ZONASULTRA.COM, ANDOOLO – Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menetapkan tiga motif kain tenun khas daerah setempat. Motif ini resmi diperkenalkan dalam acara launcing motif khas tenun Kabupaten Konsel di Hotel Clarion Kendari, Senin (4/12/2017).
Beragam model hasil desain penenunan karya tangan pengrajin Konsel ditampilkan dalam acara ini. Para gadis cantik hadir mengenakan busana bermotif khas tenun yang telah dibuat tersebut.
Penetapan motif ini berlangsung alot. Dilakukan selama satu hari melalui workshop dengan dihadiri para tokoh masyarakat, Lembaga Adat Suku Tolaki (LAT), pemerintah daerah, serta komunitas kreatif yang ada di daerah itu.
Dalam workshop tersebut, para tokoh menuangkan gagasan tentang objek yang akan diambil sehingga dalam penentuanya motif yang dihasilkan bisa mewakili kearifan lokal masyarakat setempat.
Kalo Sara, Jonga Bertanduk Lima, serta Pohon Sagu menjadi motif pilihan. Tiap-tiap motif memiliki kandungan filosopi kearifan lokal budaya nenek moyang daerah itu.
Kegiatan ini diinisiasi oleh dinas pariwisata melalui bidang badan ekonomi kreatif (Bekraf) dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Konsel.
“Kita bersepakat, duduk bersama memilih motif ini dengan harapan kain tenun khas ini dapat membawa pengaruh positif bagi kehidupan masyarakat, juga pemda serta menjadi kebanggan kita bersama ke depan,” kata Ketua Dekranasda Konsel Nurlin Surunuddin saat launcing motif tenun khas Konawe Selatan, Senin (4/12/2017).
Makna Motif
1. Motif Kalo Sara
Pada tingkat nilai budaya, masyarakat Suku Tolaki menganggap kalo sara adalah sistem nilai yang berfungsi mewujudkan ide-ide yang mengkonsepsikan hal yang paling bernilai bagi orang Tolaki.
“Adalah apa yang disebut medulu mepoko’aso (persatuan dan kesatuan), ate pute penao moroha (kesucian dan keadilan), morini mbu’umbundi monapa mbu’undawaro (kemakmuran dan kesejahteraan),” ungkap Bulo Syarif, anggota pengurus Lembaga Adat Tolaki pada zonasultra.id.
Bulo menjelaskan, kalo sara juga dianggap sebagai fokus dan pengintegrasian unsur-unsur kebudayaan. Juga sebagai pedoman hidup terciptanya ketertiban sosial dan moral dalam kehidupan, serta sebagai pemersatu dan solusi terhadap pertentangan-pertentangan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat.
Sehingga, para tokoh adat memandang penempatan motif kalo sara dalam kain tenun khas Konsel dianggap perlu dilakukan. Karena memiliki makna yang kuat bagi kehidupan masyarakat Konawe Selatan.
2. Motif Jonga Bertanduk Lima
Jonga (rusa) bertanduk lima memiliki makna historis yang kuat karena merupakan kebiasaan nenek moyang Suku Tolaki yang pertama datang mendiami Konsel. Secara kewilayahan, daratan Konsel memiliki kawasan yang diminati rusa. Sehingga lahir istilah dalam bahasa Tolaki “medonga” yang artinya berburu jonga.
Kemudian kalimat bertanduk lima diartikan sebagai angka bermakna spiritual yang mengartikan jumlah agama yang diakui di Indonesia ada lima. Selain itu Pancasila memiliki lima sila yang dianggap sebagai pedoman.
“Dan yang tidak kalah pentingya, Konawe Selatan menjadi definitif sebagai daerah otonomi baru saat itu jatuh pada bulan lima, itulah alasan kami memberi motif jonga bertanduk lima,” jelas Bulo.
3. Motif Pohon Sagu
Pada masyarakat Konawe Selatan, sagu dianggap sebagai salah satu sumber bahan pangan khas pokok. Sehingga motif pohon sagu dianggap perlu dalam penggunaan motif tenun khas, karena merupakan hal yang penting bagi kehidupan umat manusia.
“Yang perlu kita ingat, bahwa setiap pelaksanaan adat sagu itu mesti disebut. Ada istilah morini mbu’umbundi monapa mbu’undawaro, yang dalam bahasa Indonesia artinya sejuk di bawah pohon pisang ataupun di bawah pohon sagu, tetapi filosofi dari penggunaan motif kali ini adalah merupakan makna kemakmuran dan kesejahteraan,” paparnya.
Peran Pemerintah Daerah
Bupati Konsel Surunuddin Dangga yang turut hadir dan meresmikan langsung motif kain khas tersebut mengaku bangga. Setelah sekian lama Pemda Konsel akhirnya bisa menentukan motif tenun khasnya.
“Pemda akan terus turut berperan aktif, melakukan inovasi, serta mengembangkan tenun khas ini. Di sisi lain, dukungan penguatan Hak Intelektual (HAKI) pada deputi fasilitasi HAKI Badan Ekonomi Kreatif Indonesia mendapat apresiasi sangat baik. Sehingga motif tenun ini akan didaftarkan, paten untuk Kabupaten Konsel,” ujar Surunuddin.
Dia menganggap penting motif keberagaman budaya yang dimiliki Konsel menjadi pemersatu dalam mendukung pembangunan daerah. Dan dapat menjadi unsur pendukung dalam mempererat bubungan sosial antar masyarakat.
Kebangkitan pengembangan motif khas tenun, dipercaya dapat menjadi awal perkembangan industri-industri kecil rumahan untuk lebih kreatif menghasilkan motif khas tenun yang memiliki kualitas dan estetika.
“Dalam pengembangan pariwisata, tenun khas dapat menjadi cinderamata bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah kita, sehingga harus optimis tenun khas kita ke depan bisa go internasional,” kata Surunuddin.
Ketua DPRD Konsel Irham Kalenggo mengatakan, sejak Kabupaten Konawe Selatan mekar dari Kabupaten Konawe 13 tahun lalu, telah banyak diskusi yang dilakukan, tetapi tidak pernah mampu melahirkan aktualisasi dari ide-ide cerita tentang motif khas tenun ini.
“Saya melihat ini adalah sebuah mahakarya, dari sebuah ide cerdas anak-anak bangsa khususnya Konawe Selatan. Tentu patut kita berikan apresiasi, agar ke depan dapat menjadi kebanggan kita semua,” ungkap Irham dengan penuh bangga. (A)
Reporter: Erik Ari Prabowo
Editor: Jumriati