ZONASULTRA.COM, KENDARI – Buton Selatan (Busel) merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) yang mekar dari kabupaten induknya, Buton pada tahun 2014. Buton saat itu dipimpin Samsu Umar Abdul Samiun dan wakilnya La Bakry.
Penjabat (Pj) Bupati daerah ini pertama kali dijabat Laode Mustari. Setahun kemudian, Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam tak memperpanjang SK-nya dan menggantinya dengan Muhammad Faisal La Imu pada tahun 2015.
Untuk mencari bupati definitif, KPU Buton Selatan menyelenggarakan pemungutan suara langsung pada 15 Februari 2017. Sejumlah jagoan yang ikut bertarung dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tersebut diantanya Muhammad Faisal. Ia rela menanggalkan jabatan dan status PNS-nya demi menjadi salah satu kandidat.
Faisal berpasangan dengan Wa Ode Hasniwati yang diusung poros koalisi Nasdem, Gerindra, PKB, PBB, PKPI, dan Hanura. Kandidat lain muncul dari kerabat Umar Samiun, bernama H. Sattar yang berpasangan dengan M. Yasin Welson dengan mengendarai satu partai yakni PAN.
Muncul juga dari jalur perseorangan (independen) yakni pasangan Agus Salim – Laode Agus, yang lolos dengan mengumpulkan dukungan KTP yang cukup. Sebenarnya dari Pasangan perseorangan ada Laode Budi Utama dan Laoda Abdul Manan, hanya akhirnya tidak diloloskan oleh KPU.
Kemudian, Putra mantan Bupati Buton dua periode (2001-2011) Laode Muhammad (LM.) Sjafei Kahar, juga muncul di arena. Ia adalah Agus Feisal Hidayat yang menggandeng La Ode Arusani. Pasangan ini diusung oleh poros koalisi PDIP, Demokrat, PKS, dan Golkar. Pasangan yang kemudian sulit dibendung oleh lawan-lawannya.
Agus Dalam Berbagai Medan “Tempur”
Putra sulung Sjafei ini telah kenyang dengan berbagai pil pahit panggung politik. Bahkan empuknya mahkota kepala daerah pernah nyaris direngkuhnya, namun lenyap bersama angin politik yang menghempas. Hitung-hitungannya, ia pernah kalah dalam tiga kali ajang Pilkada adalah rekor yang dipegangnya di kepulauan Buton.
Sejarah pertarungan politik pria kelahiran Baubau 11 Agustus 1976 ini dimulai pada tahun 2008. Saat itu, ayahnya masih menjabat Bupati Buton periode kedua. Samsu Abdul Umar Samiun menggandengnya sebagai 02 untuk melawan incumben, Amirul Tamin dalam pemilu kepala daerah (Pemilukada) Baubau.
Kawalan Sjafei yang juga Ketua Golkar Buton saat itu ternyata tak terlalu berarti untuk mengantar kemenangan Umar –Agus. Amirul masih terlalu perkasa untuk ditumbangkan, ia mampu mempertahakan kursi Wali Kota untuk periode kedua.
Tak ingin terlalu lama terlena dengan sakitnya kekalahan, pada Tahun 2011 Agus kembali menampakkan diri untuk melanjutkan kursi ayahnya sebagai bupati Buton. Kali ini bukan sebagai 02 tapi 01.
Momentumnya benar-benar pas karena diuntungkan posisinya sebagai “putra mahkota” dan Sjafei sang ayah belum benar-benar lengser dari kursi kekuasaan. Ia menggaet Yaudu Salam Ajo, politisi PKS sebagai pendampingnya. Lawan beratnya tentu saja pasangannya di Pemilukada Baubau, Umar Samiun yang berpasangan dengan La Bakry.
Hasilnya, Agus-Yaudu keluar sebagai pemenang dengan perolehan 32 persen suara dibanding kandidat-kandidat lainnya. Namun sayang, wangi kemenangan itu hanya sesaat dihirup sebab kandidat-kandiat lain mengajukan gugatan di Mahkamah Konstitus (MK). Isi gugatannya salah satunya ketidakbecusan KPU dalam memproses calon dari jalur independen.
Mengejutkan, MK pada keputusannya menganulir hasil pemilukada yang dimenangkan Agus-Yaudu. Pemilihan ulang kembali digelar, pada ronde ini Agus tak mampu berbuat banyak dan sepertinya sudah kehabisan “nafas” sehingga terjungkal. Umar-La Bakry merengkuh nikmatnya kemenangan untuk 5 tahun kursi kekuasaan.
Meskipun Umar-Bakry dilantik, ternyata polemik pemilukada tersebut berbuntut panjang. KPK menangkap Akil Mochtar yang kemudian dijebloskan dalam dinginnya jeruji besi. Akil merupakan Ketua MK yang menangani kasus Pemilukada Buton 2011, salah satu kasusnya terkait kasus suap yang diduga melibatkan Umar Samiun.
Hingga penghujung tahun 2016 (mendekati akhir masa jabatan Umar-Bakry), masalah itu terus menggelinding di KPK. Bahkan Umar sampai ditahan KPK namun ia tetap dapat memenangkan Pilkada Buton 2017. Nasi sudah jadi bubur, kemenangan Agus tak mungkin kembali di balik rumitnya persoalan tanah Butuni.
Sedikit flash back, hanya berselang setahun usai bertarung sengit melawan Umar, Agus ternyata kembali mencoba peruntungan di tanah kelahirannya, dengan tampil pada pemilukada Baubau 2012. Ia rela menjadi 02 mendampingi Amril Tamim (saudara Amirul Tamim).
Pertarungan pemilu kada ketiga bagi perjalanan politik Agus itu, ternyata masih membawa naas. Padahal saat itu, dukungan sudah mengalir dari Amirul Tamim (masih menjabat walikota) dan Sjafei Kahar, dua tokoh berpengaruh di Pulau Buton. AS. Thamrin – Masra Manarfa mendapat panggung kemenangan sedangkan Amril-Agus harus puas di posisi runner up.
Kembalinya Mahkota Agus dan Manisnya Kemenangan
Bersama Laode Arusani, Agus melawan kencangnya badai kontestasi Pilkada Buton Selatan 2017. Wilayah ini dulunya berada dalam pemerintahan Sjafei hingga akhirnya memekarkan diri pada tahun 2014 lalu.
Berbeda dengan 6 daerah Pilkada 2017 lainnya di Sultra, Buton Selatan jadi daerah dengan terbanyak kontestan yaitu 4 pasang. Dari banyaknya calon, hanya Aguslah yang paling berpengalaman dalam percaturan politik Pulau Buton, selebihnya pendatang baru.
Alasan demikian, boleh jadi merupakan salah satu faktor penentu sehingga Agus-Arusani sukses mendulang suara terbanyak 17.224 suara atau 43.01 persen. Sedangkan pesaing beratnya yang nota bene pernah menjabat Pj Bupati, M. Faisal yang menggandeng Wa Ode Hasniwati hanya mampu menggapai posisi kedua dengan 15.686 suara atau 38.17 %.
Di posisi akhir, terdapat Sattar yang berpasangan dengan M. Yasin Welson 5.915 suara atau 14.77 persen. Sebagai informasi, Sattar merupakan kerabat dekat Umar Samiun. Sementara, pasangan independen Agus Salim- Laode Agus hanya mampu mengumpulkan 1.218 suara atau 3.04 persen.
Hasil demikian, selisih keunggulan 4 persen lebih membuat Agus-Arusani di atas angin. Kalaupun ada aduan di MK dipastikan kandas karena ambang batas untuk mengajukan sengketa adalah 2 persen.
Perjalanan meraih singgasana kekuasaan memang tak akan pernah mulus, masih ada saja kerikil-kerikil kecil yang hendak menyandung. Isu berhembus bahwa Agus akan kembali kehilangan “mahkotanya” seperti di Pemilukada Buton. Masalah mencuat mulai dari isu dugaan ijazah palsu yang dialamatkan kepada Arusani sampai gugatan Faisal-Hasniwati ke MK.
Namun kali ini Dewi Fortuna benar-benar berpihak kepada Agus. Kerikil-kerikil tersebut terhempas dengan sendirinya dari karpet merah kursi Bupati Buton Selatan. Dugaan ijazah palsu redup dan tak sampai disidangkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sementara, gugatan perselisihan hasil yang diajukan Faisal – Hasniwati di tolak MK.
Kini, Agus, kader birokrasi pemerintahan Buton (pernah jadi camat dan jabatan struktural lainnya) telah resmi duduk sebagai Bupati Buton Selatan yang dilantik langsung oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam pada Senin, 22 Mei 2017.
Dalam sebuah pencapaian karir tentulah tak ada yang paling membahagiakan dari berkali-kali kalah lalu menang daripada menang-menang lalu kalah.
Nur Alam dan Sjafei Kahar dalam Lingkaran Politik yang Membesarkan Agus
Dua tokoh politik, boleh dibilang senior di Sulawesi Tenggara yang pernah terlibat dalam percaturan politik dan membesarkan Agus adalah tidak lain adalah Gubernur dua periode Nur Alam dan mantan Bupati Buton dua periode Sjafei Kahar.
Nur Alam dan Sjafei bergandengan tangan ketika Umar Samiun dan Agus tampil di Pemilukada Baubau 2008. Saat itu Nur Alam baru menjabat Gubernur dan menahkodai PAN Sultra, sementara Sjafei bupati Buton, juga pentolan di partai Golkar.
Lalu, sejarah kemudian mencatat Pemilukada Buton 2011 jadi jurang pemisah keduanya. Kala itu, Nur Alam berada di puncak pencapaian tak hanya berhasil mengawal kader-kader PAN seperti Umar Samiun di Buton namun juga kader-kader PAN lainnya di Muna, Bombana, dan lainnya.
Saat itu Nur Alam disebut-sebut memiliki andil besar upaya “kudeta” kemenangan Agus. Begitu pula pada Pemilukada Baubau 2013, Nur Alam yang masih jadi pucuk pimpinan di PAN untuk periode ketiga juga berhasil mengalahkan Agus dengan mendudukkan AS. Thamrin.
Pertalian politik dan pertemanan Nur Alam dan Sjafei tidak ada yang spesial selain dihubungkan 3 kali pesta demokrasi. Dalam ruang lain, dihubungkan dengan korupsi yang kini menjerat Nur Alam sebagai tersangka oleh KPK.
Sjafei Kahar diperiksa oleh penyidik KPK pada 26 September 2016 lalu. Kala itu kepada wartawan, ia mengaku ditanya penyidik lembaga anti rasuah terkait rekomendasi izin pertambangan yang dikeluarkannya saat menjabat sebagai Bupati Buton.
Ketika melantik Agus, Nur Alam mengatakan Sjafei Kahar merupakan sahabat baiknya dan memanggil Agus dengan sebutan “adinda”. Kemenangan Agus dan 2 kepala daerah lainnya (Rajiun dan Samahuddin) memiliki arti tersendiri bagi Nur Alam.
“Tuhan memberikan hikmah dari sebuah perjalanan nasib manusia andaikata dia (Agus) terpilih pada periode yang lalu maka persepsi negatif orang-orang akan selalu lahir karena dia menggantikan bapaknya,” ujar Nur Alam di depan Sjafei dan Agus usai pelantikan.
Lanjut Nur Alam, Tuhan sudah mengatur nasib seseorang, ketika Tuhan mengariskan nasib seseorang maka tinggal menunggu waktu kapan tibanya. “Kemenangannya (Agus) bagi saya adalah murni perjuangannya,” kata Nur Alam bernada sanjungan.
Secara terpisah, Sjafei menuturkan bahwa pertarungan Pilkada Buton Selatan adalah keinginan Agus sendiri. Berbeda dengan sebelumnya yang hanya didorong-dorong berkontestasi mulai dari maju 02 mendampingi Umar Samiun, maju 01 menggandeng Yaudu Salam Ajo, dan kembali 02 mendampingi Amril Tamim.
“Setelah itu dia keluar dari PNS, tepatnya dua tahun lalu untuk bersama-sama masyarakat Buton Selatan memperjuangkan pemekaran. Sehingga terjadi gerakan masyarakat mulai dari Batauga, Kendari, Jakarta yang akhirnya lolos (mekar 2014),” cerita Sjafei melalui sambungan telepon selulernya, Rabu (24/5/2017).
Saat berkarir sebagai PNS, Agus pernah menjadi camat, kepala bagian, dan staff ahli di pemerintah Kabupaten Buton. Namun untuk partai politik, Agus belum sekalipun jadi pengurus struktural partai tertentu.
Mengenai hubungannya dengan Nur Alam, Sjafei mengaku hingga saat ini masih terjaga dengan baik. Kalaupun sebelumnya pernah bermasalah dianggap biasa karena hanya persoalan Pilkada dan dinamika politik yang berkembang.
“Saya ketemu pa Gub baik-baik saja. Saya juga tidak pernah mengomentari beliau selama ini kecuali waktu PSU (Pemilukada Buton 2011) dulu tapi setelah itu tidak ada masalah,” jelas Sjafei. (A)
Reporter : Muhamad Taslim Dalma
Editor : Kiki