Begini Analisis Kinerja Pembangunan Daerah di Sultra Tahun 2018

pengamat ekonomi Sulawesi Tenggara (Sultra) Syamsir Nur
Syamsir Nur

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Salah satu pengamat ekonomi Sulawesi Tenggara (Sultra) Syamsir Nur belum lama ini mengeluarkan hasil analisisnya terhadap kinerja pembangunan daerah di Sultra tahun 2018 dalam acara FGD Konsolidasi Akhir Wilayah Timur EKPD di Bali, 23 hingga 26 Oktober 2018.

Hal yang menjadi analisis pengamat ekonomi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari ini, diantaranya pertumbuhan ekonomi yang tidak inklusif, kemiskinan yang relatif tinggi, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah, serta infrastruktur dasar dan konektivitas antar wilayah.

Ia mengatakan, perekonomian Sultra pada triwulan I 2018 masih tumbuh positif sebesar 5,8 persen year on year (yoy) dan berada di atas perumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,1 persen (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan tersebut mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan pertumbuhan periode sebelumnya sebesar 6,1 persen.

Begini Analisis Kinerja Pembangunan Daerah di Sultra Tahun 2018

Melambatnya perekonomian Sultra disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada usaha pertanian, pertambangan dan industri. Secara umum, kontribusi dari usaha pertambangan masih terbesar sehingga sangat berpengaruh pada pergerakan perekonomian daerah.

“Sektor pertambangan melambat karena penurunan produksi bahan galian nontambang untuk konstruksi bangunan triwulan I hanya 1,61 persen dibanding sebelumnya 1,84 persen,” ungkapnya.

Pertumbuhan ekonomi Sultra berkorelasi sangat tinggi dengan pertumbuhan lapangan usaha pertambangan. Selain itu, komoditas ekspor juga didominasi oleh hasil pertambangan terutama nikel olahan dan bijih nikel. Hal tersebut memunculkan risiko tersendiri karena perkembangan harga nikel sangat dipengaruhi oleh permintaan dunia, sehingga perekonomian Sultra cukup rentan terhadap kondisi global.

Ekspor Sultra didominasi oleh negara-negara di Asia, terutama Tiongkok sebesar 47,95 persen sebagai tujuan utama. Sementara ekspor Sultra ke Amerika Serikat tergolong cukup kecil dengan porsi 2,10 persen.

Begini Analisis Kinerja Pembangunan Daerah di Sultra Tahun 2018

Potensi kehilangan ekspor Sultra ke Tiongkok akibat perang dagang sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan komoditas utama ekspor adalah nikel olahan dan bijih nikel yang menjadi komoditas utama kebutuhan industri Tiongkok.

Sedangkan komoditas ekspor Sultra ke Amerika didominasi hasil laut sehingga perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok tidak dapat berdampak signifikan kepada ekspor Sultra ke Amerika Serikat. Hal tersebut juga menjadi peluang untuk mendorong peningkatan ekspor Sultra ke Amerika.

Melambatnya perekonomian Sultra juga disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada konsumsi rumah tangga dan investasi. Selain itu, kontribusi ekspor luar negeri yang tinggi tergerus oleh defisit perdagangan antar daerah.

“Secara spasial, perekonomian Sultra merupakan penyumbang terbesar keempat dengan pangsa 12,4%. Terdapat peluang untuk meningkatkan peranannya, berdasarkan potensi alam (pertanian, perikanan, perkebunan, pariwisata, konstruksi, perdagangan besar dan eceran) Dari sisi permintaan, perekonomian Sultra ditopang konsumsi sebesar 49,0%, disusul pangsa investasi sebesar 40,4%,” jelas Syamsir Nur.

Sehingga ia merekomendasikan jika sektor tambang memiliki kendala utama untuk penopang perekonomian karena kinerja sektor tambang cenderung fluktuatif dan penyerapan tenaga kerja pun elatif kecil. Kemudian, akselerasi sektor pertanian melalui peningkatan produktivitas, pasalnya sektor ini memiliki share yang cukup tinggi terhadap perekonomian Sultra, komoditasnya memiliki andil dalam pembentukan inflasi daerah dan penyerapan tenaga kerja jauh lebih besar.

Selanjutnya, perlu adanya langkah mitigasi (shifting) untuk menjaga pertumbuhan ekonomi (pengendalian dan terobosan kebijakan ke sektor pertanian, perikanan dan pariwisata).

Kemiskinan

Soal kemiskinan, Syamsir Nur menilai indikasi bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin desa semakin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin desa semakin melebar. Di mana komoditi beras memberikan sumbangan terbesar terhadap garis kemiskinan di pedesaan 26,73 persen dan perkotaan 23,20 persen.

Penduduk miskin terdapat di Kabupaten Buton Tengah (Buteng) dan Konawe Kepulauan (Konkep). Serta masih tingginya masyarakat yang rentan miskin akibat adanya perubahan iklim.

Begini Analisis Kinerja Pembangunan Daerah di Sultra Tahun 2018

Sejumlah penyebab masih tingginya angka kemiskinan di Sultra karena besarnya porsi tenaga kerja serta rendahnya produktivitas yang erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan di kabupaten. Pendapatan yang rendah (NTP=94,1), sebagian besar status para pekerja di semua kuintil pendapatan merupakan pekerja tidak dibayar atau keluarga.

Tidak dibayarnya pekerja di sektor ini karena output pertanian cenderung digunakan untuk konsumsi langsung, tidak dibayar menggunakan upah, melainkan hasil produk pertanian itu sendiri. Selanjutnya, sebaran geografis daerah kepulauan dan ketegori terpencil serta
akses infrastuktur untuk pemenuhan kebutuhan logistik sistem jaringan pelabuhan laut dan jalan yang masih terbatas.

Ia pun merekomendasikan agar pemerintah mendorong produktivitas pertanian dengan perlakuan yang berbeda antar karakter komoditas yang terdiri dari komoditas berorientasi ekspor/industri ekspor/komoditas unggulan misalnya kakao dan ikan. Komoditas pertumbuhan ekonomi baru kacang mete dan rumput laut dan komoditas berorientasi inflasi pangan misalnya pangan dan ikan.

Selain itu, dilakukan optimalisasi pemanfaatan dana desa, perlu ada upaya membangun kesiapsiagaan/tanggap terhadap bencana serta diversifikasi pangan lokal yang tahan terhadap perubahan iklim.

Sumber Daya Manusia

Salah satu penyebab masih rendahnya kualitas SDM di Sultra yakni belum maksimalnya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seiring perbaikan kondisi ekonomi dan pendidikan masyarakat pada wilayah perkotaan/daratan.

Untuk wilayah DOB dan kepulauan, fasilitas pendidikan dan kesehatan tersedia, namun masih terbatas pada wilayah tertentu, kemudian distribusi guru antar wilayah dan antar mata pelajaran yang belum merata. Kemudian, tenaga kesehatan masih berpusat pada ibukota kabupaten, tidak terdistribusi merata serta kemudahan akses (transportasi) untuk memperolah pelayanan dasar masih kurang.

Begini Analisis Kinerja Pembangunan Daerah di Sultra Tahun 2018

Ia pun menjelaskan pemerintah harus mengalokasikan belanja untuk sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan terutama DOB dan wilayah kepulauan, kemudian distribusi dan penambahan jumlah tenaga pendidikan dan kependidikan serta tenaga kesehatan
serta transportasi publik bagi anak sekolah di tingkat menengah SMP dan SMA dapat diperhatikan lebih baik lagi.

“IPM Sultra saat ini berada diangka 69,31 persen, Kota Kendari berada diangka tertinggi 81,66 persen dan terendah di Konkep, Buteng dan Busel yang berada di angka 66 persen,” kata Syamsir Nur.

Dari sektor kesehatan, ia melihat kondisi saat ini rata-rata kabupaten/kota memiliki 3-5 puskesmas untuk setiap 30.000 penduduk. Rasio tersebut tidak serta merta menggambarkan kondisi riil kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Sebagai contoh di Konawe Utara (Konut), Konkep dan Wakatobi yang dimana memiliki rasio puskesmas yang tinggi (>5) disebabkan karena jumlah penduduk yang relatif sedikit tetapi memiliki wilayah kerja yang luas dan terdiri dari pulau-pulau yang saling terpisah serta termasuk dalam kategori daerah sulit atau terpencil.

“Puskesmas/pustu pilihan utama mengatasi keluhan kesehatan 50,45%,” tukasnya.

Yang menjadi kendala adalah distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata, SDM yang telah dilatih sering diganti atau dipindahtugaskan, sehingga puskesmas tersebut tidak mampu lagi memberikan pelayanan secara optimal. Pada sejumlah puskesmas, alat dan sarana tersedia tetapi petugas yang menggunakan tidak ada atau telah pindah serta sarana yang mendukung pelayanan masih kurang memadai atau belum tersedia.

Untuk itu hal yang bisa dilakukan adalah integrasi dana desa untuk akses sanitasi dan air minum. Sarana prasarana 66,6 persen, pemberdayaan 15,55 persen, basic need 11,25 persen, pemanfaatan SDA 0,6 persen pengembangan PEL 5,9 persen.

Kemudian, perluasan akses pendidikan paket dan peningkatan skill yang relevan, penambahan jumlah tenaga kependidikan, laboran dan pustakawan.
Penataan penempatan tenaga pendidik atau guru baik yang berada di perkotaan maupun di wilayah terluar sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah secara bertahap. (A)

 


Reporter: Ilham Surahmin
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini