Ghouta adalah Kita, Ghouta butuh Khilafah!

Risnawati
Risnawati

Ibarat sebuah vas porselin yang pecah berkeping-keping, demikian juga dengan gambaran umat Islam saat ini tersekat-sekat oleh Nasionaisme. Batas-batas itu tidak memiliki tempat di antara kaum Muslim, padahal Nabi Saw telah bersabda, “Perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta dan kasih sayang mereka adalah laksana satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan kesulitan tidur” (HR. Muslim).

Ghouta Timur adalah kejahatan keji dari sekian banyak yang tejadi di Suriah oleh rezim laknatullah Bashar Al-Assad dan para pendukungnya di Timur dan Barat. Senjata kimia juga ditembakkan ke arah warga sipil, dan ini adalah Srebrenica terbaru Suriah, sama seperti Aleppo adalah Sabra dan Shatila-nya.

Seperti dilansir dalam Republika.Co.Id, Damaskus- Situasi di Ghouta sangat mengerikan. Pasukan Suriah masih terus menghujani kawasan Ghouta Timur sehingga jumlah korban tewas terus bertambah. PBB pun mendesak gencatan senjata segera dilakukan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa baru.

Seperti dilaporkan The Guardian, Kamis, 22 Februari 2018, seruan tersebut disuarakan Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres. Dia menuntut penghentian segera semua kegiatan perang di daerah pinggiran Damaskus tersebut. Sekjen PBB menggambarkan kondisi di Ghouta timur saat ini sebagai “neraka di bumi”.

Sejak pasukan pasukan Suriah memborbardir Ghouta awal pecan ini, lebih dari 335 telah terbunuh di daerah kantong kelompok oposisi Suriah. Sebanyak 13 warga sipil tewas dalam serangan terbaru, Kamis 22 februari 2018 pesawat tempur rezim Assad semakin ganas menyerang kota terakhir yang masih dikuasai kelompok oposisi. Sejak tahun lalu, lebih dari 95 persen kawasan Suriah telah dikuasai sepenuhnya rezim Assad. Sementara kawasan Raqqa yang selama hamper tiga tahun dikuasai ISIS, berhasil direbut kembali Assad pada medio 2017 lalu. Parahnya kondisi Ghouta telah membuat PBB menyerukan gencatan senjata. Di sana lebih dari 1.200 orang telah terluka. Kondisi Ghouta yang terkepung oleh pertempuran telah membuat akses pangan dan obat-obatan ke kota kecil terblokir. Penduduk setempat hidup dalam teror dan ketakutan sekitar 400.000 orang terjebak dan memilih berlindungdi gua-gua dan ruang bawah tanah. Kondisi perang semakin diperparah lantara hujan es juga melanda Ghouta timur.

“Semua organisasi kemanusiaan dan HAM ini, semuanya tidak ada yang masuk akal. Begitu juga dengan terorisme. Terorisme mana yang lebih besar dari membunuhi penduduk sipil dengan segala macam senjata? Apakah ini sebuah perang? Bukan ini bukan perang. Ini namanya pembantaian.” Diana Semaan, peneliti sukarelawan Suriah.

Berbagai upaya pun dilakukan untuk membantu meringankan beban Ghouta, seperti komentar kecaman dari UNICEF atas pemboman terbaru tersebut. Begitupun berupa kutukan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) pada hari Selasa (6/2) mengutuk Presiden Suriah Bashar Al-Assad dan Rusia karena ketegangan yang diciptakan dan perusakan di zona de-eskalasi. Namun pertanyaannya, cukupkah masalah Ghouta hanya disolusi dengan kecaman atau kutukan dan berharap pada PBB?

Jalan buntu perdamaian

Permasalahan Ghouta, diselesaikan dengan jalan perundingan dan negosiasi yang tidak dirancang dan didasari oleh ajaran Islam, walaupun mereka berpenduduk mayoritas Muslim. Karena itu, tidak mengherankan pula bahwa negara-negara Barat hanya menawarkan kata-kata kutukan yang kosong, sementara mereka itulah yang secara langsung memandu kekejaman tersebut untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan materi bagi mereka.

Pembantaian muslim Ghouta belum juga mendapat respon dari pemerintah, gambaran lemahnya kepedulian terhadap sesama muslim. Mereka, para penguasa negeri-negeri Muslim di sekitarnya tidak pernah pernah melakukan tindakan yang benar-benar serius untuk menyelamatkan nyawa manusia dari serangan keji oleh pasukan Bashar yang tak hentinya melakukan pembantaian terhadap kaum Muslim.

Mereka semua telah mengikat bendera mereka terlalu erat ke tiang Barat sehingga bagi mereka tidak dapat memikirkan untuk bertindak melawan kepentingan kaum imprealis Barat. Yang lebih mengerikan lagi, pasukan rezim Bashar al Assad dilaporkan kini hanya menunggu perintah untuk melancarkan serangan darat besar-besaran dengan senjata berat ke atas kawasan itu. Pasukan Assad ingin merebut kota tersebut dari oposisi. Sehingga mereka meluncurkan operasi pengeboman besar-besaran ke kawasan tersebut. Kekerasan di Ghouta tercatat sebagai perang sipil paling mematikan di Suriah.

Telah terbukti bahwa solusi yang diberikan oleh PBB hanyalah sebuah ilusi, meskipun berbagai bantuan berupa makanan dan obat-obatan dikirimkan untuk Ghouta, namun itu hanyalah solusi parsial belaka. Hari ini penduduk Ghouta bisa makan dan memperoleh kesehatan, tapi blum tentu keesokan harinya mereka masih bisa dijamin hidup. Jika masalah Palestina saja PBB tak mampu mengatasinya, maka sudah dipastikan masalah Ghouta pun tak bisa diselesaikan.

Karena itu, Ghouta memanggil kita, memanggil umat Islam untuk terus menerus menyadarkan kepada kaum muslimin bahwa penyelesaian masalah Ghuota bukan dengan gencatan senjata serta bantuan kemanusiaan yang tidak menghasilkan solusi tuntas, tetapi hanya dengan pembebasan dari imprealis melalui kekuatan militer dibawah sistem Islam yaitu Khilafah, yang akan mengakhiri kekejaman para agen penjajah Barat dengan menghabisi hingga ke akarnya. Wallahu a’lam.

 

Oleh: Risnawati
Penulis Merupakan Staf Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kolaka

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini