Cerita Istri PDP Meninggal Konawe : Suami Saya Hanya Menderita Penyakit Kulit

Cerita Istri PDP Meninggal Konawe : Suami Saya Hanya Menderita Penyakit Kulit
PDP - Darmawati (49), isteri almarhum M (67) pasien yang meninggal dunia di RSD Covid Konawe dengan status Pasien Dalam Pengawasan (PDP) Covid-19. Darmawati mengaku kecewa dengan layanan kesehatan di RSD Covid, ia yakin almarhum suaminya bersih dari wabah virus corona. (Restu Tebara/ZONASULTRA.COM)

ZONASULTRA.COM, UNAAHA – Darmawati (49), warga Kecamatan Wawotobi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) baru saja kehilangan suaminya setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19 Unaaha dengan status Pasien Dalam Pengawasan (PDP) karena diduga terpapar wabah virus corona atau Covid-19.

Pria yang dicintainya itu diberikan status PDP Covid-19 setelah hasil rapid test atau test cepat keluar, yang hasilnya reaktif atau positif. Oleh tim medis Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Konawe, almarhum M (67) akhirnya dipidahkan ke RSD Covid-19 Unaaha untuk dilakukan perawatan dengan protokol Covid.

Darmawati bercerita, almarhum suaminya itu sudah menderita penyakit kulit sejak tiga bulan terakhir, namun almarhum kerap menolak saat hendak dibawa ke rumah sakit dan meminta untuk dirawat dirumah saja. Karena kondisi kesehatannya yang tak kunjung membaik, ia dan anak-anaknya berusaha membujuk almarhum agar mau di bawa ke rumah sakit.

Senin 25 Mei 2020 lalu, kata Darmawati, almarhum akhirnya mengiyakan untuk dibawa ke RSUD Konawe dengan pertimbangan bisa mendapatkan perawatan medis yang lebih baik. Setibanya di Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Konawe, kondisi almarhum saat itu disebutnya dalam kondisi lemas karena penyakit yang dideritanya mengakibatkan imunitasnya turun.

“Saat diperiksa memang kondisinya sangat lemah, kemudian petugas medis yang menanganinya langsung memindahkannya keruangan lain untuk diperiksa menggunakan rapid test, tidak lama hasilnya keluar, dan hasilnya itu reaktif,” Kata Darmawati kepada zonasultra.id di Unaaha, Sabtu (30/5/2020)

Ia sempat heran dengan hasil rapid test itu, sebab almarhum suaminya sudah tiga bulan berada di rumah akibat penyakit kulit yang dideritanya. selain itu, selama terbaring di rumah, mereka belum pernah menerima tamu yang terkonfirmasi positif Covid-19. Artinya dalam tiga bulan terakhir almarhum suaminya tidak memiliki riwayat perjalanan ke daerah pandemi ataupun riwayat kontak dengan pasien positif.

Meski binggung, setalah mendapatkan keterangan dari tim medis dan juga pertimbangan keluarga dan keselamatan almarhum ia terpaksa menyetujui permintaan tim medis untuk memidahkan almarhum ke RSD Covid-19. Dengan harapan penyakit kulit yang diderita almarhum dapat disembuhkan.

“Saat mau dibawa ke RSD Covid, kami waktu ada permintaan kepada tim medis, yang kami minta hanya satu yaitu perawatan kepada almarhum suami saya itu di utamakan penyakit kulitnya karena sudah lama ia derita,” Ujarnya.

Wanita paru baya itu yakin jika almarhum bersih dari wabah virus corona atau covid-19, sebab ia tidak memiliki riwayat perjalanan ataupun riwayat kontak, selain itu hasil pemeriksaan suhu tubuh yang stabil menjadikan keyakinannya semakin kuat. Soal hasil rapid test itu, ia tidak membantah tetapi hasil reaktif itu diakibatkan imun almarhum yang memang turun karena penyakitnya.

“Kalau pun hasil swabnya keluar dan hasilnya positif, saya menganggap jika suami saya terpapar di RSD Covid Unaaha, karena petugas medis yang merawat suami saya adalah perawat yang sama yang merawat pasien positif. Bisa saja perawat inilah yang menularkan virus ke almarhum suami saya,” imbuhnya.

Kecewa Dengan Pelayanan Medis di RSD Unaaha

Alih-alih mendapatkan layanan kesehatan yang baik untuk almarhum suaminya, ternyata berbanding terbalik dengan fakta yang didapatkan. Darmawati mengaku sangat kecewa dengan layanan kesehatan di RSD Covid Unaaha, sebab selama dua hari berada disana, almarhum suaminya hanya diberikan vitamin dan tidak diberikan obat untuk penyakit kulitnya.

Kata dia, selain permintaa mengutamakan penyebuhan penyakit kulitnya tidak didapatkan di RSD Covid, pengambilan sampel swab untuk memastikan apakah suaminya benar terpapar atau tidak terkesan lamban.

“Nanti hari ke tiga atau hari terakhir baru ada obat untuk penyakit kulitnya. Seharusnya begitu hasil rapid keluar dan hasilnya reaktif, tim langsung mengambil sampel swab, tetapi saat saya tanyakan petugasnya bilang nanti besok, besoknya saya Tanya bilang besok lagi, nanti pas mau meninggal baru diambil swabnya,” Ujarnya.

Hari terkahir berada di RSD lanjut Darmawati, almarhum suaminya sempat terserang penyakit ambeyen yang mengakibatkan anus almarhum bercampur darah, disaat bersamaan jarum infus yang menempel ditangannya terlepas. Akibatnya kondisi kesehatan almarhum semakin memburuk, karena urat darah tempat pemasangan jarum infus yang sudah tidak kelihatan.

Darmawti mengaku sempat meminta agar tim medis menggunakan laser atau alat pendeksi saluran darah, namun tim medisnya mengaku jika alat tersebut tidak tersedia di RSD Covid. Meski kecewa, ia hanya bisa pasrah mendegar jawaban tim medis yang saat itu menangani suaminya.

Perempuan 49 tahun itu mengaku, jika hasil swab suaminya telah keluar dan negatif ia dan keluarga berencana akan membongkar kuburan almarhum suaminya untuk dimakamkan kembali sesuai kebiasa umat islam pada umumnya.

Sementara itu, juru bicara (jubir) tim gugus penanggulangan wabah covid-19 Konawe, dr Diah Nila Sari menjelaskan, pada 25 Mei 2020 lalu, almarhum M (67) mendatangi BLUD RSUD Konawe karena penyakit kulit yang dideritanya, saat dilakukan diagnosa oleh tim medis, almarhum mengeluh lemas dan sesak. Selain itu almarhum juga memiliki riwayat penyakit gagal ginjal.

Oleh tim medis, almarhum kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan rapid test sesuai dengan protokol kesehatan tentang penanggulangan covid-19, tidak lama kemudian, hasil rapidnya keluar dan hasilnya menunjukkan reaktif, kemudian hasil fhoto thoraks terdapat gambaran pneumonia (Pneumonia adalah gambaran infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara disalah satu atau kedua paru-paru)

“Karena hasil rapidnya rekatif disertai dengan kondisi pasien yang lemas tim medis yang bertugas saat itu meminta untuk dilakukan perawatan di RSD Covid Unaaha. Setelah diedukasi oleh tim, keluarga almarhum menyetujui permintaan tim medis,” ujar Nila Sari.

Selama di RSD Covid, Nila mengaku jika almarhum mendapatkan layanan kesehatan sesuai standar operasional prosedur RSD, ia diberlakukan sama dengan pasien lainnya terkait layanan kesehatan, seperti pengecekan rutin oleh tim medis, dan tindakan lainnya.

Terkait dengan pemberian obat untuk penyakit kulit almarhum selama di RSD Covid, dokter ahli radiologi ini mengaku jika obat yang dibutuhkan kosong, bahkan obat tersebut tidak ada di Sultra dan harus dipesan di luar provinsi, sehingga pihak medis hanya memberikan vitamin.

“Almarhum memiliki riwayat penyakit gagal ginjal, sehingga dokter tidak bisa sembarang memberikan obat, karena obatnya tidak ada di Sultra dan harus dipesan dari Jakarta, makanya sementara almarhum hanya diberikan vitamin,” Imbuhnya.

Nila menyebut, almarhum dan keluarga serumahnya memang tidak memiliki riwayat kontak dengan pasien positif, bahkan almarhum juga diketahui tidak memiliki riwayat perjalanan dari daerah pandemi dalam rentan waktu lima bulan terakhir. Namun hasil rapid test menjadi rujukan tim medis untuk memberikan status PDP sesuai dengan protokol kesehatan penanggulangan Covid-19.

Rencananya, hasil pemeriksaan sampel swab almarhum akan keluar minggu depan, Nila menyebut hal disebabkan banyak sampel yang mengantri di laboratorium swab Makassar.

“Kami sudah memberikan penjelasakan terhadap keluarga almarhum, dan mereka pun menerima, apa lagi dokter kulit yang menanganinya selama berada di RSD Covid-19, merupakan kerabat dekat isteri almarhum,” tutup dr Diah Nila Sari. (a)

 


Reporter : Restu Tebara
Editor : Rosnia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini