Biaya Pra Sertifikasi PTSL di Wakatobi Mengacu pada SKB 3 Menteri

213
Biaya Pra Sertifikasi PTSL di Wakatobi Mengacu pada SKB 3 Menteri
Haliana dan Erny Masiha

ZONASULTRA.ID, WANGI-WANGI – Besaran biaya pra sertifikasi program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) senilai Rp350 ribu. Besaran itu mengacu pada surat keputusan bersama (SKB) tiga Menteri, yakni Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi (Mendes PDTT) Republik Indonesia (RI).

Dalam SKB tersebut Provinsi Sultra masuk kategori II bersama Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Batasan biaya yang boleh dipungut oleh pemerintah desa/kelurahan termaktub dalam SKB tiga Menteri sebesar Rp350 ribu.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Wakatobi Erny Masiha mengungkapkan, yang menjadi polemik adalah SKB tiga Menteri tersebut terkait dengan biaya pra sertifikasi. Besaran biaya itu dianggap pungutan liar (pungli). Menurutnya di SKB itu tujuannya jelas dan tidak dipatok karena itu hanya angka fleksibel maksimal Rp350 ribu.

Pra sertifikasi yang dimaksud dalam SKB tersebut di Sultra maksimal Rp350 ribu. Satu sertifikat untuk setiap orang maksimal senilai itu. Rp350 itu biaya untuk menyiapkan alas hak atau dokumen-dokumen kepemilikan seseorang, mulai dari menyiapkan patok, materai dan sebagainya.

“Jadi tidak ada hubungannya dengan kegiatan sertifikasi karena ada pra sertifikasi yang merupakan kewajiban dari pemohon. Sertifikasi adalah kewajiban kami BPN untuk melakukan kegiatan itu, pada saat kegiatan pensertifikatan mulai dari pengukuran, penerbitan surat keputusan (SK) pemberian hak sampai terbit hak itu gratis karena sudah dibiayai oleh negara,” ujarnya di Wangiwangi baru-baru ini.

BACA JUGA :  Puskesmas Kulati, Kolaborasi dengan BI dan TNI Buka Pelayanan Kesehatan Gratis

Erny Masiha menginginkan ada patokan seragam dari Pemerintah Daerah (Pemda) Wakatobi. Perlunya biaya pra itu karena aparat dari desa/kelurahan yang menemani juru ukur, mereka yang menunjukkan dan mewajibkan kepada masyarakat untuk menyediakan patok.

Manakala patoknya tidak ada, berarti harus disiapkan atau difasilitasi. Mungkin harus ada kesepakatan, kata dia, maksimal Rp150 ribu. Karena menurut dia, Rp350 ribu itu sangat mahal, di sisi lain juga dibutuhkan patok.

“Kalau kami kira-kira dari besi dan besinya itu sekira empat meter dibagi empat, patok itu tingginya hanya 80 sentimeter, 40 sentimeter tenggelam sisanya. 80 sentimeter itu maksimal, dan 50 sentimeter sudah bisa, 40 tenggelam dan 10-nya naik,” sebutnya.

“Mungkin itu bisa dimobilisasi biar ada keseragaman patok ke semua. Oleh pemerintah desa difasilitasi tetapi dengan ketentuan, mungkin juga ada penetapan dari pak Bupati terkait batasan untuk biaya pra sertifikasi. Kalau dipatok Rp150 ribu saya kira tidak akan ada lagi perbedaan, tidak akan ada lagi desa/kelurahan yang beda-beda biayanya,” terangnya.

BACA JUGA :  Wakatobi Juara 2 Paritrana Award BPJS Ketenagakerjaan

Bupati Wakatobi Haliana mengatakan, bahwa di SKB itu maksimal hanya Rp350 ribu untuk di Sultra. Artinya bisa saja di bawahnya. Sehingga harus ada rapat koordinasi dengan para kepala desa, kelurahan, camat dan BPN untuk menyepakati supaya tidak ada perbedaan antara desa dan kelurahan yang menimbulkan persepsi kurang bagus di masyarakat yang dianggap bahwa itu pungli.

Padahal itu kan ada dasarnya, kecuali mungkin lewat dari Rp350 ribu, sehingga memang perlu kesepakatan. Hal itu yang menurutnya perlu dilihat secara detail, apa yang menyebabkan sehingga terjadi perbedaan-perbedaan. Apakah memang hanya persoalan interprestasi dari kesepakatan atau memang ada kendala khusus.

“Seperti yang disampaikan ibu Kepala BPN lokasi-lokasi itu kan tidak semuanya terjangkau dan perlu tenaga dan mobilisasi khusus, kita harapkan bahwa ada kesepakatan sehingga tidak menimbulkan persepsi yang kurang bagus. Artinya niat baik Pemda dan Pemerintah Pusat tibanya juga harus dengan positif di masyarakat, jangan justru ada hal-hal yang kemudian mengurangi nilai positifnya,” ujarnya. (B)

Kontributor: Nova Ely Surya
Editor: Muhamad Taslim Dalma

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini