Kerukunan Keluarga (Kekar) Bajo Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) melaksanakan Musda II di Kota Kendari pada 28 April 2018. Kegiatan yang diselenggarakan setiap lima tahun tersebut menuai kontroversi karena tanpa kehadiran Uking Djassa Ketua yang terpilih pada Musda I.
Sebagian pengurus Kekar Bajo Provinsi Sultra periode 2011-2016 telah berinisiatif melaksanakan Musda II walaupun tanpa kehadiran Ketua karena menganggap bahwa periodisasi kepengurusan sudah lewat satu tahun. Selain itu, sebagian pengurus mengakui kepengurusan yang sudah berjalan selama enam tahun di bawah kepemimpinan Uking Djassa tidak berjalan optimal. Sebagian pengurus melaksanakan Musda IIdimaksudkan sebagaiupaya terbaik penyelematan organisasi.
Terlepas dari kepentingan pihak yang telah melaksanakan Musda dan kepentingan Uking Djassa di pihak yang berseberangan, saya mencoba mendudukkan dinamika Musda pada konstitusinya. Pertama, karena Pak Uking Djassa dianggap gagal memimpin Kekar Bajo Provinsi Sultra sehingga perlu ada langkah penyelamatan organisasi maka langkah yang ditempuh adalah Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) sebagaimana diatur pada Bab VI Pasal 12 Ayat 3 Poin d yang berbunyi “dalam keadaan mendesak atau bila dipandang perlu dapat diadakan musyawarah daerah luar biasa.” Pada Bab VI Pasal 12 Ayat 2 ada empat kewenangan Musda dua diantaranya yaitu : menilai laporan pertanggungjawaban pengurus; dan mensahkan laporan pertanggungjawaban pengurus. Kedua, adanya prosesi pemberian penghargaan atau penetapan anggota kehormatan dalam bahasa konstitusi Kekar Bajo, sementara diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Bab V Pasal 5 Ayat 4 disebutkan “anggota luar biasa dan kehormatan ditetapkan dalam Kongres.”
Mengamati diskusi dalam Grup Whatsapp Kekar Bajau Uking Djassa merespon Musda II sebagai kegiatan yang inkonstitusional dan berencana akan melaksanakan Musda II tandingan. Respon Uking Djassa tidak hanya itu melainkan nama Dr. Ir. Abdul Manan, M.Sc terikut dicurigai yang mendukung Musda II. Uking Djassa bahkan melontarkan pertanyaan “siapa yang mengangkat Abdul Manan menjadi Presiden Bajo Indonesia?” Bagi saya pertanyaan itu biasa saja dan menjadi pertanyaan umum masyarakat Bajo Indonesia. Selain Uking Djassa, sebelumnya Zulkifli Azir melontarkan pertanyaan yang sama pada acara Bajo Conference yang diselenggarakan oleh Kementrian Koordinator Kemaritiman bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin pada bulan mei 2017di Makassar.
Abdul Manan adalah pendiri Kekar Bajo Indonesia sekaligus Ketua Tim Formatur. Ia disepakati sebagai Ketua Tim Formatur dalam rapat 1 Juni 2008 di Kendari yang membahas pembentukan Kekar Bajo Indonesia. Walaupun belum pernah Kongres, formatur diakui sebagai pengurus tingkat nasional serta Abdul Manan secara de jure dan de facto adalah Presiden Kekar Bajo Indonesia mendasari Anggaran Rumah Tangga Kekar Bajo Indonesia Bab 5 Pasal 9 Poin d menyebutkan “formatur yang dibentuk pada saat pendirian KekarBajo bertindak untuk dan atas nama KerukunanKeluarga Bajo Indonesia.” Dalam Anggaran Dasar Kekar Bajo Indonesia pada Bab 6 Pasal 7 Ayat 2 menyatakan “Pengurus Tingkat Nasional disebut Kekar Bajo Indonesiadipimpin oleh Presiden; Pengurus Tingkat Provinsi disebut Pengurus KekarBajo Provinsi dipimpin oleh Ketua, selanjutnya disebut Ketua Kekar BajoProvinsi.” Alasan lain yang melegitimasi Abdul Manan sebagai Presiden Kekar Bajo Indonesia atau dalam istilah pemberitaan populer dengan Presiden Bajo Indonesia yaitu adanya penandatanganan piagam kerjasama pembentukan The Bajau International Community Confederation (BICC) antara United Sabah Bajau Organisation (USBO) dengan Kekar Bajo Indonesia dan Prof. Jallun delegasi masyarakat Bajo Filipina di Jakarta pada tanggal 4 Juni 2008.BICC beranggotakan seluruh negara yang didiamioleh suku Bajo. Sedangkan pengurusnya masih berupa presidium perwakilan tiga negara yaitu : Datuk Salleh Keruak dari Malaysia, Abdul Manan dari Indonesia, dan Prof. Jallun dari Filipina. Sadar disepakati sebagai Sekretaris Jendral Presidium BICC.
Apakah Musda II absah atau tidak absah? Kedua belah pihak memiliki pembenarannya masing-masing. Apakah konflik ini akan berkepanjangan dengan terbentuknya dualisme kepengurusan Kekar Bajo Provinsi Sultra ataukah akan tercipta upaya islah? Kita akan tunggu sikap organisasional kedua pihak dan pihak lain yang dimungkinkan meng-islah-kan pihak yang berkonflik. Kita berharap sikap semua pihak yang berkepentingan berbasis pada sifat organisasi Kekar Bajo yaitu kekeluargaan, kebudayaan, keterbukaan, kebebasan, dan kemandirian.