Berwisata Religi ke Makam Raja Sangia Nibandera di Kolaka

Berwisata Religi ke Makam Raja Sangia Nibandera di Kolaka
MAKAM SANGIA NIBANDERA- Makam Sangia Nibandera menjadi salah satu objek wisata religi yang ada di Desa Tikonu, Kecamatan Wundulako, Kabupaten Kolaka. (ZONASULTRA.ID)

ZONASULTRA.ID – Bagi pencinta wisata religi dan budaya, tak afdal rasanya jika belum mengetahui keberadaan makam Raja Sangia Nibandera yang terletak di Desa Tikonu, Kecamatan Wundulako, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Raja Sangia Nibandera merupakan raja pertama bagi suku Mekongga (suku asli Kolaka) yang memeluk agama Islam serta menyebarluaskan agama Islam di tanah Kolaka.

Tokoh adat Kolaka Firman Guro mengatakan, Sangia Nibandera memiliki nama asli Bokeo Ladumaa karena ia masuk Islam tepat pada hari Jumat. Gelar Sangia Nibandera diberikan kepadanya karena ia ikut membantu Raja Luwu melawan Kerajaan Suppa. Karena bantuan tersebut, Kerajaan Luwu dapat memenangkan peperangan melawan Kerajaan Suppa.

Menurut Firman Guro, Raja Sangia Nibandera memiliki tiga nama asli. Selain Bokoe Ladumaa, ia juga dinamai Kino Kori sewaktu bayi yang artinya digendong. Saat remaja ia dinamai Lelemala yang artinya dipangku.

Sangia Nibandera memerintah antara tahun 1630-1680. Ia begitu tersohor karena pada zaman pemerintahannya terjadi banyak peristiwa besar dan berkaitan.

Kawasan Makam Sangia Nibandera

Usia makam Raja Sangia Nibandera diperkirakan sekitar 340 tahun. Begitu juga dengan pohon besar jenis kapuk yang memenuhi sekitar makam diperkirakan seumur dengan makam raja tersebut.

Kawasan Makam Sangia Nibandera
Kawasan Makam Sangia Nibandera

Dalam kompleks makam Raja Sangia Nibandera, terdapat tiga makam lainnya. Menurut Firman Guro, ketiga makam itu adalah istri-istri Sangia Nibandera.
Istri pertama bernama Wekasili, istri kedua Wa Sembu, dan istri ketiga Na Tuu.

Di dalam kawasan makam juga terdapat guci yang diyakini sebagai tempat penyimpanan jenazah ayah Raja Sangia Nibandera, yaitu Sangia Nilulo atau Bokeo Teporambe.

Guci tersebut diletakkan di bawah sebuah pohon besar yang ada di area makam. Ajaibnya, setelah diritualkan, guci tersebut mengeluarkan air jernih yang disucikan.

Saat musim hujan, kata Firman Guro, air di dalam guci itu berkurang, dan saat kemarau airnya bertambah. Guci tersebut tidak memiliki penutup, tapi airnya jernih dan tidak memiliki kotoran. Konon air tersebut dapat memberikan keberkahan dan menyembuhkan segala macam penyakit.

Tokoh Adat Firman Guro
Tokoh Adat Firman Guro

“Untuk mengambil air guci itu harus pakai daun bambang tujuh lembar,” kata Firman Guro.

Peninggalan barang-barang kerajaan saat ini diamankan oleh masing-masing garis keturunan raja, mulai dari peralatan memasak, sarung, hingga bendera kerajaan.

Di kawasan makam juga sering digelar perayaan adat Mosehe Wonua (pembersihan) saat ada bencana alam atau ketidaktenteraman wilayah. Mosehe juga biasa digelar untuk menyelesaikan konflik antarkeluarga.

Firman Goru berharap para generasi muda, terutama masyarakat lokal agar lebih paham mengenai situs dan sejarah kerajaan Mekongga. Situs ini, katanya, harus menjadi pusat informasi, dan masa lalu raja bisa menjadi pelajaran bagi generasi ke depannya.

“Generasi muda baiknya mengembangkan situs sejarah ini ke depan dengan tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat Islam,” harapnya.

Kawasan Makam Sangia Nibandera.
Kawasan Makam Sangia Nibandera.

Kepala Desa Tikonu Sabaruddin mengatakan, makam Raja Sangia Nibandera saat ini dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kolaka serta Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Tenggara.

Menurutnya, keberadaan situs budaya Makam Sangia Nibandera perlu dikembangkan agar benar-benar menjadi tujuan wisata budaya yang lebih luas, tidak hanya sebatas pada kegiatan ritual, tetapi ada objek lain yang menjadi pendukung ketika para wisatawan berkunjung, misalnya terdapat wahana dan fasilitas pendukung lainnya.

Kawasan Makam Sangia Nibandera.
Kawasan Makam Sangia Nibandera.

Apalagi lahan di belakang situs makam bisa dikembangkan menjadi kawasan wisata baru karena alamnya yang masih asri dan terjaga. Kemudian pagelaran seni atau adat sekitar, pemberdayaan masyarakat lokal untuk menjajakan kerajinan seni dan ekonomi kreatif.

Sabaruddin juga berharap masyarakat dan pemerintah desa bisa dilibatkan dalam pengelolaan makam Sangia Nibandera ini sehingga bisa menjadi wisata budaya yang ramai dikunjungi setiap saat dan tidak musiman saja. (*)

 


Kontributor: Ilham Surahmin
Editor: Muhammad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini