Menuju Perang Akbar Aman Versus Surga dan Turbulensi Politik
ZONASULTRA.COM, KENDARI – Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Tenggara (Sultra) 2018 mempertemukan para mantan 01 dari tingkat kabupaten/kota sampai gubernur. Dari beberapa mantan yang muncul baru sebagian yang sudah mendapat restu partai untuk tiket pencalonan.
Mereka tidak lain adalah mantan Gubernur Sultra Ali Mazi yang menggandeng mantan Bupati Konawe Lukman Abunawas. Pasangan ini mempopulerkan tagline “Aman” dengan rekomendasi dukungan dari Nasdem (3 kursi) dan Golkar (7). Total 10 kursi koalisi yang sudah melebihi syarat minimal 9 kursi DPRD Provinsi Sultra.
Penantang Aman, yang juga sudah mendapat tiket adalah mantan Walikota Kendari Asrun yang berhasil melamar mantan Bupati Wakatobi Hugua. Dengan tagline “Surga”, keduanya diusung oleh PAN (9) dan PDIP (5).
Aman
Kekuatan politik Aman ditunjang oleh nama besar Ali Mazi sebagai figur asal kepulauan (Buton) yang pernah membangun sebagai gubernur. Marketing politiknya menawarkan kata “Terbukti” yang berputar-putar tentang Tugu Persatuan (di pelataran eks MTQ Kendari) dan Bandara Haluoleo. Dua jualan ini hampir selalu menghiasi baliho-baliho sang mantan yang pernah takluk di hadapan Nur Alam itu.
Faktor penting kekuatan Aman adalah Lukman Abunawas dari daratan (sebutan untuk daratan Kendari-Konawe dan sekitarnya) yang sudah memegang sejumlah jabatan penting di pemerintahan. Kini ia menahkodai PNS di Pemerintah Provinsi Sultra sebagai Sekda dan memimpin KONI Sultra.
Sebagai bukti kemantapan langkah, Aman telah lebih dulu melakukan deklarasi akbar di pelataran eks MTQ pada 19 Oktober 2017 lalu. Sejumlah kekuatan raksasa yang ada di belakang Aman adalah tiga partai politik Golkar, Nasdem, dan PBB. Ketiga partai ini memiliki kader yang memiliki “kursi” penting untuk memancing suara dan mempengaruhi perolehan suara lawan.
Kekuatan Partai Golkar misalnya Anggota DPR RI Ridwan Bae (Ketua Golkar Sultra) dan Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga (Golkar). Kendati demikian dukungan Golkar dan Ridwan masih berpolemik, termasuk Surunuddin Dangga yang cenderung mendukung keluarganya, Asrun.
Sosok penting lainnya di garis partai pendukung adalah Bupati Kolaka Timur Toni Herbiansyah (Ketua Nasdem Sultra), Bupati Konawe Utara Ruksamin (Ketua PBB Sultra), Wakil Walikota Baubau Waode Maasra Manarfa (Ketua PBB Baubau), Wakil Bupati Buton Utara Ramadio (Golkar), dan lainnya.
Jika merujuk pada pernyataan gubernur nonaktif Nur Alam bahwa kini giliran kepulauan menjabat gubernur maka peluang bagi Ali Mazi untuk membuktikan diri. Pembuktian yang penuh rintang dengan bayang-bayang dua kali gagal di kancah pilgub setelah satu periode menjabat.
“Kalau kita bicara dari sisi konsensus para leluhur yang membentuk daerah ini, ini pendapat saya pribadi bahwa sekarang sudah giliran kepulauan menjadi gubernur,” ucap Nur Alam April 2016 lalu.
Surga
Di gerbong menuju “Surga” Asrun dan Hugua, dua insinyur dipertemukan oleh koalisi gemuk PAN-PDIP. Masing-masing pernah terpilih dua periode di daerah yang dipimpinnya sebagai salah satu bukti berpengalaman dalam pemilihan langsung.
Asrun adalah sosok penting pasca kejayaan Nur Alam. Asrun tak hanya mewakili daratan tapi juga menjadi ujung tombak dalam rangka pengokohan kecemerlangan PAN di Sultra, tentu kuncinya adalah kursi gubernur.
Sementara Hugua merupakan nahkoda PDIP Sultra, partai politik yang berkuasa di pusat saat ini. Hugua pernah masuk dalam hasil survei Citra Survei Indonesia (CSI) sebagai tokoh yang dapat menantang Ahok di Pilgub DKI Jakarta.
Energi besar yang berada di belakang Surga adalah PAN dan PDIP yang memiliki koleksi kepala daerah. Dimulai dari kepala daerah dalam tubuh PDIP, adalah Bupati Muna LM. Rusman Emba, Bupati Buton Utara Abu Hasan, Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat, dan Bupati Buton Tengah Samahuddin.
Kemudian, kepala daerah di tubuh PAN adalah Walikota Kendari Adriatma Dwi Putra (putra kandung Asrun), Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa, Bupati Bombana Tafdil, Pelaksana tugas Bupati Buton La Bakry, Walikota Baubau AS. Tamrin, Bupati Muna Barat LM. Rajiun, Bupati Wakatobi Arhawi, dan Wakil Bupati Konawe Utara Raup.
Gerbong Surga juga dapat mengakhiri seteru politik yang pernah terjadi saat berkompetisi di Pilkada, seperti Rusman dan Ketua PAN Muna Baharuddin, Abu Hasan dan Ketua PAN Butur Ridwan Zakariah, Samahuddin dan Ketua PAN Buton Tengah Mansur Amila, Arhawi dan Ketua PDIP Wakatobi Haliana, serta seteru politik Agus Feisal dan Ketua PAN Busel Sattar.
Para tokoh-tokoh yang sempat bertarung sengit itu akan satu panggung di panggung politik Surga. Namun demikian ada beberapa catatan yang bisa berbuah pembelotan. Misalnya Rusman yang juga mewacanakan maju Pilgub dan ayah Agus Feisal, Sjafei Kahar yang tengah menyusun langkah politik maju pilgub bersama Rusda Mahmud.
Bila merujuk pada istilah bijak roda kehidupan “setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya” maka di pilgub ini momen bagi Asrun dan Hugua untuk meraih kejayaan. Mengingat, yang dilawan adalah Ali Mazi yang sudah pernah merasakan megahnya tahta gubernur.
Turbulensi Politik
Ajang Pilgub 2018 diakhir kekuasaan Nur Alam, jadi pertarungan penuh intrik dan jejaring sejak awal tahun 2007. Partai-partai politik ada yang membuka pendaftaran dan ada pula yang tidak. Dari jalur pasangan calon (paslon) perseorangan pun ada yang meminati. Dan ada pula yang sudah jantan mundur dengan terang, ia adalah mantan Bupati Muna Ridwan Bae.
Namun seganas apapun intrik politik, yang akan dicatat sebagai jawara adalah siapa saja yang ditetapkan menjadi calon gubernur dan calon wakil gubernur pada 12 Februari 2018 hingga menuju titik penentu kemenangan pada 27 Juni 2018 (hari pemungutan suara).
Satu-satunya hal yang dapat menghambur kontelasi politik yang sudah terbentuk adalah “turbulensi”, suatu kejutan atau keadaan yang mengacaukan desain para elit. Aman bisa jadi kacau balau, begitu pula Surga bisa jadi “neraka”.
Sejauh ini turbulensi bisa diakibatkan oleh pergerakan senyap di luar dan dalam gerbong Aman dan Surga. Masih banyak partai yang belum menentukan pilihan dan banyak pula figur yang belum mendapatkan pintu koalisi partai.
Surga terbilang bisa bernapas lega mengambil langkah lanjutan karena struktur partai dari tingkat pusat sampai daerah tidak bergolak menentang. Sedangkan Aman, masih ada kerikil-keringkil merintang karena penolakan kader Golkar terhadap Ali Mazi. Perlawanan itu nyata dengan adanya gelombang demo kader Golkar selama tiga hari jelang deklarasi 19 Oktober 2017 lalu.
Partai-partai yang belum mengambil sikap terang yakni Demokrat (6 kursi), PKS (5), Gerindra (4), Hanura (3), PPP (2), dan PKB (1). Figur yang masih mengincar partai yaitu LM. Rusman Emba, La Ode Masihu Kamaluddin, Abdul Rahman Farisi, Tina Nur Alam, Supomo, La Ode Ida, dan pasangan Rusda Mahmud- Sjafei Kahar. Partai dan figur itu tentu bisa saja menerobos di dalam gerbong Aman dan Surga, bisa pula membentuk gerbong baru.
Efek kejut pertarungan partai juga bisa datang dari pasangan Wa Ode Nurhayati (WON) – Andre Darmawan yang kini sedang mempersiapkan maju lewat jalur perseorangan/independen. Sampai saat ini baru WON yang diketahui mempersiapkan pintu independen.
WON sebagai figur asal Wakatobi bisa mengganggu pergerakan Hugua dan Ali Mazi di wilayah kepulauan. Begitu pula, WON sebagai kader PAN, ada simpatisan partai matahari putih itu yang mungkin mendekat. Kendati demikian, ketajaman “taji” WON dalam pemilihan kepala daerah belumlah teruji, apalagi dengan status mantan terpidana korupsi yang melekat padanya.
Manuver lainnya bisa datang dari partai Demokrat, pemilik kursi terbesar ketiga, hanya butuh 3 kursi koalisi untuk jadi pintu pencalonan. Berkaca pada Pilkada Kendari 2017 sebelumnya, Demokrat mengambil haluan dengan mengusung kadernya sendiri Suri Syahriah Mahmud sebagai calon Wakil Walikota. Itu sudah berlalu dan akankah terulang?
Di tengah segalariuh dan kasak-kusuk itu, turbulensi politik paling dahsyat yang mungkin akan timbul adalah pergerakan KPK yang sepertinya sedang membidik mantan kepala daerah maupun kepala daerah yang sementara menjabat. Lihat saja nama-nama seperti Gubernur non aktif Nur Alam, Bupati Buton non aktif Umar Samiun, dan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman.
Teranyar, KPK mendalami indikasi korupsi penyertaan modal Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Kota Kendari. Bahkan dalam penyelidikannya KPK seolah melakukan gaya memutar dengan turut menggali informasi seputar jalan lingkar Kota Kendari. (A*)
Penulis: Muhamad Taslim Dalma
Editor: Jumriati