ZONASULTRA.COM, ENDE – Pernah nonton festival yang penuh warna? Budaya, trekking dan expo yang dibalut keindahan danau tiga warna di Kelimutu? Cobalah langkahkan kaki ke Danau Kelimutu 7-14 Agustus 2017. Ada Festival Danau Kelimutu (FDK) 2017 yang sangat sayang untuk dilewatkan.
Kemasan acaranya dijamin keren abis. Daya tarik alam (nature), budaya (culture) dan wisata buatan dibalut jadi satu. Hasilnya? Ada Parade Budaya Nusantara, Trekking Kelimutu dan Kelimutu Expo yang siap menyapa setiap tamu yang berlibur ke Danau Kelimutu.
“Ini merupakan agenda tahunan, dan ada tiga kemeriahan yang siap ditampilkan,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTT, Marius Ardu Jelamu, Jumat (4/8).
Marius menjelaskan, pelepasan Parade Budaya Nusantara dijadwalkan akan mengambil titik start di halaman Kantor Bupati dan finish di jalan Soekarno, di KM 0.
Selain itu, ungkap Marius, ada pelepasan Trekking Kelimutu yang bertempat di jalur trekking kawasan Taman Nasional Kelimutu.
“Trekking Kelimutu tahun ini dipastikan lebih wow, Kenapa? Fenomena keajaiban alam saat ini kembali terjadi di Danau Tiga warna Kelimutu. Sejak Januari 1017, air di dua dari tiga danau yang ada berubah warna. Warna air di Danau Tiwu Ata Polo berubah dari hijau muda ke hijau lumut, sedangkan Danau Tiwu Nuwa Muri Koo Fa berubah dari putih telor asin jadi biru tua. Saat ini turis berdatangan untuk melihat fenomena ini. Ini akan menjadi nilai plus bagi peserta trekking Kelimutu,” promosi Marius.
Sedangkan untuk pembukaan Kelimutu Expo rencananya akan dilaksanakan 7 Agustus 2017. Timingnya berbarengan dengan acara pembukaan FDK 2017.
Bukan hanya tiga kemeriahan itu, FDK 2017 yang masuk nominasi Anugerah Pesona Indonesia 2017 ini juga meggelar beberapa ragam budaya asli daerah seperti upacara Weza Kamba/Wela Kamba, Lomba Naro dan Ritual Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata.
Ritual Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata atau lebih dikenal dengan Ritual Pati Ka ini berarti memberi makan. Pemberian makan ditujukan untuk para leluhur Danau Kelimutu berupa sesaji khas daerah setempat.
Prosesi Pati Ka dilaksanakan di lapangan helipad yang berada sebelum tugu puncak kelimutu. Prosesi diawali dengan tarian adat yang dipimpin oleh ketua adat setempat, lalu dilanjutkan prosesi peletakan sesaji untuk leluhur.
Acara dihadiri mosalaki dari 20 persekutuan adat desa-desa penyangga Kelimutu, yakni i Konara, Woloara, Pemo, Nuamuri, Mbuja, Tenda, Wiwipemo, Wologai, Saga, Puutuga, Sokoria, Roga, Ndito, Detusoko, Wolofeo dan Kelikiku.
Yang menarik dan menjadi pusat perhatian adalah kehadiran satu-satunya tetua adat dari kalangan perempuan yakni Agatha Gale, Mosalaki Puu Tana Jendo Laki, Desa Wolofeo, Kecamatan Detusoko.
Suku Lio percaya bahwa Danau Kelimutu adalah tempat peristirahatan terakhir kehidupan, tempat semua jiwa kembali setelah perjalanan hidup berakhir.
”Ini akan jadi magnet wisatawan seperti tahun sebelumnya. Kami targetkan kunjungan wisman naik 20% dari tahun lalu yang mencapai 3000 wisman dan 7000 wisnus. Target ini realitis seiring dengan semakin dikenalnya Danau kelimutu di seluruh penjuru dunia ,” ujarnya.
Sedangkan secara keseluruhan, jumlah wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata Danau Tiga Warna Kelimutu selama 2016 mencapai 81.000 orang
Bagi yang penasaran, ingin melihat langsung, jangan takut kesulitan mencari satu-satunya danau tiga warna di dunia itu. Lokasinya ada di Desa Koanara, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Jaraknya sekitar 66 kilometer dari Kota Ende dan 83 kilometer dari Kota Maumere. Di Taman Nasional ini terdapat beberapa flora dan fauna endemik khas Flores, seperti Macaranga Gigantea yaitu flora dengan ukuran raksasa dan burung Garugiwa fauna khas Flores.
Selain Danau Kelimutu, banyak destinasi wisata yang beragam di kota Ende yang layak dikunjungi. Taman Renungan Bung Karno dan Rumah Pengasingan Bung Karno, Pesona Ende juga memiliki Kampung Adat Wolotopo, Museum Tenun Ikat, Pantai Ria atau Pantai Ende, Kampung Adat Jopu, Pasar Tradisional Ende, Pantai Batu Biru, Air Terjun Murondao dan Museum Bahari Ende, semuanya sungguh mempesona hati.
Penginapannya? Ada banyak pilihan. Pilihan pertama di Ende lalu berkendara ke Moni sekitar 3 jam. Traveller bisa naik Oto Kol, jenis transportasi truk namun diberi kursi. Atau bisa menginap di Moni, yang dikenal sebagai pintu gerbangnya Kelimutu. Banyak homestay, eco-lodge dan guest house dengan harga mulai Rp 150.000.
Moni berada persis di kaki Gunung Kelimutu, menjadikan desa ini selalu diselimuti hawa sangat dingin.
Untuk bisa menyaksikan matahari terbit di puncak Kelimutu, ada baiknya memang bermalam terlebih dahulu di Moni, baru keesokan harinya pagi-pagi sekali pukul 03.00wita berangkat menuju puncak.
Atau yang berkocek tebal, coba nginap di Nihi Sumba Islands. Itu merupakan hotel terbaik di dunia 2016 dan 2017 versi majalah Travel + Leisure. Hotel yang berada di Desa Hobawawi, Wanukaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur ini memang tempat akomodasi yang artistik, natural, dengan kearifan lokal yang otentik.
Pesona keindahan Kelimutu dan Ende sendiri pernah dirasakan Pebalap Tour de Flores (TdF) 2017 saat mereka harus berpeluh keringat menaklukkan etape kedua yang berupa tanjakan-tanjakan bukit kaki gunung Kelimutu sepanjang jalan Maumere menuju lapangan Tugu Pancasila di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT)
Apresiasi datang dari Menpar Arief Yahya pernah menikmati langsung pesona Ende, saat mewakili Presiden Joko Widodo menjadi inspektur upacara Hari Lahir Pancasila 1 Juni.
“Danau Kelimutu sangat indah. Orang yang datang ke Pulau Komodo, Labuan Bajo biasanya juga datang ke Kelimutu untuk menyaksikan pesona danau tiga warna ini dan menyongsong matahari terbit di sana. Sungguh Indah, sangat layak untuk go international, karena Danau Kelimutu sangat berstandard international. Ayo kita buat Festival Danau Kelimutu ini semakin mendunia,” kata Menpar Arief Yahya. (*)