ZONASULTRA.COM, KENDARI – Penghadangan kapal yang memuat alat berat milik PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) di Perairan Cimpedak, Konawe Selatan (Konsel) Minggu (14/1/2018) bukan tanpa alasan. Aksi yang berujung tertembaknya salah satu warga itu disebabkan oleh persoalan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT GMS.
Warga 3 Desa di Kecamatan Laonti, Konsel, Sulawesi Tenggara (Sultra) tak dapat hidup dengan tenang karena perkampungan mereka berada dalam lokasi IUP nikel PT GMS. Ketiga desa itu yakni Desa Sangi-Sangi, Desa Ulusawa, dan Desa Tue-tue dengan jumlah 500 Kepala Keluarga (KK) lebih.
Salah satu pemilik lahan sekaligus kuasa perwakilan warga 3 Desa itu, Bahasmi menceritakan warga mulai was-was ketika pada 8 Agustus 2011, IUP PT GMS ditingkatkan statusnya dari tahap eksplorasi ke aktifitas produksi. PT. GMS mengantongi izin kelola pertambangan di atas lahan seluas 2.588 Hektar. Saat itu IUP dikeluarkan oleh Imran yang masih menjabat bupati Konsel.
Di dalam IUP tersebut terdapat 905 hektar lahan dengan status kepemilikan lahan darin123 orang dengan dasar surat kepemilikan tanah (SKT) yang keluar mulai dari tahun 1985 sampai tahun 2002. Jika IUP tersebut tidak direvisi maka mengancam perumahan, perkantoran, mesjid, lahan perkebunan dan pertanian di tiga desa itu.
905 Hektar itu masuk dalam IUP PT GMS dengan alasan telah dibeli dari pemilik lahan dan terbagi dalam 72 Surat kepemilikan Tanah (SKT). Namun Kata Bahasmi, pihak perusahaan membelinya pada orang yang tidak tepat karena pemilik lahan aslinya tidak pernah menjual lahannya.
“Dengan adanya SKT itu maka kita menggugat secara hukum terkait IUP tersebut untuk wilayah lahan kami. Kita sudah menang di PTUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri) Makassar. Tapi mereka saat ini sedang banding di Mahkamah Agung (MA),” kata Bahasmi dihubungi ZonaSultra melalui telepon selulernya, Selasa (16/1/2018).
(Berita Terkait : Sengketa IUP di Laonti Konsel Kacau, Satu Warga Diduga Kena Tembak)
Dengan status SKT tersebut maka warga menolak kegiatan PT GMS yang tiba-tiba memasukan alat berat ke lahan warga. Kata Bahasmi selama belum ada penyelesaian warga tetap akan melakukan aksi penolakan. Apalagi proses hukum di MA belum selesai.
Sampai saat ini ZonaSultra masih berusaha mengkonfirmasi pihak PT GMS terkait masalah tersebut. Wawancara terakhir antara ZonaSultra dan PT GMS Perwakilan Sultra Purwanto terjadi pada mediao Mei 2016 lalu.
“Kalau kita sih pengennya menyelesaikan hak-haknya masyarakat dan tidak ada istilah mengatasnamakan tapi yang benar-benar hak masyarakat dengan bukti-bukti yang ada. Kita ingin berhubungan langsung,” Kata Purwanto melalui telepon selulernya kala itu.
Saat itu komunikasi yang dibangun antara PT GMS dengan warga dianggap baik-baik saja. Purwanto memastikan PT. GMS tidak akan mungkin beroperasi di lahan warga jika semua permasalahan belum diselesaikan.
Mengenai langkah hukum sebagian warga dipersilahkan karena jika berkaitan dengan PT GMS maka data-datanya sangat siap. Mengenai dokumen Amdal yang dituduhkan rekayasa, Purwanto mambantahnya karena penyusunannya sudah sesuai prosedur. (A)
Reporter : Muhamad Taslim Dalma
Editor : Tahir Ose