ZONASULTRA.COM, KENDARI – Komisi Informasi Publik (KIP) yang sudah terbentuk di Sulawesi Tenggara (Sultra) ternyata masih menyimpan sejumlah problematika. KIP masih melekat di Dinas Informasi dan Komunikasi (Infokom) Provinsi Sultra baik terkait penganggaran dan lainnya.
Wakil Ketua KIP Sultra Supriadin mengatakan, dengan penganggaran yang demikian maka membuat KIP tidak berdaya. Padahal, ada begitu banyak tugas-tugas dari KIP sesuai dengan undang-undang pembentukannya nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
“Sebenarnya yang harus dibetulkan itu cara pandang. KIP dalam strukutur penyelenggaraan pelayanan publik ini sebenarnya harusnya sebagai pejabat negara. Kalau dilihat KIP Sultra hari ini bukan sebagai pejabat negara tetapi kita setara dengan honorer, non ASN (aparatur sipil negara),” ungkap Supriadin di Kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sultra, Jumat (20/4/2018) malam.
Lanjut dia, dukungan pemerintah daerah saat ini patut dipertanyakan. Misalnya, saat ini KIP belum dapat menggelar sidang sesuai amanat undang-undang pembentukannya yakni untuk menyelesaikan perkara gugatan informasi. Belum ada infrastruktur dan prasyarat semisal tidak ada panitera untuk sidang.
Direktur Walhi Kisran Makati mengatakan, KIP ini sudah setahun lahir tetapi diamputasi sebelum jalan. Akibatnya, KIP tidak bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Hal inilah yang didorong lembaga-lembaga dari masyarakat sipil agar KIP berjalan dengan efektif.
“KIP itu seolah-lah dilepas kepalanya tapi ekornya dipegang. Inikan sebenarnya lembaga yang lahir secara independen, kalau di Sultra kita lihat justru melekat di dinas infokom termasuk semua anggaran dan gajinya,” ujar Kisran.
Persoalan KIP itu menjadi salah satu pembahasan dalam konsolidasi demokrasi sejumlah lembaga seperti Walhi, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, Aliansi Perempaun (Alpen) Sultra, dan senior-senior aktivis Walhi. Pertemuan digelar di Kantor Walhi, Jumat (20/4/2018) sore hingga malam. (A)