PELATIHAN PARALEGAL – Sebanyak 200 peserta dari Kecamatan Wonggeduku, Wonggeduku Barat, dan Padangguni Kabupaten Konawe yang terdiri dari kepala desa, sekertaris desa, lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM), tokoh adat, dan tokoh masyarakat mengikuti pelatihan paralegal di Hotel Grand Clarion Kendari, Jumat (7/7/2017). (Sitti Nurmalasari/ZONASULTRA.COM)
ZONASULTRA.COM, KENDARI – Sebanyak 200 peserta yang terdiri dari kepala desa, sekretaris desa, lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM), tokoh adat, dan tokoh masyarakat dari Kecamatan Wonggeduku, Wonggeduku Barat, dan Padangguni, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) mengikuti pelatihan paralegal di Hotel Grand Clarion Kendari, Jumat (7/7/2017).
Direktur Program Pusat Konsultasi Pemerintah Daerah (PKPD) Amiruddin Muhammad mengatakan, perwakilan pemerintah desa yang mengikuti pelatihan akan menjadi kader dalam memberikan pengetahuan hukum kepada masyarakat. Diharapkan tidak akan ada lagi potensi-potensi perlawanan hukum atau penggunaan dana desa yang berimplikasi pada pelanggaran hukum sehingga pembangunan berjalan tanpa ada persoalan hukum.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Konawe, Sulwan Abunawas mengharapkan masyarakat desa di Konawe tidak lagi melaporkan dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi langsung ke pihak kepolisian. Namun melalui paralegal, untuk menyelesaikan segala permasalahan kecil yang sering terjadi di masyarakat.
“Kita harus berpikir jernih dalam menyelesaikan permasalahan kecil, jangan selalunya membawa ke ranah hukum,” tambahnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Konawe, Inspektur Polisi Satu (Iptu) Ismail Pali mengatakan ada tiga pilar desa yang diamanatkan Mabes Polri yaitu kepala desa, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas. Inilah yang perlu dipahami oleh masyarakat bahwa di desa, ada tim keamanan yang merupakan perpanjangan tangan dari Polri.
Menurutnya, masalah-masalah yang ada di desa dapat diselesaikan di tingkat paralegal melalui musyawarah secara mufakat. Kuasa untuk menyelesaikan permasalahan perdata dan kasus pidana ringan menjadi tanggung jawab paralegal, sebelum diteruskan ke kepolisian.
“Yang sifatnya tidak fatal, jangan sedikit-sedikit mau dibawa ke polisi. Karena merasa tidak puas. Padahal di desa kan ada orang yang ditua kan dan dihargai seperti kepala desa, tokoh masyarakat, maupun tokoh adat,” lanjutnya.
Walaupun mereka diberikan ruang untuk mendamaikan, tetapi pihak berwajib tetap akan menerima laporan warga yang tidak dapat diselesaikan di tingkat desa. Terlebih, jika sudah mengakibatkan cacat permanen, pihaknya akan melakukan penindakan lebih lanjut. Sebab, sistem hukum itu, bagaimana pihak yang dirugikan merasa puas dan mendapatkan keadilan.
Selain itu, paralegal ini juga bertugas sebagai mediator dalam pemecahan masalah, menjadi mitra, memfasilitasi atau mendampingi masyarakat dengan peradilan di desa untuk dibina hukum. Dia juga menambahkan akan membentuk satgas paralegal di desa. Untuk melegalitaskan itu, pihaknya akan berkongsi dengan pemerintah daerah, sehingga satgas ini memiliki payung hukum.
Untuk diketahui, paralegal didefinisikan sebagai seorang yang bukan sarjana hukum tetapi mempunyai pengetahuan dan pemahaman dasar tentang hukum dan hak asasi manusia, atau biasa disebut relawan hukum. (B)
Reporter: Sitti Nurmalasari
Editor: Jumriati