Setiap hari paling tidak dua kali saya melintasi jalan ini. Tepatnya, dari depan Hotel Athaya hingga pertigaan Warung Kopi Daeng. Jalan Syech Yusuf. Untuk menghindari lampu merah, saya suka berbelok masuk gang dan keluar melalui lorong di samping kiri pagar hotel. Jalan sekira seratus dua ratusan meter ini yang hendak saya ceritakan.
Saking seringnya lewat di sana, saya hapal mati setiap lubang baru yang tercipta karena lindasan kendaraan berat. Kontainer. Peti kemas. Juga truk-truk besar. Armada peti kemas ini punya “kandang” di jalanan itu. Terletak di antara warung makan “Teras Bang Reza” dan sebuah diskotik. Arealnya luas. Saban hari kontainer keluar masuk dan parkir di sana, termasuk parkir di tepi jalan sekitarnya.
Anda yang kerap melintas di sana pasti tahu lubang-lubang yang sudah tercipta disertai dengan lumpur kala tanah sedang basah dan debu tebal ketika jalanan kering. Semakin hari, lubang semakin bertambah banyak. Bertambah lebar. Ditambal pun, hanya hitungan pekan sudah akan mengelupas. Kendaraan berat saban hari melindasnya. Keluar masuk membawa serta lumpur dari dalam “garasi” peti kemas itu.
Apa yang hendak saya sampaikan pada cerita di atas bahwa perlu adanya lokalisasi kawasan peti kemas. Tidak sembarang kendaraan berat bisa mangkal di dalam kota, meskipun pemiliknya punya lahan di sana. Kawasan akan menjadi kotor dan kumuh. Jalanan selalu rusak, berlumpur, atau berdebu.
Barangkali pemerintah kota sudah punya kawasan seperti yang dimaksud hanya saja tidak implementatif. Buktinya, truk-truk peti kemas itu sudah lama parkir di tepi jalan, menghancurkan aspal, membawa lumpur ke jalanan, dan menciptakan debu tebal ketika kering.
Berikutnya, tentang lorong di samping kiri pagar Hotel Athaya, yang hanya berjarak puluhan meter dari parkiran kontainer-kontainer itu. Di sana ada tempat pembuangan sampah. Isinya sudah meluber ke jalanan. Warga juga membuang sampahnya tidak lagi ke bak sampah yang entah sudah berapa tahun usianya. Mereka melemparkannya begitu saja di tepi jalan.
Saking lamanya, sampah-sampah itu sudah mengalami pengomposan. Memenuhi syarat untuk pupuk kompos. Yang mau menanam cabe dapat mengambilnya jadi pupuk organik. Silakan kesana. Dan untuk itu, sebelum dan sesudahnya, saya ucapkan terima kasih.
Petugas kebersihan hanya sanggup mengambil sampah baru. Sampah lama sudah dibiarkan menggunung. Padahal jika mau, sekali saja eskavator datang menyendok gunungan sampah itu sudah bisa bersih kembali. Lorong itu kembali optimal dilalui oleh kendaraan.
Tapi itu semua adalah soal kepekaan.***
Oleh : Andi Syahrir
Penulis Merupakan Alumni UHO & Pemerhati Sosial