ZONASULTRA.COM, KENDARI – Kuasa hukum terdakwa penembakan mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), Brigadir AM, Nasrudin merasa optimis kliennya bisa bebas dari jeratan hukum. Ia yakin setelah kliennya menjalani pemeriksaan dalam lanjutan sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa (20/10/2020).
Pasalnya, menurut Nasrudin dalil jaksa lemah dan tidak singkron dengan fakta persidangan. Apalagi, setelah AM memberikan keterangan dalam agenda pemeriksaan, ditambah lagi dengan keterangan saksi-saksi di persidangan.
“Kalau dari segi pandangan hukum saya, harusnya (Brigadir AM) bebas, cuma kan kita belum tau belum tau pandangan hakim. Jaksa juga sulit membuktikan, tidak singkron antara dakwaan dengan fakta tidak ketemu,” tutur Nasrudin saat dihubungi melalui telepon usai menghadiri persidangan.
Pengacara kawakan ini memaparkan, keterangan Brigadir AM di depan majelis hakim mengaku hanya melakukan tembakan peringatan satu kali ke udara. Bukan dua kali seperti dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Tembakan tersebut, ia perkirakan mengenai warga Maulida Putri yang tengah tertidur di Jalan Supu Yusuf 26 September 2019 lalu. Kendati begitu, Brigadir AM tak bisa memastikan ke mana arah proyektil itu berujung.
AM juga menyatakan, proyektil dari senjata yang dibawa saat itu masih lengkap 10 butir. Tetapi, satu butir peluru yang dilontarkan ke arah udara itu sehingga sisanya menjadi 9 di dalam magazin. Saat peristiwa penembakan itu mencuat, mereka menjalani pemeriksaan Propam dan mengumpulkan senjata api masing-masing.
“Jadi kan pelurunya dikasi 10 sama logistik, dia tembakan 1 sisa sembilan, karena mau diperiksa provost dia pinjam pelurunya Sakti (teman polisi). Jadi genap 10 tapi tetap keluar satu, akhirnya satu itu dikembalikan lagi ke sakti,” ungkap Nasrudin menjelaskan keterangan Brigadir AM.
Keterangan oknum polisi dari Buser 77 Polres Kendari itu, dikuatkan dengan keterangan ahli balistik yang tidak menjelaskan jumlah peluru yang ditembakkan dari senjata Brigadir AM. Hal yang makin menguatkan kliennya itu soal adanya enam orang polisi lain di depan Brigadir AM.
Polisi tersebut, lanjut Nasrudin, mengenakan seragam dinas polisi dan berpakaian preman berdiri di depan Brigadir AM dan menghalangi tembok pagar Dinas Ketenegakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans). Dari posisi tersebut tidak tampak massa di balik tembok.
“Ada dugaan seolah-olah 2 peluru dari Malik, tapi Malik bilang kalau dia tembakkan (proyektil) yang satunya, dia kena temannya, enam orang polisi di depannya. Kalau Randi tidak bisa kelihatan, karena Randi ada di jalan,” sebut dia.
Nasrudin menilai, saksi-saksi yang dihadirkan jaksa adalah saksi yang dipaksa oleh oknum polisi untuk menunjuk terdakwa Brigadir AM. Barang bukti pistol juga tidak sesuai barang bukti. Saksi melihat pistol orang yang pegang senjata warna silver, sedangkan pistol kliennya warna hitam.
“Kalau saya fakta itu tidak bisa dibuktikan oleh jaksa bahwa Malik yang menembak si Randi, hakim pun tadi bingung. Dia bilang tidak bisa menyimpulkan,” pungkasnya.
Sidang yang digelar secara virtual tersebut merupakan rangkaian terakhir dari agenda pembuktian. Agenda sidang selanjutnya adalah penuntutan. Jaksa akan memberikan tuntutan hukum sesuai fakta persidangan. (a)