ZONASULTRA.COM, KENDARI – Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) akan fokus pengembangan beberapa tapak dengan konsep savana education track. Beberapa tapak sudah masuk dalam zona pemanfaatan.
Luas zona pemanfaatan untuk destinasi wisata edukasi itu dibagi beberapa lokasi. Di tapak Mandu-mandula Education luas lebih kurang 200 hektare, di Tatangge Education Forest lebih kurang memiliki luas 20 hektare, kemudian di Mangrove Site lebih kurang memiliki luas 150 Hektare.
Untuk mengintegrasikan tiga tapak tersebut akan dibangun jembatan dan perbaikan jalan. Untuk jalur integrasi dari Tatangge Education Forest menuju Mandu–mandula Education Forest, Balai TNRAW akan memperbaiki jalur trail wisata sepanjang 14 km. Jalur wisata tersebut diperuntukan untuk tracking savana dan pengamatan satwa dengan menyuguhkan panorama alam savana dan pegunungan Watumohai.
Sementara untuk jalur integrasi dari Mandu–mandula Education menuju Mangrove Site, nantinya akan dibangun jalur koridor berupa jembatan kayu serta jembatan penyeberangan (fly over). Pembangunan jembatan ini dikarenakan kedua tapak ini dipisahkan oleh zona khusus (jalan poros Tinanggea – Lantari Jaya).
(Baca Juga : Komunitas 1000 Guru Sultra Berwisata Sambil Mengajar di TNRAW)
Untuk pengembangan fasilitas wisata di Tatangge Education Forest, akan dibangun titik kumpul pengunjung (plaza), wahana outbond seperti two line bridge, jembatan gantung, bamboo balance, landing net, jaring naik, net brigde, burma bridge, black wheel bridge, dan jembatan goyang.
Secara administratif lokasi ini terletak di Desa Tatangge, Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Awalnya, tapak ini diperuntukkan sebagai sarana pendidikan lingkungan dan semakin berkembang peruntukannya untuk bird watching, camping, photography, penelitian, dan jungle track.
Objek wisata terakhir yang akan dikembangkan dalam konsep Savana Education Track ini adalah Mangrove Site yang terletak di wilayah perbatasan wilayah administratif antara Kabupaten Konsel dan Kabupaten Bombana.
Ali Bahri, Kepala Balai TNRAW mengatakan telah membuat desain tapak wisata. Desain ini juga disetujui oleh Direktorat Jendral Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
(Baca Juga : Balai TNRAW Target Aliri 107 Desa di Sultra)
“Saya kira dari Pak Dirjen sendiri, salah satunya adalah pengembangan tempat wisata (wisata alam) ramah lingkungan dan saya kira ini juga menjadi prioritas nasional dan provinsi,” ungkap Ali Bahri saat ditemui di Balai TNRAW, Selasa (21/1/2020).
Ali Bahri juga menjelaskan bahwa TNRAW diharap dapat mendukung pendapatan masyarakat di sekitarnya. Bahkan kata Ali Bahri, ada beberapa desa yang ingin berinvestasi untuk kerja sama. Kerja sama itu bisa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“Kemudian ada wahana-wahana dari masyarakat, supaya masyarakat mendapat nilai lebih. Kita punya binaan kelompok masyarakat, kelompok pecinta alam,” jelasnya.
Secara teknis, Ali Bahri menjelaskan dalam bentuk kerja sama dengan masyarakat tersebut pihak balai TNRAW akan bertindak sebagai leader untuk mengontrol agar sesuai dengan konsep TNRAW.
Nantinya setelah pengembangan tiga tapak ini rampung, pengunjung akan dikenakan tarif Rp5 ribu untuk masuk di TNRAW. Tarif retribusi ini akan masuk dalam kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). (B)
Editor: Muhamad Taslim Dalma
Penulis: M3