Batal Larang Koruptor Maju Pilkada, KPU Serahkan ke Partai

Evi Novida Ginting Manik, komisioner KPU RI
Evi Novida Ginting Manik

ZONASULTRA.COM, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) batal melarang mantan narapidana korupsi maju pemilihan kepala daerah (Pilkada). Dalam PKPU Nomor 18 2019 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota/Wakil Wali Kota, KPU hanya melarang mantan napi bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak.

Pasal 4 huruf h dalam PKPU nomor 18 menyebutkan “Bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak”. KPU menyerahkan kepada partai politik untuk tidak mengusung mantan koruptor dalam Pilkada 2019.

“KPU tetap dalam prinsipnya melarang, ingin melarang napi untuk maju sebagai kepala daerah. Tapi kami minta kepada parpol untuk mengutamakan yang bukan napi koruptor,” kata Komisioner KPU, Evi Novida pada Jumat (6/12/2019).

Baca Juga : Perludem Sebut Tantangan KPU Larang Mantan Koruptor Ikut Pilkada Sangat Berat

Oleh sebab itu, KPU mengatur dalam pasal 3A ayat 3 dan 4, baik calon kepala daerah yang diusung dari partai politik maupun perseorangan diutamakan bukan mantan terpidana korupsi. Alasan KPU batal melarang yakni setelah mempertimbangkan banyak masukan dan juga agar PKPU segera diundangkan dan dipedomani.

“Kita yang paling penting bagaimana peraturan KPU pencalonan ini cepat bisa keluar dan menjadi pedoman bagi tahapan pencalonan pemilihan kepala daerah 2020,” lanjut Evi.

Evi menegaskan pihaknya ingin melarang mantan korupsi ikut pilkada, namun ia berharap larangan itu diatur di undang-undang.

Sebelumnya, KPU sangat ingin melarang mantan napi korupsi maju Pilkada serentak 2020. Bahkan larangan ini sempat menuai polemik dari berbagai pihak. Anggota DPR RI asal Sulawesi Tenggara (Sultra) Hugua berpendapat UU memperbolehkan mantan koruptor mencalonkan diri sepanjang mengumumkan ke publik.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 42/PUU-XIII/2015 membolehkan mantan napi maju pilkada dengan syarat mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan napi.

Hugua mengatakan bahwa saat ini DPR belum cukup waktu untuk merombak atau merevisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ia sendiri sepakat dengan semangat KPU untuk mencegah terjadinya korupsi pilkada harus mengahasilkan pemimpin yang bersih. Namun Hugua mengingatkan bahwa KPU harus memperhatikan UU nomor 10. (b)

 


Reporter: Rizki Arifiani
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini