Kakao Kolut Riwayatmu Kini

Nur Rahman Umar
Nur Rahman Umar

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) menjadi kabupaten terbesar penghasil kakao di Sulawesi Tenggara (Sultra). Tanaman kakao menjadi primadona bagi penghasilan asli daerah setempat. Tapi kini, kakao asal Kolut seperti ditelan bumi, produksinya menurun drastis.

Bupati Kolut Nur Rahman Umar mengatakan, dulu dengan tanaman kakao-nya, Kolut dijuluki daerah Dolar. Tapi sekarang penghasilan petani kakao di daerah itu menurun drastis.

Nur Rahman Umar
Nur Rahman Umar

Penyebabnya adalah banyak tanaman kakao yang sudah tidak produktif lagi, karena umur tanaman yang sudah tua. Dari 78 ribu hektar tanaman kakao di Kolut, 43 ribu hektar di antaranya sudah tidak produktif lagi.

Akibat kondisi ini, kata Nur Rahman, 43 ribu hektar tanaman kakao tidak produksi, dan Kolut harus rela kehilangan uang sekira Rp 3,5 triliun per tahun.

Untuk mengembalikan kejayaan Kolut sebagai sentra produksi kakao, Nur Rahman, memiliki beberapa strategi. Mulai dari pemotongan dana rutin setiap kepala dinas, sampai meminta bantuan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian.

Bahkan, dia juga meminta bantuan kepada pihak bank agar mengikhlaskan dana corporate social responsibility (CSR)- nya diahlikan untuk membantu pembelian bibit kakao.

Selain itu, ia juga akan mendatangkan tiga orang profesor dari Universitas Hasanuddin Makassar yakni, Prof. Djuanda Djuda, Prof. Amin Yassi dan Prof. Yunus yang ahli dalam hal pembibitan, pemangkasan, dan pemeliharaan, serta ahli tanah dan ahli hama.

Kehadiran tiga profesor ini adalah untuk memberikan petunjuk kepada para petani kakao dan cengkeh agar produksi – produksi perkebunan mereka meningkat.

(Baca Juga : Revitalisasi Tanaman Kakao, Pemda Kolut Alokasikan Dana Rp 53 Miliar)

“Luas tanaman kakao di Kolut itu 78 ribu hektar yang tersebar di 15 kecamatan. 43 ribu hektar sudah tidak produktif lagi. Nah inilah yang dijadikan sasaran untuk dikembalikan melalui revitalisasi dengan cara peremajaan, supaya kembali jadi produksi,” ungkapnya ditemui pada acara seminar nasional pengembangan kakao berbasis inovasi untuk mendukung kemandirian dan daya saing daerah, di salah satu hotel di Kendari, Selasa (5/12/2017).

Untuk program tahun 2018, lanjut Nur Rahman, pihaknya telah menyisihkan Rp 50 miliar di sektor perkebunan. Di mana tahun-tahun sebelumanya hanya sekira Rp7 miliar.

Tahun 2018, dirinya telah menetapkan program revitalisasi tanaman kakao. Sebab, ada sekitar 80 persen masyarakat Kolut hidupnya tergantung ke tanaman kakao, sehingga jika program ini berhasil maka dapat mensejahterakan masyarakat.

“Kalau itu kembali maka itu akan mensejahterakan masyarakat dan kalau sudah terjadi penguatan ekonomi masyarakat itu sejahtera. Maka semua sektor akan terbangun kembali,” jelasnya.

(Baca Juga : Genjot Produksi, Balitbang Sultra Gandeng DRD Kembangkan Kakao Berbasis Inovasi)

Dia menambahkan, selama ini hasil produksi kakao Kolut dijual ke Sulawesi Selatan (Sulsel). Kemudian Sulsel mengekspornya ke negara konsumen. Namun, Nur Rahman tidak mengetahui secara pasti berapa produksi kakao di Kolut untuk tahun 2016. Dia hanya mengatakan, untuk produksi kakao tahun 2017 sekira 75 ribu ton.

“Ke depan kita harap tidak seperti itu. Ke depan Kolut langsung yang menjual ke negara konsumen,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian Dudi Gunadi menyatakan, siap memberikan dukungan kepada Pemerintah Kolut dalam pengembangan komoditas tanaman kakao.

” Saya sangat mengapresiasi upaya Bupati Kolut untuk memperjuangkan pengembangan komoditas tanaman kakao di daerah Kolaka Utara,” tukasnya. (A*)

 

Reporter : Ramadhan Hafid
Editor : Kiki

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini