Isu “Anti Imigran” dan Eksistensi Kelompok Sayap Kanan di Eropa

Huda Rabbal Alam
Huda Rabbal Alam

Semakin memanasnya konflik di Timur Tengah mendorong semakin besarnya arus migrasi ke negara-negara Eropa. Beberapa negara di Eropa tidak begitu mempermasalahkan kondisi ini dan menerima dengan baik para imigran. Namun beberapa negara lainnya, menentang dan bahkan menolak dengan keras kedatangan imigran terutama dari negara-negara di Timur Tengah. Pemerintah dari beberapa negara Eropa pada akhirnya membuat kebijakan yang menunjukkan sikap “anti-imigran”.

Salah satunya adalah Hungaria. Negara ini dikenal sebagai “penentang keras” masuknya arus pengungsi dari negara lain. Negara dengan kebijakan Zero-Refugee-nya ini bahkan membangun pagar berduri untuk mencegah kedatangan para imigran ke negaranya.

Gelombang penolakan pengungsi juga nampak terus berdatangan dari kalangan masyarakat umum. Aksi demonstrasi anti imigran terjadi di berbagai negara Eropa bahkan di negara yang dikenal “ramah terhadap pengungsi”, semisal Jerman. Pada tahun 2015, aksi protes terjadi di beberapa kota. Demonstrasi ini diinisiasi oleh Patriotic Europeans Against the Islamisation of The West (PEGIDA) yang membawa misi utama yakni melawan islamisasi Barat.

Tentu saja, kebijakan anti imigran akan memuluskan jalan untuk mencapai misi tersebut. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat Eropa tidak setuju dengan kedatangan pengungsi. Dari penelitian yang dilakukan Pew Research Competition menunjukkan bahwa 50% masyarakat dari 10 negara di Eropa setuju bahwa pengungsi hanya menjadi beban bagi masyarakat karena mengambil pekerjaan serta manfaat sosial yang seharusnya hanya tersedia bagi warga negara masing-masing.

Kelompok Sayap Kanan Sedang Melebarkan “Sayap” di Eropa

Beberapa tahun terakhir, Kelompok sayap kanan di Eropa terlihat semakin menunjukkan eksistensinya. Ditandai dengan banyak terpilihnya partai berhaluan kanan pada masa pemilihan umum. Banyak dari anggota partai yang berhasil menduduki jabatan strategis mulai dari keanggotaaan dalam parlemen hingga kursi kepresidenan.

Di Prancis, Partai Front Nasionalis yang berhaluan kanan telah eksis dalam pemerintahan sejak tahun 2002 dengan mendapatkan perolehan suara 17,8%. Dan pada pemilu tahun 2017, raihan suara partai ini semakin meningkat hingga mencapai angka 33,9 % suara. Marie Le Pen pun kembali diusung menjadi kandidat presiden pada pemilu 2017.

Sementara itu, di Hungaria, pemilihan umum di tahun 2018 baru-baru ini, dimenangkan oleh Partai Fidesz dengan perolehan suara 49,5 persen dari total 75 persen suara. Partai yang berhaluan kanan ini menempati hampir dua pertiga kursi parlemen yakni 134 dari 199 kursi, Kemenangan ini membuat Viktor Orban kembali menjabat sebagai Perdana Menteri Hungaria (2018, rferl.org).

Di beberapa negara Eropa lain pun geliat partai sayap kanan pun semakin terlihat. Melansir dari laman nytimes.com, Partai sayap kanan di Austria memenangkan 31,5 persen suara. Sementara itu di Polandia, memenangkan 39 persen suara di tahun 2015. Dan di Swedia, partai ini mendapatkan sekitar 13 persen suara pada pemilihan umum tahun 2014.

Isu “Anti Imigran” dan Kelompok Sayap Kanan

Populisme merupakan “gaya politik yang menggunakan retorika dengan tujuan bisa memikat hati rakyat” (Hastings,2013). Definisi ini sekiranya sesuai dengan geliat kelompok sayap kanan yang sedang berproses menyebarkan pengaruhnya di Eropa terlebih di masa-masa menjelang pemilu. Kelompok sayap kanan terlihat sangat pandai menawarkan solusi atas isu-isu yang sedang berkembang yang pada akhirnya bisa menarik hati masyarakat umum untuk mendukung mereka.

Isu anti imigran menjadi salah satu  isu yang diangkat oleh kaum kanan Eropa. Konflik yang semakin keruh di Timur Tengah telah meningkatkan arus pengungsi ke Eropa. Dan peningkatan tersebut diiringi dengan meningkatnya sentimen anti-imigran dari berbagai kalangan masyarakat.

Kondisi ini menjadi momentum berharga bagi sayap kanan untuk meningkatkan popularitasnya. Dengan jargon “ikatan agama” serta paham nasionalisme bangsa, sayap kanan terlihat mendapatkan dukungan yang besar dari masyarakat umum. Sehingga tidak heran, dalam setiap kali pemilu, partai-partai sayap kanan di berbagai negara Eropa memperoleh raihan suara yang patut diperhitungkan.

Meningkatnya dukungan terhadap kelompok sayap kanan juga berkaitan erat dengan menurunnya dukungan masyarakat Eropa terhadap partai kiri tradisional. Sebab di satu sisi, sayap kiri tidak menjadikan “isu imigran” sebagai isu utama mereka. Bahkan ketika isu imigran mengemuka, partai sosial demokrat hanya memilih diam. Sehingga hal tersebut membuat banyak dari kalangan masyarakat beralih memilih populis sayap kanan yang telah memiliki fokus yang jelas yakni menolak masuknya imigran, utamanya dari Timur Tengah. Beberapa negara di Eropa yang terlihat menerapkan isu anti-imigran di antaranya, Hungaria, Polandia, Denmark,Slovakia,Makedonia,Serbia,  Austria dan beberapa negara Eropa lainnya.

 


Oleh : Huda Rabbal Alam
Penulis Merupakan Mahasiswa Aktif Jurusan Hubungan Internasional UIN Jakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini