Cerita Sumarjono, Pembina Pramuka yang Tersesat di Hutan Kolaka Bersama 21 Siswanya

3538
Tim SAR Berhasil Temukan 23 Siswa Pramuka yang Tersesat di Hutan Kolaka
TERSESAT - Sebanyak 23 orang siswa pramuka berhasil ditemukan setelah sempat tersesat di hutan Bumi Perkemahan Keakea Kelurahan Mongolo, Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra). Siswa Pramuka itu berhasil ditemukan oleh tim gabungan Basarnas Pos Kolaka, Senin (11/2/2019) sekitar pukul 03.10 Wita. (Foto : Istimewa)

ZONASULTRA.COM, KENDARI – Hari itu Minggu, 10 Februari 2019, Sumarjono (53) membawa 21 siswa pramuka SMPN 2 Kolaka ke bumi perkemahan Keakea Ulunggolaka kawasan Hutan Atanggao, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra). Mereka hendak melakukan observasi di air terjun Atanggao.

Pembina pramuka ini mengisahkan, mereka berangkat dari perkemahan menuju air terjun sekira pukul 08.45 pagi. Mereka sampai di tujuan pukul 10.30 Wita.

“Tiba di situ, kami mandi, pokoknya main-mainlah, berfoto-foto, mengambil video bersama anak-anak, lengkap saat itu,” cerita Sumarjono saat dihubungi Zonasultra, Selasa (12/2/2019).

Usai menikmati wisata air terjun, sekira pukul 12.30 ia bersama rombongan bergegas kembali menuju ke lokasi perkemahan karena sopir mobil telah sepakat akan menjemput mereka pukul 14.00.

“Kami pun berjalan pulang, di tengah perjalanan entah bagaimana, kita nyasar. Jejak yang kami tinggalkan sudah tidak ada. Saat nyasar itu kita tetap mengikuti arahnya air, tapi awalnya kami naik gunung, ketika dengar suara air, maka kita menuju ke air, karena aliran air menuju ke kampung,” ungkap pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah ini.

(Baca Juga : Tim SAR Berhasil Temukan 23 Siswa Pramuka yang Tersesat di Hutan Kolaka)

Tim SAR Berhasil Temukan 23 Siswa Pramuka yang Tersesat di Hutan KolakaMengikuti arah aliran air justru mengantarkan mereka ke atas bukit. Mereka tidak bisa kembali menuju langsung ke sumber air dengan memotong lurus karena medan yang sangat curam. Mereka akhirnya mencari jalan dengan memutari gunung. Sumarjono mengaku mereka mencari jalan hingga melewati tiga perbukitan.

Menjelang sore hari, ia bersama anak-anak binaannya yang terdiri dari 9 perempuan dan 12 laki-laki itu berinisiatif meninggalkan jejak berupa sandal, sepatu, dan tali penolong dengan tujuan mengingat kembali jalur yang telah dilalui.

Mereka mencoba ke bawah bukit namun selalu gagal, sehingga rombongan pramuka ini pun mengurungkan niatnya. Akhirnya mereka meneruskan perjalanan menuju ke atas bukit yang lebih tinggi.

“Sampai di atas bukit ada jaringan, kita cari Google Maps, dapat petunjuk dua ratus langkah menuju Keakea. Jaraknya kurang lebih sekitar 100 meter. Kami mengikuti arah tersebut sesuai petunjuk, tapi ketika sudah jauh kami heran karena tak sampai ke arah tujuan,” ujarnya.

BACA JUGA :  Hakim Perempuan di PN Andoolo Ungkap Keresahan, dari Minim Fasilitas hingga Rentan Intervensi

Sekira pukul 16.00 sore rombongan memutuskan untuk beristirahat karena kelelahan. Sambil istrahat, ia menelpon ke pembina putri bernama Asti memberitahukan kalau ia bersama rombongan sedang tersesat. Suami Astilah yang langsung menghubungi Basarnas untuk mencari rombongan pramuka tersebut.

Sumarjono juga menghubungi menantunya yang merupakan Kepala Unit Pecinta Alam (Upala) di daerah itu. Namun sampai pukul 20.00 malam mereka belum juga ditemukan. Mereka akhirnya membuat api unggun. Namun tak berapa lama hujan turun perlahan membuat api unggun mereka padam.

“Tetapi dengan adanya hujan anak-anak bisa agak lega, karena kehausan semua. Kita minum air hujanlah, sedikit-sedikit biar segar,” tuturnya.

 

Hingga tengah malam, 22 anggota pramuka ini belum juga ditemukan. Rombongan tetap bertahan di dalam hutan. Segala persediaan makanan telah habis. Sumber pencahayaan dari senter ponsel sudah mati, korek api juga sudah habis. Mereka melewati malam itu tanpa penerangan sedikitpun.

Melihat Sumber Cahaya

Tiba-tiba mereka melihat ada sinar. Saat itu mereka berteriak, mengarahkan suara ke sumber cahaya yang tampak. “Kami tidak tahu arah kami di mana karena gelap, pokoknya pakai sandi saja. Kalau jam 12 berarti arah barat, jam 3 arah utara, jam 6 arah timur, jam 9 arah selatan,” jelas Sumarjono.

Sinar bersumber dari senter yang diduga tim pencari kembali terlihat. Anak-anak itu kembali berteriak minta tolong. Sayangnya, teriakan mereka tak disahuti karena tak terdengar. Cahaya itu kembali muncul, namun lagi-lagi tak ada jawaban.

Diakuinya, tenaga puluhan anggota pramuka itu mulai menurun akibat kelelahan. Anak-anak tersebut akhirnya berbaring hingga tertidur di atas tanah dalam posisi badan miring karena berada di kemiringan bukit.

“Bahkan ada yang tidur ngorok, tapi sebelum tidur anak-anak sempat bermain-main, ada yang kentut sambil tertawa, karena lapar kan jadi kentut-kentut, masuk angin, ketika bunyi kentut mereka langsung tertawa,” cetus pria yang menggeluti dunia pramuka sejak tahun 90-an ini.

Sumarjono mengakui di antara anak-anak ada yang merasa ketakutan, namun ia berusaha menghilangkan kekhawatiran dengan mengajak anak-anak itu berdoa dan berzikir.

BACA JUGA :  Disabilitas Netra dan Pemilu: Antara Keinginan dan Keraguan Memilih

Detik-detik menjelang mereka ditemukan oleh Tim SAR gabungan, kata Sumarjono, pada posisi arah jam 6 tepat di belakang rombongan, mereka kembali melihat cahaya sambil berteriak. “Terus di atas ada balasan katanya ‘sabar, sabar,’ alhamdulilah anak-anak langsung senang,” ujarnya.

Setelah mendapat sahutan, kedatangan tim pencari juga agak lama karena masih mencari jalan menuju sumber suara. Mereka mengarahkan saja menggunakan suara, karena tidak ada penerangan. “Kita cuma bilang ‘terus, terus, kanan, kanan, sambil pake peluit juga, turun, turun,” kata Sumarjono menirukan.

Yang menemukan pertama kali adalah anak dan menantu Sumarjono sendiri. Akhirnya semua rombongan tim pencari menuju lokasi ditemukannya 22 anggota pramuka itu. Saat ditemukan, mereka langsung makan makanan yang dibawa oleh keluarga yang ikut dalam tim SAR gabungan.

Cerita soal lokasi hutan keramat yang sering mengakibatkan orang hilang sempat didengar oleh Sumarjono. Namun, yang ia tahu, lokasi itu berada di atas atau lebih jauh lagi dari tempat mereka tersesat.

Pasca tersesat, ungkap dia, semangat para anggota pramuka tersebut tidak surut. Bahkan satu hari setelah ditemukan, ada seorang murid yang sudah kembali bersekolah. Sumarjono mengaku sudah menjadi anggota pramuka sejak tahun 90-an, dan sudah biasa dengan pengalaman seperti itu.

Sementara Kepala Pos SAR Kolaka Asep mengatakan, berawal dari laporan yang diterima dari masyarakat, tim SAR gabungan menuju lokasi. Mereka tiba di lokasi sekira pukul 19.30 malam. Informasi yang diterima ada 23 orang anggota pramuka hilang di sekitar 3 kilometer arah timur bumi perkemahan Keakea.

Tim SAR gabungan akhirnya menemukan jejak mereka berupa baju, sepatu, ponsel. Tidak jauh dari air terjun tempat mereka menyalakan api unggun, tim SAR menemukan posisi korban dalam keadaan terkumpul kedinginan dan kelaparan, bahkan ada yang pingsan. Satu orang dipatok ular.

“Setelah tim menemukan langsung dievakuasi dengan cara menggendong, menggunakan tandu, kemudian korban seorang perempuan yang dipatok ular itu langsung kami evakuasi ke rumah sakit Benyamin Guluh, Kolaka. Dari korban yang ditemukan semua selamat,” terang Asep saat dihubungi. (SF/*)

 


Kontributor: Fadli Aksar
Editor: Jumriati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini