ZONASULTRA.COM, KENDARI – Bank Indonesia (BI) Sulawesi Tenggara (Sultra) resmi menjalin kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) untuk pengembangan klaster tanaman kopi di Desa Amatowo dan Tridana Mulia, Kecamatan Landono.
Hal itu ditandai dengan penandatanganan MoU antara pihak yang bersangkutan di Kantor Bupati Konsel, Senin (21/9/2020). Asisten Direktur Kantor Perwakilan (KPw) BI Sultra Surya Alamsyah menjelaskan, bahwa kerjasama ini meliputi pendampingan petani, pelatihan peningkatan SDM kelembagaan.
Selain itu, penyerahan bantuan peralatan seperti mesin sangrai kopi, mesin pengupas kulit basah dan pengupas kulit kering melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Kata dia, untuk pengembangan kluster ini akan dilakukan selama tiga tahun.
Surya menyebutkan tujuan dari pengembangan kluster kopi ini untuk mendorong percepatan peningkatan produksi, pengolahan, inovasi produk, perluasan pasar domestik dan ekspor.
Tak hanya itu, ini juga sebagai bentuk percepatan peningkatan kapasitas SDM petani terhadap berbagai permasalahan dan kendala sepanjang rantai pasar dari hulu ke hilir.
Meski begitu, ia mengakui, kendala tantangan pengembangan kopi di Sultra secara umum jangka pendek terletak pada sisi hulu misalnya ketersediaan bibit unggul tersertifikasi, teknologi budidaya, panen dan pascapanen serta infrastruktur penunjang produksi yang masih terbatas.
“Kondisi inilah yang membuat ketebatasan pengembangan budidaya kopi di Sultra. Sehingga, dengan adanya MoU pengembangan kluster kopi dan penyerahan PSBI dapat memberikan manfaat bagi daerah Sultra khususnya di Kabupaten Konsel,” ungkap Surya dalam sambutannya.
Bupati Konsel Surunuddin Dangga menyampaikan apresiasi kepada BI Sultra yang telah berniat mengembangkan klaster kopi di Kecamatan Landono. Menurutnya, pendampingan dari BI untuk peningkatan produksi dan pasar kopi Konsel sangat dibutuhkan pemerintah dan petani.
Kata dia, permasalahan terbesar saat ini yang ditemui petani kopi adalah pasar. Dalam hal pasar, pemerintah daerah menurutnya selalu dipersulit oleh para tengkulak yang selalu memainkan harga ketika musim panen.
“Kami tahu BI punya jaringan luas jadi ini kesempatan buat kita semua. Dan saya minta OPD terkait dapat memberikan jaminan bibit kopi yang berkualitas bagi petani kita supaya hasilnya menjanjikan bagi kesejahteraan mereka dan daerah,” ujarnya.
Ketua Kelompok Gapoktan Catur Karya I Made Suarsana selaku penerima bantuan PSBI serta pihak yang menjadi mitra BI Sultra dalam pengembangan klaster kopi ini menyebutkan, saat ini luas yang ditanami kopi oleh pihaknya mencapai 50 hektar.
Budidaya kopi ini dilakukan sejak 2018 dengan luas lahan 2 hektar. Melalui dana desa tahun 2019 ada bantuan pengadaan 16.800 bibit dibagikan ke masyarakat. Kemudian tahun 2020 bantuan bibit kopi kembali diadakan melalui dana desa sebanyak 20 ribu bibit sehingga total mencapai 37 ribu bibit.
“Sisanya juga saat ini swadaya masyarakat sendiri. Ada empat kelompok saat ini dibawa Gapoktan Catur karya. Namun hanya ada dua kelompok yang budidaya kopi salah satunya kelompok saya Tri Tunggal seluas 28 hektar. 22 hektarnya kelompok lain,” katanya usai acara penyerahan bantuan.
Saat ini harga jual kopi kering di pasaran lokal mencapai Rp25 ribu per kilo gram (kg). Ia pun mengaku masalah pasar masih menjadi tantangan para petani. Termasuk mereka masih menggunakan pestisida untuk merawat pertumbuhan kopi tersebut. Sementara pasar eskpor membutuhkan kopi organik.
Sehingga, menurutnya dengan adanya bantuan teknis dari BI Sultra dalam pengembangan klaster kopi organik dapat membantu permasalahan yang dihadapi petani.
Editor: Ilham Surahmin