintahan pada setahun pemerintahnnya, banyak masyarakat yang masih merasa tidak puas terhadap kepemimpinannya. Hasil Survei yang di lakukan oleh KNPI Kota Baubau menunjukan, sekitar 40,4 % responden yang merasa biasa-biasa saja, 29,5 % merasa tidak puas, 11,0% merasa sangat tidak puas, dan yang menjawab Sangat Puas sebanyak 1,4 %.
Fase Kedua yaitu memperkuat fondasi (Laying a Foundation). Untuk memperkuat fondasi pemerintahan dalam rangka merealisasikan agenda-agenda politiknya maka perlu membentuk tim kerja yang baik. Dalam konteks ini, pada awal pemerintahan AS Tamrin sebagai walikota Baubau melakukan kebijakan mutasi kepegawaian secara masal. Kebijakan ini mendapat respon negatif dari pegawai yang di non-job tersebut karena dianggap cenderung politis dan bertentangan dengan regulasi yang berlaku (Butonpos/31 April 2013). Konflik di tataran birokrasi yang cukup berlangsung lama ini tentunya sangat menghambat kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan. Kondisi unupastinya berakibat menghambat bagi dirinya untu membangun fondasi tersebut yang semestinya harus di perkuat oleh seorang pemimpin di masa-masa awal transisi kekuasaannya.
Fase Ketiga yaitu mengartikulasikan visi (Articulation a vision). Para pemimpin yang baru maupun yang akan memimpin kedepannya harus dapat segera mungkin mengkomunikasikan visi yang menarik untuk apa yang akan mereka lakukan. Pada bagian ini, masih di temuka salah satu visi AS Tamrin yang masih terlihat begitu abstrak. Visi Kota Baubau Tahun 2013-2018 terdapat tiga kata kunci, yaitu : Baubau Yang Maju, Sejahtera,dan Berbudaya. Pada bagian ini di fokuskan pada visi point ketiga yaitu berbudaya. Untuk mewujudkan pemerintahan yang berbudaya, stakeholders ditekankan untuk merealisasikan nilai PO-5 (Pobinci-binciki kuli, Pomaa-maasiaka, Popia-piara, Poangka-angkata dan Pomae-maeka). Menurut penulis, masih terdapat ketidakjelasan AS Tamrin dalam mengartikulasikan visi tersebut. Bagaimankah prinsip PO-5 tersebut jika di tuangkan dalam kerja-kerja teknis pemerintah sehingga dapat terealisasi. Serta bagaimana dalam metode dalam mengukur pencapainnya. Pada bagian ini juga AS Tamrin terlihat lemah dalam mengartikulasikan visi tersebut untuk menarik kepercayaan masyarakat. Hal ini di karenkan semangat dalam mengkampanyekan filosofi PO-5 yang memiliki nilai humanis yang tinggi tersebut terhapus karena secara bersamaan situasi kota saat ini terbilang tidak kondusif. AS Tamrin kekurangan power untuk memotivasi publik sehingga tidak perlu mencemaskan situasi yang cukup menganggu dan meresakan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa tantangan bagi AS Tamrin untuk menuju periode selanjutnya nanti sudah tentu berjalan tidak muda. Namun bukan berarti pula menjadi suatu hal yang mustahil untuk tidak sukses pada perhelatan kedepannya. Beliau harus segera dapat menjawab segala kekeliruan pada awal pemerintahannya dahulu. Memainkan peran secara tepat dengan mempertimbangkan dimensi ini sehingga dapat kembali mendapatkan kepercayaan publik. Penting untuk di garis bawahi, bahwa di masa transisi baik di awal maupun di akhir pemerintahan, seorang pemimpin perlu kiranya untuk memahami dari ketiga critical dimension tersebut. Sebab, memiliki kelemahan dari salah satu dari dimensi ini akan meletakan masalah di depan, sehingga dapat berdampak negatif pada diri pemimpin itu sendiri.
Oleh : Syahril Haruddin
Penulis Merupakan Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Dan Kebijakan Publik UGM