Pulonggida, Kampung di Tengah Kota Yang Merindukan Listrik

Pulonggida, Kampung di Tengah Kota Yang Merindukan Listrik
Pulonggida - Tiang-tiang listrik di kampung Pulonggida yang sudah berdiri sejak tahun 2014 yang lalu. Namun Hingga kini belum ada aliran listrik. (Muhammad Taslim Dalma/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, KENDARI– Siapa yang menyangka, di kota Kendari masih ada masyarakatnya yang belum dapat menikmati germelap cahaya listrik. Kendari adalah ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang dikenal publik sebagai kota berprestasi. Berkat segudang prestasi yang diraihnya, Walikotanya Asrun disejajarkan dengan Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung) dan Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya).

Kampung Pulonggida namanya. Sejak Indonesia merdeka 70 tahun silam, kampung ini belum juga diterangi listrik sebagaimana wilayah lainnya yang ada dalam kota Kendari.

Kampung Pulonggida masuk dalam RT 15 RW 5 Kelurahan Watulano, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari. Pendududuknya sekitar 60 kepala keluarga (KK) dengan wajib pilih sekitar 300 lebih.

Untuk sampai ke kampung itu, hanya sekitar 3 kilo meter dari jalan raya Puuwatu (menuju gerbang perbatasan kabupaten Konawe). Kampung imni dapat dilewati dengan mudah oleh kendaraan roda dua dan roda empat. Jika dari kantor walikota Kendari maka menuju arah barat sekitar 10 kilo meter. Jalan masuknya tepat di lorong Konggoasa.

Pulonggida, Kampung di Tengah Kota Yang Merindukan Listrik
Bukti pembayaran untuk memasukan listrik PLN oleh warga Pulonggida kepada Ketua RT Saruddin. Nominalnya Rp 1,8 Juta.

Lorong ini belum sepenuhnya diaspal, kecuali bagian pertengahan jalan yang panjangnya 300 meter lebih telah teraspan mulus. Jalan aspal pun tak sampai di kampung Pulonggida.

Sepanjang jalan sudah berdiri tiang-tiang listrik besar sampai ke ujung kampung tersebut. Kabel-kabelnya sambung menyambung sehingga ketika melihatnya tak akan terpikir jika kampung tersebut belum dialiri listrik.

Awak zonasultra.id sempat berkunjung ke kampung tersebut pada pekan terakhir Januari 2016. Rumah-rumah warga sudah dipasangi instalasi listrik namun belum ada meterannya apalagi aliran listrik.

Ketika matahari terbenam, mulai terdengar suara genset dan lampu pun menyala di sebagian kecil rumah-rumah warga. Nyanyian lagu-lagu dangdut hingga pop terdengar dari speaker salon salah satu rumah warga. Suasana kampung yang tenang dan sepi membuat suara lagu dari speaker itu hampir kedengaran oleh seisi kampung. Plus suara burung malam yang bersahut-sahutan.

Tasman, salah satu warga di kampung tersebut yang tidak mau menggunakan genset. Dia dan keluarganya hanya mengandalkan lampu pelita (lampu yang terbuat dari kaleng, lalu diberi sumbu dan minyak tanah). Lampu tersebut juga jadi andalan anak-anaknya untuk belajar di malam hari.

Agar tidak ketinggalan perkembangan informasi, dia memilih menggunakan radio transistor yang menggunakan baterai dengan memanfaatkan gelombang frekuensi siaran. Radio tersebut manjadi satu-satunya hiburan malam di tengah sepinya kampung.

“Pada saat pakai genset, bikin rusak saja barang-barang elektronik. Sekarang tidak lagi karena saat itu gensetnya juga tidak bertahan lama (rusak). Sekarang saya sudah tidak maume pake genset, habis diongkos untuk biaya bahan bakarnya,” ujar Tasman saat berbincang di teras rumahnya pada suatu malam ditemani lampu pelita, Sabtu (16/1/2016).

Karena tidak adanya aliran listrik tersebut, Tasman dan keluarganya enggan membeli barang-barang elektronik, terkecuali telepon genggam. Itupun untuk mengecasnya harus menyeberang ke bagian atas kampung yang sudah dialiri listrik.

Perhatian pemerintah dan wakil rakyat di kampung ini hanya pada momen-momen pemilu. Setelah itu tidak ada satupun kepala daerah atau wakil rakyat yang mau menyambangi warga Pulonggida.

“Ah, pemerintah dan wakil rakyat itu sama saja. Hanya datang hambur-hambur air mulut. Setelah pemilu tidak tahu dimana mereka,” ujar Tasman yang juga pensiunan staf Kantor Gubernur Sultra ini.

Listrik Tak Kunjung Menyala

Tasman bercerita, tiang listrik yang berdiri tegak itu sudah masuk sejak awal tahun 2014 lalu. Tepatnya bulan Maret 2014, tiang dan kabelnya telah menghiasi kampungnya. Instalasipun akhirnya dipasang di rumah-rumah penduduk termasuk di rumah Pak Tasman.

Istri Tasman, Sunartin mengungkapkan, dengan iming-iming meteran dan listrik, dia dan warga lainnya dimintai oleh pihak PLN dan kepala RT untuk membayar Rp.1 juta hingga Rp.2 juta per kepala keluarga. Keluarga Tasman sempat membayar Rp 1,8 juta kepada Ketua RT Saruddin pada April tahun 2015 yang lalu.

“Waktu itu ada 20 orang warga di sini yang membayar, ketika kami meminta uang itu dikembalikan, hanya dijanji dari bulan ke bulan bahwa listrik akan segera masuk,” kata Sunartin, sembari menunjukkan kwitansi bukti pembayaran.

Awak zonasultra.id pernah dua kali mencoba konfirmasi langsung ke Ketua RT Saruddin di rumahnya, pada akhir Januari 2016. Namun dia selalu tidak berada di tempat dan nomor handphonennya tak aktif.

Tetap Bertahan Tanpa Listrik

Pulonggida, Kampung di Tengah Kota Yang Merindukan Listrik
Nenek Sunuba, lahir dan besar di kampung Pulonggida sebelum Indonesia Merdeka, 70 tahun silam. Hingga kini dia belum menikmati listrik

Namanya nenek Sunuba. Lahir dan besar di kampung Pulonggida. Meski kini sudah memiliki cicit, namun ia masih tetap setia bertahan tinggal di kampung tak berlistrik itu. Dia sudah tak mengingat lagi bulan dan tanggal lahirnya. Hanya saja dipastikannya kalau dia lahir di Pulonggida sebelum Indonesia Merdeka.

Sunuba bercerita anak-anak dan cucunya kini menetap di dekat pusat Kota Kendari yang telah dialiri listrik. Ketika tiang listrik itu berdiri, anak-anaknya sempat berencana akan membangun juga di kampung itu. Namun urung dilakukan karena ternyata listrik tidak pernah masuk.

“Saya liat-liat ini tiang, mudah-mudahan da menyalami kasian ini listrik. Ada ini orang di sini waktu masuk itu tiang gembira sekali. Dia sangka mau masukmi listrik. Ternyata sampai dia meninggal mi, sekarang listrik tidak ada juga,” cerita Sunuba di pintu rumahnya, Kamis (28/01/2016).

Sunuba termasuk salah satu orang yang membayar ketika ada iming-iming lampu akan segera masuk dari PLN. Sunuba membayar Rp.800 ribu, melalui pihak PLN langsung dan tanpa melalui perantara kepala RT.

“Jika lampu sudah menyala, katanya harus dicukupkan lagi menjadi Rp.3 juta, tapi manami ini, tidak menyala juga,” tanya Sunuba.

Sulit Intervensi Listrik

Belum masuknya listrik di kampung Pulonggida, ditanggapi Wakil Walikota Kendari Musadar Mappasomba. Ia mengatakan pernah membicarakan masalah listrik tersebut dengan PLN. Hanya saja memang sampai saat ini belum ada aliran listrik.

Masalah listrik pada dasarnya menjadi kewenangan PLN dan sulit untuk diintervensi oleh pemerintah kota. Namun demikian terkhusus di Pulonggida yang belum pernah dialiri listrik, Musadar berjanji akan mendesak PLN segera memasukan listrik karena tiang-tiangnya sudah berdiri.

“Isnya Allah, Nanti saya ketemu pak Maulana dengan Pak Haris yang buat jaringan di PLN. Sebenarnya kita tidak bisa intervensi yang begitu,” ujar Musadar di Kendari, Kamis (28/01/2016).

Sebagai wakil walikota, Musadar mempunyai rencana kedepan  akan menjadikan kampung Pulonggida sebagai tempat agrowisata kampung sagu. Sebagaimana lokasi-lokasi lainnya dalam kota Kendari yang dikhususkan untuk tempat wisata seperti di Bungkutoko yang khas dengan wisata mangrovenya.

Penulis : Muhammad Taslim Dalma
Editor  : Rustam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini