ZONASULTRA.COM, KENDARI – Ketika seseorang memulai sesuatu dengan niat, usaha, tekad, dan kerja keras, maka hasilnya tentu saja tak akan pernah berhianat. Hal ini dialami oleh LM Bahtiar Zaadi, Deputi Kepala Perwakilan BI Sultra Bidang Sistem Pemberdayaan dan Manajemen Intern.
Ya. Pria kelahiran Baubau, 26 November 1967 ini telah melewati banyak hal sebelum menduduki tempatnya saat ini. Kondektur mobil hingga pembantu rumah tangga pernah dilakoninya.
Setamat SMA pada 1985, anak sulung dari delapan bersaudara ini merantau ke Jakarta. Layaknya anak rantau kebanyakan, ia rela meninggalkan kampung halaman untuk mencari penghidupan. Demi membantu mengurangi beban kedua orang tuanya.
Selama 3 tahun berada di Jakarta, ia sempat bekerja menjadi kondektur mobil hingga pembantu rumah tangga. Ketika itu, Tiar merupakan remaja yang aktif di masjid. Di sana, ia kemudian bertemu dengan tokoh masyarakat pendiri Universitas Islam Syech Yusuf di Tangerang. Ia lalu diajak tinggal dan kuliah di universitas tersebut.
“Saya diajak sama beliau kerja, karena belum ada kerjaan tetap saya mau saja. Saya tinggal di rumah beliau sambil ikut jadi asistennya,” ceritanya kepada Zonasultra.com, di ruang kerjanya di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sultra, Jumat (26/1/2018).
Bahtiar percaya setiap orang yang punya keinginan untuk berusaha, maka pasti akan diberi jalan. Kemudian, dirinya mencoba peruntungan dengan mendaftar menjadi saptam di Bank Indonesia. Dalam perjalanannya, ia mendapatkan panggilan untuk mengikuti tes menjadi satpam. Sehingga, kuliah yang ia jalani mau tidak mau harus terhenti.
Anak pasangan (Alm) H. La Ode Zaadi dan Hj. Wa Ode Asnah ini pun konsisten dengan apa yang menjadi pilihannya. Dia lalu mengikuti rangkaian tes, kabar baiknya ia dinyatakan lulus. Karena menurutnya, ketika seseorang berusaha mengetuk, dan Tuhan membukakan pintu, maka ia harus masuk untuk melangkah mencapainya.
“Saat itu Bank Indonesia Perwakilan Sultra membutuhkan satpam. Setelah 3 bulan pendidikan, saya kemudian ditugaskan untuk menjadi satpam di sini,” lanjutnya bercerita.
Tepatnya April 1988, ia pertama kali bekerja di Bank Indonesia menjadi petugas keamanan (satpam). Kenangnya, kurang lebih 30 tahun lalu, ia melaksanakan tugas sebagai satpam selama 10 tahun lamanya. Sebagaimana tugas satpam pada umumnya, ia bertugas piket dan melakukan pengawalan kegiatan kas yang dilakukan BI.
Awalnya, dengan bekerja ayah tiga anak ini hanya berkeinginan membantu orang tua. Namun, setelah melalui perjalanan hidup ia banyak mendapat pelajaran dan hikmah. Sehingga semangat awal itu, terus ia tingkatkan. Ia mengakui jika memang seharusnya cita-citanya tidak hanya sebatas itu.
“Cita-cita saya itu memang tidak jelas, satu hal yang menjadi semangat awal, saya hanya ingin membantu melepas beban orang tua,” katanya dengan senyum.
Bahtiar akhirnya tak lantas berhenti dengan selamanya menjadi saptam. Pada 1994 ia melanjutkan pendidikan pada kelas sore di Universitas Halu Oleo (UHO). Tentu saja disela waktu kerjanya menjadi seorang saptam. Ia berhasil menyelesaikan kuliah dan mendapatkan gelar S-1 Jurusan Ekonomi Manajemen pada 1999.
Pemikirannya bermula karena kebiasaan dirinya yang selalu melakukan interaksi dan melihat pekerjaan pegawai di kantor saat itu. Staf BI pada masa itu pun mendukung semangat pria yang memiliki hobi tenis lapangan dan bersepeda ini.
Tidak membatasi pegawainya, Bank Indonesia memberikan kesempatan untuk mengikuti tes dan jika lulus maka akan mendapatkan promosi. Walaupun menjadi pegawai di Bank Sentral tidak mudah melangkah ke jenjang karir yang lebih tinggi.
“Saking susahnya, kalau tidak diikuti dengan kemauan dan kemampuan serta persyaratan yang harus dipenuhi, kita akan pensiun tetap menjadi staf,” kenangnya.
Belajar dari hal tersebut, ia mendapatkan suatu konsep ketika terdapat jalan sepanjang ada kemampuan, kemauan, tekad, niat, serta berusaha maka apapun yang ingin diraih bisa tercapai. Karena, Allah tidak menutup rezeki setiap orang, apalagi membatasinya.
“Tahapan dan mekanisme serta syarat itu harus dipenuhi untuk mencapai suatu keberhasilan,” ujarnya santai.
Ia mengungkapkan pencapaian terbesar dalam hidupnya, saat masih menjadi saptam di Bank Indonesia yang saat itu penghasilan masih Rp200 ribu. Ia bersama istrinya bisa menunaikan ibadah haji bersama. Selain itu, dapat memboyong adik-adiknya ke Kendari untuk bersekolah.
Saat itu, tantangan terbesarnya harus bekerja banting tulang membagi waktu antara tugas kuliah, kerja, dan keluarga. Untuk bisa meningkat dari level terbawah agar mencapai level tertinggi. Mendapatkan nilai terbaik dan memberikan kinerja yang baik di kantor. Tantangan yang dihadapi selama 10 tahun menjadi saptam, membuahkan keberhasilan saat ini yang menjadi kebahagiaan bagi dirinya.
“Dulu saya berpikir bisa nggak saya nanti dipromosikan dan keluar dari petugas keamanan,” kenangnya.
Karir
Pada tahun 2000, Bahtiar mencoba peruntungan dengan mengikuti tes untuk menjadi staf di Bank Indonesia. Pada Oktober 2002, ia dinyatakan lulus menjadi staf. Kemudian dimutasi ke Kalimantan Barat (Pontianak) Januari 2003 sampai 2005. Ia kemudian dimutasi lagi ke Malang pada 2005-2010.
“Pernah di kajian ekonomi, pengawas bank, sementara jadi pengawas bank di Malang saya promosi jadi manager Februari 2010,” jelasnya.
Ia kembali di mutasi di Maluku Utara (Ternate) Februari 2010 sampai 2013 sebagai peneliti ekonomi sekaligus pengawas bank. Setelah itu, Februari 2013 mutasi ke Kendari. Setahun kemudian ia mengikuti seleksi promosi setempat sebagai Deputi Kepala Perwakilan untuk ditempatkan di Sultra.
Menetap di Kendari, ia melanjutkan kembali kuliah di UHO mengambil S-2 Ekonomi Manajemen. Hingga saat ini, ia masih menjabat Deputi Kepala Perwakilan BI Bidang Sistem Pemberdayaan dan Manajemen Intern. Namun, sekarang sebutannya menjadi Kepala Tim SP dan PUR.
Keluarga
Ketika menjalankan tugas di Ternate, ia mendapat kabar ayahnya meninggal dunia. Keinginan untuk dekat dengan sang ibu terpenuhi dengan kabar ia mutasi kembali ke Kendari. Dukungan dan doa orang tua bagi kakek satu cucu ini adalah kunci utama dalam kesuksesan dan keberhasilan yang ia raih.
Bahtiar memiliki seorang istri Hj. Masurifah. Keduanya, dikarunia tiga orang anak yaitu seorang putra LM Rasyid Ridho, dua orang putri Wa Ode Hany Masyithah dan Wa Ode Aisyah Nurjanah.
Pendidikan
Lahir dan besar di Kota Baubau, pendidikan dasar ia tempuh di Sekolah Dasar Negeri 4 Baubau. Ia lalui masa putih biru di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Betoambari, Baubau.
Sedangkan, masa putih abu-abu dihabiskannya di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Baubau. Bertugas di Sultra, ia kemudian melanjutkan kuliah yang dulu terhenti di UHO pada Jurusan Ekonomi Manajemen untuk S-1 dan S-2.
Prestasi
Disamping reward setiap tahun yang diterima atas kinerja, ia pernah masuk dalam nominasi ajang Transformasi Bank Indonesia Change Koordinator. Dalam ajang tersebut, ia menyabet juara 1 The best Change Koordinator 2016 dari seluruh kantor perwakilan Bank Indonesia. Atas pencapaian itu, ia dan pemenang lainnya menerima penghargaan perjalanan untuk meningkatkan pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan di Kanada. (A)
Reporter: Sitti Nurmalasari
Editor: Jumriati