ZONASULTRA.COM, SOLO – Sambut pemudik Pesona Lebaran, Pemerintah Kota (pemkot) Solo bersama-sama seniman Surakarta menggelar pementasan Sendratari Ramayana di #MudikPenuhPesona. Event tahunan yang mengangkat tema “Bakdan Neng Solo” (Lebaran di Solo) akan dipusatkan di Halaman Benteng Vastenburg Solo pada tanggal 28-30 Juni 2017.
“Acara ini melibatkan sekitar 200 seniman profesional. Seperti kita ketahui, Mudik Lebaran merupakan tradisi yang dilakukan sebagian oleh masyarakat Jawa, pulang ke kampung halaman bagi perantau dan berkumpul di rumah orang tua. Pemkot Solo ini menginisasi serta membuat event ini sebagai hiburan bagi para perantau yang kembali ke kampung halamannya di Solo, acara ini sangat menarik,” kata Deputi Bidang Pengembangan Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuti didampingi Kepala Bidang Wisata Budaya Asdep Segmen Pasar Personal Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Wawan Gunawan.
Esthy menjelaskan, seperti tahun sebelumnya, pentas akan mengangkat tentang kisah Rama dalam lakon Rama Tambak dan akan berlangsung selama 3 hari. Acara ini juga tidak dipungut biaya alias gratis bagi para pengunjung yang datang.
“Kami mendapatkan kabar bahwa event ini hratis untuk semua masyarakat Solo dan sekitarnya mulai pukul 19.30 WIB, acara Bakdan Solo memberikan apresiasi, edukasi dan hiburan kesenian tradisional Jawa, menginisiasi dan memperkenalkan destinasi wisata baru yang bermuatan budaya serta mengembangkan wisata budaya kota berbasis masyarakat setempat,’’ tambah Wawan.
Baca Juga : Kemenpar Dukung #GowesMudik2017, Mudik Berwisata Sepeda Mudik
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Solo Basuki Anggoro Hexa mengatakan, pertunjukan yang mengangkat lakon opera Ramayana ini sudah menjadi tradisi tahunan dan telah digelar selama tiga kali setiap Hari Idul Fitri. Selain itu, event ini juga didukung sejumlah sanggar dan kelompok seni di Solo. Antara lain Sanggar Tari Soerya Soemirat, Kembang Lawu, Semarak Candrakirana, dan Sarwi Retno Budoyo. Studio Moncar, Wayang Orang Sri Wedari, Dedek Gamelan Orkestra dan Pecas Dhahe.
“Garapan Ramayana menjadi cukup lekat dengan penggemar kesenian tradisional itu. Sajian Ramayana saat ini tampaknya menjadi tontonan yang cukup mendapat perhatian masyarakat. Seperti tahun lalu, pentas yang dikemas dalam ”Bakdan Neng Solo” itu disaksikan sekitar 2.000 penonton setiap malam,” ujarnya.
Lakon Rama Tambak yang disutradarai Agung Kusuo Widagdo sendiri, lanjut Basuki, akan mengisahkan pembangunan bendungan dari kerajaan Poncowati menuju Alengka. Bendungan tersebut dibangun untuk jalan para pasukan Rama yang akan menyerbu Alengka guna merebut Sinta karena diculik oleh Rahwana.
Mendengar rencana penyerbuan itu, di kerajaan Alengka terjadi perselisihan antar saudara. Perselisihan itu terjadi karena Kumbokarno dan Wibisana (adik Rahwana) menasehati kakaknya untuk mengembalikan Sinta supaya tidak terjadi peperangan. Namun, nasehat itu tidak digubris oleh Rahwana karena keangkuhannya. Wibisono diusir dan akhirnya bergabung dengan Rama, sedangkan Kumbokarno pergi ke gua untuk bertapa karena kecewa dengan kakaknya si Rahwana.
Pancawati Kerajaan Ramawijaya Goton royong untuk membuat bendungan. Pembuatan bendungan pertama oleh Wibisana gagal karena tidak menghargai alam bawah laut Ramawijaya akhirnya akan mengeringkan laut, namun para makhuk laut marah dan melapor.
Menteri Pariwisata Arief mengapresiasi atraksi Pesona Lebaran yang dilakukan oleh Pemkot Solo. Mantan Dirut PT Telkom itu menyebutkan, jika atraksi itu merupakan sebuah wujud kreatifitas dari warga Kota Solo yang memberikan apresiasi kepada pemudik wisatawan, setiap malam dikunjungi oleh wisatawan pemudik lebih dari 3.000 penonton dan digelar dalam waktu tiga hari berturut-turut.
“Pagelaran Bakdan ing Solo ini dapat mengembangkan wisata budaya kota berbasis masyarakat setempat, meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan tentunya dapat meningkatkan tingkat kunjungan wisnus dan wisman di Kota Solo,” kata Menpar Arief Yahya.
Pria asal Banyuwangi itu juga meminta setiap daerah memberikan atraksi terbaik bagi para wisatatan agar menjadi destinasi dengan menggunakan standar global. “Kita harus memberikan yang terbaik untuk urusan pariwisata, kehidupan masyarakatnya, pola komunikasi, mempertahankan tradisi dan budaya lokal, termasuk soal kebersihan, keamanan, dan kenyamanan,” pungkas pria asli Banyuwangi itu. (*)