ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Cuitan Presiden sekaligus pembawa acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Karni Ilyas pada akun Twitter pribadinya, @karniilyas, Sabtu (29/4) mendapat reaksi dari netizen.
Tweet yang mengatakan ILC “Orang-orang yang memberikan vote (suara) tidak menentukan hasil dari pemilu. Namun orang-orang yg menghitung vote itulah yg menentukan hasil dari pemilu” Joseph Stalin, pemimpin Uni Soviet, secara tidak langsung telah menunjuk pada penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Cuitan Karni Ilyas tersebut mendapat banyak balasan dari netizan. Pemilik akun @Ayrahadi menuliskan “Semoga tidak terjadi kecurangan seperti pada tahun 2014!”. Akun @artnomediaoportunis menuliskan “Di neg Belanda, utk mencegah kecurangan, saat perhitungan suara TIDAK BOLEH ADA KONEKSI INTERNET di semua komputer dan alat rekapitulasi. Diawasi oleh saksi2 dari partai2 dan DISIARKAN LIVE LANGSUNG OLEH TV NASIONAL. Serta akun @Demul101 menuliskan diperlukan komitmen kejujuran. Demokrasi akan indah bila berlangsung jurdil tidak curang. Rakyat senang bergembira tanpa tekanan.
Tak hanya mereka, Ketua KPU Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Hidayatullah mengaku tercengang dan terganggu dengan cuitan MC ILC tersebut.
“Tweet Bang Karni Ilyas di atas telah menyesatkan publik yang awam atas perkembangan kepemiluan dan pilkada kita saat ini,” ujar Hidayatullah saat dikonfirmasi, Selasa (1/5/2018).
Namun tidak dipungkiri pasca pilkada, KPU selalu menjadi sasaran empuk untuk diadukan baik ke Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Itu sebenarnya soal personal-personal yang coba bermain-main di tengah sistem pemilu dan pemilihan kita yang sudah transparan (open data),” pungkas Dayat.
Menurutnya, sejak Pemilu 2014 sampai dengan Pilkada Serentak 2015 dan 2017 guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap hasil penghitungan perolehan suara di TPS, KPU tetap menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas melalui sistem informasi penghitungan suara (situng).
KPU berupaya dalam waktu 1×24 jam, scan C1 atau sertifikat hasil penghitungan perolehan suara di TPS, dan hasil hitung C1 sudah dapat ditampilkan di portal situng untuk diakses oleh masyarakat. KPU dalam Pemilu 2014, pilkada serentak 2015 dan 2017 tidak saja menerapkan prinsip transparansi, tetapi juga prinsip open data atau data terbuka.
Data hasil scan C1 dan hasil hitung C1 disediakan tidak dalam format terkunci, tetapi dalam bentuk format yang dapat ditarik atau diambil oleh publik dengan mudah.
“Dengan tranparansi, akuntabilitas dan partispasi yang dibangun KPU dalam sistem pemilu saat ini sudah terukur. Jadi kalau ada pola lama bahwa KPU bisa mempermaikan hasil pemilu maka pasti ketahuan,” imbuh Ketua KPU Sultra ini. (A)