Kamis,15 Maret 2018 yang lalu, presiden Joko Widodo dalam pertemuannya dengan para petinggi perbankan di Istana Negara menyinggung tentang penerapan produk financial baru yaitu kredit pendidikan atau student loan bagi pelajar Perguruan Tinggi di Indonesia. Dimana dalam program ini pelajar dapat mencicil biaya perkuliahannya ketika sudah di terima di dunia kerja. Hal ini juga dimaksudkan agar dapat menambah target pertumbuhan kredit yang pada tahun 2017 mengalami penurunan dan tidak mencapai target. Dalam pidatonya, Jokowi menyatakan bahwa program student loan ini terinspirasi dari Amerika Serikat yang saat ini total kredit khusus pendidikannya telah mencapai angka 1,3 triliun dollar AS.
Jika melihat dari perspektif Islam, program ini dapat menjadi salah satu ladang ‘dosa investasi’ bagi pemerintah untuk mahasiswa. Mengapa demikian ?
Sebagaimana yang kita pahami sebagai umat Muslim bahwa pinjaman dengan bunga baik persentase bunga tersebut besar maupun kecil merupakan transaksi RIBA. Dimana Allah Swt melaknat para pelaku riba tersebut, baik peminjam,pemberi pinjaman,pencatat transaksi yakni saksi. Sebagaimana yang di jelaskan dalam Hadita Rasulullah SAW dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud,dari ayahnya,ia berkata;
“Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba,orang yang memberi makan riba,saksinya dan penulisnya” (hadist Shahih riwayat Abu Dawud,Ahmad,Ibn Majah, Al-Tarmidzi dan Ibn Hiban)
Dalam sistem Kapitalisme seperti saat ini, transaksi riba seperti di atas menjadi hal yang dianggap lumrah. Bahkan penguasanya sendiri pun melakukan transaksi seperti ini, maka bukan hal yang tidak mungkin menjadikan rakyatnya melakukan hal serupa.
Bahkan kegiatan pinjam-meminjam tersebut sebagai salah satu solusi atas permasalahan ekonomi yang terjadi tanpa memperdulikan lagi besaran bunga yang biasanya lebih besar dibanding hutang pokoknya. Masyarakat seakan sudah tidak peduli dengan pemerintah yang notabenenya merupakan representasi dari rakyat untuk mengurus permasalahan rakyat.Mereka memilih untuk menyelesaikan sendiri permas
alahan mereka dan tidak bergantung kepada pemerintah.
Seperti halnya kasus student loan ini, pendidikan merupakan salah satu dari 10 hak anak yang wajib di dapat dan di jamin oleh undang-undang. Setiap anak wajib untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan adanya program student loan ini, maka lagi-lagi pemerintah lepas tangan akan kewajibannya memenuhi hak setiap anak tersebut dengan menjadikan biaya pendidikan sebagai ladang bisnis, dengan kata lain setiap anak di tuntut harus dapat membiayai sendiri proses perkuliahan yang di lakukan sehingga lepas sudahlah tanggung jawab negara dalam membiayai proses pendidikan setiap anak. Dan terjadilah hubungan pedagang dan pembeli antara pemerintah dan masyarakat.
Tidak hanya sampai di situ, kedzoliman yang di dapatkan mahasiswa akan terus berlanjut, jumlah bunga jangka panjang akan terus membengkak sampai mahasiswa tersebut berhasil mendapatkan pekerjaan tetap. Dimana saat ini proses pencarian pekerjaan bukanlah suatu hal yang mudah. Sudah sangat banyak sarjanawan/sarjanawati yang menambah angka pengangguran di indonesia. Lalu bagaimana kabar pinjaman tersebut jika seorang mahasiswa saja akan menganggur 2-3 tahun ?
Pendidikan Pada Masa Kejayaan Islam
Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat secara keseluruhan. Dimana pendidikan tersebut menjadi kebutuhan asasi yang harus dikecap oleh manusia dalam hidupnya. Tanpa membedakan martabat,usia maupun jenis kelamin seseorang. Dalam islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang di terapkan termaksuk membiayai proses pendidikan.
Pendidikan gratis namun bermutu bisa diwujudkan oleh Khilafah karena Khilafah mempunyai sumber pendapatan yang sangat besar. Sistem pendidikan formal yang di selenggarakan Negara Khilafah memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari Negara (Baitul Mal). Terdapat dua sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat di gunakan untuk membiayai pendidikan, yang pertama yaitu Pos fa’i dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara seperti ghanimah,khumus ( seperlima harta rampasan perang), jizyah dan dhariiabah (pajak). Yang kedua yaitu Pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas,hutan,laut, dan lain-lain. ( zallum,1983;an-nhabani,1990).
Selain itu, kekayaan milik negara dan milik umum dikelola langsung oleh negara yang hasilnya didistribusikan kepada rakyat melalui pembiayaan pendidikan, kesehatan dan layanan publik yang lainnya. Dengan cara yang sama, negara juga bisa membangun infrastruktur pendidikan yang lebih dari memadai, serta mampu memberikan gaji dan penghargaan yang tinggi kepada para tenaga pendidik atas jasa dan karya mereka.
Dari pendidikan dasar, menengah hingga atas, yang menjadi kewajiban negara, tidak sepeser pun biaya dipungut dari rakyat. Sebaliknya, semuanya dibiayai oleh negara. Anak-anak orang kaya dan miskin, sama-sama bisa mengenyam pendidikan dengan kualitas yang sama.
Dengan hadits Rasulullah SAW, “Imam (kepala negara) adalah penggembala, dan dialah satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap gembalaan (rakyat)-nya.” (HR Al Bukhari)
Sehingga negara dalam hal ini penguasa betul-betul menjalankan perannya dalam hal melahirkan generasi cemerlang peradaban tanpa harus menjerumuskan masyarakatnya dalam lubang dosa. Wallahu’alam bi ash’showab. (***)
Takbir!!! Allahu Akbar☝️